Tuesday 31 May 2011

Tuesday, May 31, 2011
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Tiga Keuskupan di Propinsi Gerejawi Medan Sepakat Bahas Pancasila dalam Pertemuan Lintas Iman. PADANG (SUMUT) – Karena berpendapat bahwa Pancasila bisa jadi ‘jembatan’ dialog antarumat beragama, Keuskupan Agung Medan, Keuskupan Sibolga dan Keuskupan Padang sepakat menjadikan Pancasila sebagai salah satu materi yang akan dibahas dalam pertemuan lintas iman yang diselenggarakan di setiap paroki dan keuskupan.

Juga disepakati untuk melaksanakan pertemuan kaum muda lintas iman dalam bentuk “konkow-konkow” atau diskusi informal serta lokakarya dalam bentuk “focus group discussion studi agama-agama” di setiap keuskupan atau paroki.

Peserta Pertemuan Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan (HAK) Propinsi Gerejawi Medan mengeluarkan kesepakatan itu di akhir pertemuan yang diikuti 49 peserta dari tiga keuskupan propinsi gerejawi itu dan dilaksanakan di Padang, 20-22 Mei 2011.

Pertemuan itu juga mendengar masukan dari cendikiawan muda Muslim Rumadi dari the Wahid Institute, Yudi Latif dari Yayasan Paramadina, Jakarta, dan Sekretaris Eksekutif Komisi HAK Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Pastor Antonius Benny Susetyo Pr.

Pastor Benny Susetyo menyatakan, isu agama seringkali menimbulkan ketakutan bagi sebagian orang yang berbeda agama untuk saling berdialog, “karena kalau umat berbeda agama saling bertemu bayangannya akan debat soal agama.”

Maka, Pastor Benny menganjurkan agar dialog atau pertemuan antarumat beragama tidak harus selalu membicarakan soal agama. “Saat ini dan di masa mendatang, Pancasila sebagai dasar negara sangat relevan untuk digeluti dan bisa menjadi salah satu pokok bahasan dalam pertemuan.”

Imam itu percaya, berbicara tentang Pancasila, pasti akan menjadi perhatian semua orang, apa pun agama mereka, dan “Pancasila sangat relevan dibicarakan karena kondisi bangsa Indonesia yang sedang dihadapkan dengan semakin menguatnya kelompok-kelompok primordialisme.”

Pastor Benny juga mengamati, “salah satu penyebab rusaknya bangsa Indonesia adalah karena nilai-nilai Pancasila tidak lagi menjadi dasar kehidupannya.”

Yudi Latif yang berbicara tentang “Quo Vadis Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika” menyatakan Pancasila sebagai dasar kehidupan berbangsa dan bernegara kini menghadapi tantangan besar. “Kalau Pancasila ditinggalkan, Negara Kesatuan Republik Indonesia tinggal kenangan,” katanya.

Dia mengingatkan bahwa Bangsa Indonesia telah membuktikan Pancasila sebagai perekat dan pemersatu warga bangsa Indonesia yang plural dan majemuk.

Berbicara tentang dampak radikalisme agama bagi kehidupan antarumat beragama dan kehidupan berbangsa, Rumadi mengatakan, “kehidupan manusia akan semakin ‘dikotak-kotakkan’ oleh kepentingan kelompoknya. Pembiaran atas kelompok ini terbukti telah mendegradasi Pancasila sebagai dasar negara.”

Kelompok radikal dalam suatu agama, lanjutnya, bukan hanya menganggap umat beragama lain mesti “diperangi” karena dianggap sebagai ancaman, tetapi “sesama mereka yang satu agama pun ada yang dianggapnya kafir.”

Menanggapi tentang kesepakatan kaum muda lintas iman, Harry Rau dari Paroki Santa Maria Pekanbaru, Keuskupan Padang, menyatakan yang menjadi kelompok sasaran adalah kaum muda untuk kaderisasi di dalam Gereja dan kaum muda Muslim untuk membangun jejaring baru, bukan golongan tua, karena mereka “sulit berubah dan punya stigma tersendiri tentang agama lain.”

Yang pertama akan dimulai, jelasnya, adalah dari intern Gereja dengan membekali kaum muda Katolik dengan dasar-dasar dialog seperti dokumen Nostra Aetate dan pokok ajaran iman Katolik. “Hal ini penting, karena kaum muda Katolik, yang tidak berani tampil dalam forum antariman atau tidak berani berpendapat, kurang memiliki bekal pengetahuan,” katanya kepada PEN@ Indonesia.

Kaum muda Katolik yang sudah memiliki bekal, seperti pengurus OMK, PMKRI dan Pemuda Katolik, lanjutnya, akan dilibatkan dalam kegiatan lintas iman. “Salah satu materi dalam kegiatan ini adalah tentang nilai-nilai Pancasila. Universalitas Pancasila pasti bisa menjadi salah satu perekat umat yang berbeda agama,” dia percaya.

Komisi HAK Keuskupan Padang melaporkan dalam pertemuan itu bahwa keuskupan Padang sudah sering melakukan kegiatan kaum muda lintas iman, misalnya kemping bersama dan studi agama-agama dalam bentuk focus group discussion yang melibatkan kaum muda dari berbagai agama di kota Padang.

Ketua Komisi HAK Keuskupan Agung Medan Pastor Benno Ola Tage Pr juga akan mulai merancang kegiatan lintas iman sebagaimana telah dilaksanakan di Padang. Namun, “konteks Sumatera Utara berbeda karena umat Katolik berada di tengah-tengah mayoritas Protestan, katanya.

Sumber: Pena Indonesia