Thursday 30 June 2011

Thursday, June 30, 2011
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat dan Daerah Papua Evaluasi Radio Suara Kasih Papua Milik Sinode Gereja Injili di Indonesia. JAYAPURA (PAPUA) - Pelayanan yang dilakukan gereja - gereja di Papua, mengalami perkembangan pesat di berbagai lini, hal ini membuat jemaat merasa semakin dekat dan semakin mengenali gerejanya. Salah satu bentuk dari pelayanan Kristen yang muncul di tanah Papua yakni pengelolaan siaran radio yang dilaksanakan oleh jemaat ataupun individu tertentu yang mempunyai keterpanggilan dalam pelayanan ini.

Radio Suara Kasih Papua sebagai lembaga penyiaran berbasis radio, merupakan lembaga penyiaran pertama yang dimiliki oleh sebuah sinode gereja di Papua, yakni Sinode Gereja Injili di Indonesia (GIdI) yang berpusat di Sentani, Kabupaten Jayapura.

Untuk memenuhi syarat ijin penyiaran dari Radio Suara Kasih, pemimpin Radio Suara Kasih Pdt Yesaya Neya menghadiri Evaluasi Dengar Pendapat (EDP) yang diadakan oleh Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Papua di Hotel Yudisyah pada Selasa (28/06/2011) siang.

Saat memberi arahan, Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Daerah Papua, Jack Sobuber, S.Kom mengatakan bahwa publik mempunyai hak dalam menilai dan mengkritik suatu lembaga penyiaran termasuk lembaga penyiaran berbasis keagamaan.

Bersama dengan dua lembaga penyiaran yakni; PT. Top Vision dan PT.Radio Smart Jayapura, Radio Suara Kasih yang didirikan dengan nama usaha PT Radio Suara Kasih mempresentasikan studi kelayakan radio tersebut dihadapan KPID Papua; perwakilan KPI Pusat, Dr Iswandi Syahputra; perwakilan Balai Monitoring (Balmon) ; perwakilan praktisi penyiaran dari TVRI Papua; Dinas Informasi Komunikasi Kota Jayapura, Moses Sroyer ; Dinas Pengelolaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (DPTIK) Papua , Hans Marani; perwakilan Tokoh Adat Papua, George Awi; perwakilan Tokoh Agama, Pdt.Dr Y.N Wonmaly, MA dan perwakilan tokoh masyarakat, Yuda Wanma.

Dihadapan forum resmi itu, Pdt Yesaya Neya menyatakan bahwa, tujuan pendirian Radio Suara Kasih Papua adalah sebagai jembatan informasi dan corong suara kepada dan dari seluruh masyarakat awam asli Papua dengan menggunakan bahasa daerah (Bahasa Lani, Yahukimo, Tolikara, Sentani, Port Numbay, Mamberamo, Keerom, Biak, Serui dan lainnya).

Masyarakat ini berada di daerah - daerah pelosok yang masih kurang mendapatkan informasi dan hiburan yang berasal dari daerah dan bahasa mereka sebab radio yang mengudara pada umumnya menggunakan bahasa indonesia yang kurang mereka mengerti. Selain itu radio ini juga mengemban misi untuk menyejukkan hati masyarakat asli Papua dalam menyampaikan informasi dan hiburan, serta berpandangan dari sudut pandang publik dan gereja.

Pdt Wonmaly sebagai perwakilan tokoh agama menyatakan bahwa dari sisi keagamaan, lembaga penyiaran baik televisi maupun radio mempunyai peran yang penting dalam menyampaikan kebenaran. Oleh sebab itu ia mengharapkan agar para pengelola media dapat menyajikan materi-materi keagamaan yang menyejukkan hati.

“Adalah berdosa jika seseorang makan, minum di atas tanah ini namun juga menjadi pembuat kekacauan di tanah ini” tegas Pendeta Wonmaly. Hal ini baginya sangat penting disampaikan karena melihat kenyataan yang terjadi di Indonesia, ada media penyiaran yang digunakan sebagai alat provokasi oleh kelompok-kelompok tertentu yang dapat menimbulkan kerusuhan akibat dari sentimen agama yang berlebihan. "Untuk itu program yang bersifat agama dijaga dengan materi-materi yang sejuk jangan yang menimbulkan keresahan, sebab tugas kita semua untuk menjaga kerukunan di tanah Papua" ujarnya.

Pendeta yang juga ketua Gereja Bethel Indonesia (GBI) Wilayah Jayapura serta Sekretaris Persekutuan Gereja - gereja di Indonesia (PGI) Wilayah Papua ini menyatakan bahwa radio dan televisi menjadi bentuk lain dalam menyampaikan kabar baik yang efektif selain pertemuan peribadatan. Ia juga memberikan sebuah apresiasi positif terhadap GIdI yang telah melakukan langkah maju dalam menyampaikan kabar baik.

Selain Radio Suara Kasih, telah ada radio komunitas milik jemaat yang mengudara seperti, Suara Nusa Bahagia, Rock FM Jayapura dan beberapa radio lainnya.

Pengaruh Televisi Kabel
Disamping evaluasi terhadap lembaga penyiaran, dibahas pula tentang permasalahan ruwetnya pengaturan TV kabel yang ada di Papua khususnya di Jayapura, mengomentari masalah TV kabel, Pdt Wonmaly berujar TV kabel mempunyai masalah yang rentan terhadap pengaruh anak muda khususnya, dibanding tv yang menggunakan antena biasa "TV kabel dapat menyiarkan program TV yang berasal dari luar negeri, sehingga mempengaruhi gaya hidup anak - anak dan menjerumuskan ke hal-hal yang buruk".

Terkait hal ini menurut Ketua KPID Papua, Jack Sobuber, S.Kom sangat penting, sebab TV kabel mempunyai pengaruh buruk yang besar jika dibiarkan saja. Mengingat maraknya insiden menyangkut TV kabel 'illegal' yang dilaporkan warga kepadanya. "Ini terkait masalah moral dan etika, jika para pengusaha TV kabel 'ilegal' ini tidak mendaftarkan diri dan mengikuti aturan standar penyiaran yang ada, maka mereka tidak dapat mengontrol isi siaran dan dapat saja menyuguhkan siaran yang tidak sehat" ujarnya saat ditemui usai evaluasi.

Ia juga mengajak pengusaha tv kabel yang belum memiliki ijin agar dapat segera mengajukan ijin ke KPID Papua, namun jika masih bersikeras, KPID Papua bersama dengan kepolisian, telkom dan PLN akan menertibkan usaha tv kabel 'ilegal' tersebut. " sebab usaha yang belum memiliki ijin menggunakan fasilitas umum seperti tiang telepon dan tiang listrik dengan seenaknya dapat menggangu aliran" tandasnya.

Senada dengan Ketua KPID Papua, anggota KPI Pusat, Dr Iswandi menyatakan bahwa yang dilakukan KPID Papua sangatlah tepat karena melihat kondisi Papua yang masih dalam perkembangan teknologi dan informasi. Namun masa perkembangan itu tidak boleh dimanfaatkan secara sembarangan oleh individu tertentu untuk mencari untung, namun dimanfaatkan untuk kepentingan bersama masyarakat Papua.

Sumber: Tim PPGI