Paus Benediktus dan Najib Razak (Reuters.com) |
Vatikan, dalam pernyataan resmi menyatakan hubungan kedua negara mengalami perkembangan positif. Ada sejumlah kesepakatan yang dicapai guna mengimplementasikan penguatan hubungan kedua negara. Salah satunya melalui dialog budaya dan agama untuk mempromosikan perdamaian dan keadailan.
"Kedua belah pihak menjalani pembicaraan positif dan penuh keterbukaan," demikian pernyataan resmi Vatikan seperti dilansir dari AFP, Selasa (19/07/2011). Vatikan mengumumkan perjanjian itu, setelah Paus Benediktus XVI bertemu dengan perdana menteri Malaysia yang berlangsung di kediaman musim panas Paus di Castelgandolfo, Bukit Alban, sebelah selatan Roma.
Pertemuan itu merupakan yang kedua, semenjak pertemuan pertama tahun 2002 lalu terkait pembahasan isu hubungan Kristen-Muslim. Perkembangan positif ini tentu disambut baik umat minoritas Malaysia.
Sebab kelompok itu kerap kali mendapatkan perlakuan diskriminasi pemerintah Malaysia. Vatikan dari berbagai pernyataan resmi meminta Malaysia untuk tidak menerapkan kebijakan diskriminatif terhadap minoritas.
PM Malaysia Najib mengatakan peresmian hubungan diplomatik dengan Vatikan merupakan usaha Malaysia untuk mempromosikan persahabat antar negara guna menumbuhkan harmoni. Menurut dia, dunia sekarang ini tengah berada dipersimpangan antara irasionalitas dan perpecahan dan kondisi itu jelas merugikan.
"Irasionalitas dan perpecahan merupakan kondisi yang perlu mendapat perhatian. Bila dibiarkan dapat dipastikan kami sulit untuk mendapatkan stabilitas dan kemakmuran," papar Najib dalam pernyataan resmi yang dipublikasikan Kantor Berita Malaysia, Bernama.
Pejabat Malaysia yang enggan disebut namanya membocorkan kebijakan yang ditempuh pemerintah Malaysia memicu kritik keras dari kalangan oposisi Malaysia, PAS. Namun, dia tidak menyebutkan apakah peresmian hubungan diplomatik kedua negara akan menjadi senjata oposisi untuk menekan pemerintah.
Sebelumnya, surat kabar Gereja Katolik Roma di Malaysia terlibat perseteruan dengan pemerintah Malaysia atas penggunaan kata "Allah" sebagai terjemahan bahasa melayu untuk Allah. Pengadilan negara, Desember 2009 lalu memutuskan kalangan non Muslim diberikan hak untuk menggunakan kata "Allah".
Putusan itu segera memicu kemarahan kalangan Muslim Malaysia yang selanjutnya menyebabkan insiden pembakaran dan vandalisme terhadap Gereja. Kekisruhan diperparah ketika kalangan minoritas menghendaki Malaysia mengakui Kristen, Kong hu Chu dan Hindu menjadi agama resmi negara.
Pemerintah Malaysia mencoba meredakan situasi itu melalui rangkaian pertemua dengan pemimpin Gereja Malaysia. Namun, tidak diketahui apakah kedua insiden menjadi bahan pertimbangan Malaysia untuk meresmikan hubungan diplomatik.
Pasalnya, kedua insiden itu cukup memberikan dampak besar terhadap toleransi beragama di Malaysia. Belum lagi, kekisruhan lain yang disebabkan adanya benturan antar etnis yang hingga kini belum terselesaikan.(Republika/Reuters)