Tuesday 19 July 2011

Tuesday, July 19, 2011
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Sekolah Menengah Atas Kristen (SMAK) Dago, Lahan Perebutan Yayasan Badan Perguruan Sekolah Menengah Kristen Jawa Barat dan Perkumpulan Lyceum Kristen (PLK) Sejak 1980an.
BANDUNG (JABAR) - Berada di kawasan yang telah jadi ikon Kota Bandung, lahan SMAK Dago seluas 19.640 meter persegi memang menggiurkan. Tiga puluh tahun lebih bersengketa, tak membuat Yayasan Badan Perguruan Sekolah Menengah Atas Kristen (YBP SMAK) Jawa Barat dan Perkumpulan Lyceum Kristen (PLK) saling mengklaim lahan tersebut lelah.

Malah mereka pun berani unjuk kekuatan Senin (18/07/2011) sore, yang melibatkan setidaknya 150 orang terjadi di halaman SMAK hingga ke Jalan Djuanda, dan menutupi jalan utama selama dua jam. Perang batu disertai pembakaran sebuah mobil membuat suasana di lokasi perbelanjaan itu mencekam.

Berdasarkan keterangan yang dihimpun dari lokasi, insiden diawali pendudukan Sekolah Menengah Atas Kristen (SMAK) Dago oleh sekitar 100 orang yang mengaku mendapat kuasa dari pengacara mewakili Perkumpulan Lyceum Kristen (PLK). Mereka bersengketa dengan massa Yayasan Perguruan Sekolah Menengah Kristen Jawa Barat, pengelola SMAK Dago.

Massa PLK datang pukul 15.30, membentangkan spanduk, dan mendirikan papan pengumuman mengenai hak kepemilikan gedung yang disengketakan itu. Tidak lama kemudian datang lagi massa sekitar 50 orang dari pihak yayasan. Mereka mengusir massa sebelumnya, mencabuti spanduk dan papan pengumuman.

Massa sempat lari meninggalkan SMAK Dago, tetapi 10 menit kemudian balik menyerang. Dari seberang pagar, mereka melemparkan batu ke arah orang yang berjaga di halaman sekolah dan memaksa mereka berlindung ke dalam gedung. Massa dari PLK langsung mengejar ke dalam dan sebagian berjaga di Jalan Djuanda. Sebuah mobil yang diparkir di halaman sekolah pun dibakar massa. Dua orang terluka di kepala.

Kondisi ini berlangsung hingga pukul 17.30. Setelah bernegosiasi dengan Kapolrestabes Bandung Komisaris Besar Jaya Subrianto, massa membubarkan diri. ”Kami tak memahami pangkal masalah sehingga lamban mengantisipasinya,” ujar Jaya. Dia belum memutuskan soal kegiatan belajar-mengajar pada Selasa (19/07/2011).

Koordinator massa PLK, Bastian Wangge, menjelaskan hanya mendapat kuasa menduduki dan tidak mengganggu proses belajar-mengajar di SMA Dago. ”Kalau ada siswa yang datang bersekolah, silakan saja,” katanya.

Asal Usul Sengketa
Sengketa soal kepemilikan lahan Sekolah Menengah Atas Kristen (SMAK) Dago sudah mulai terjadi sejak awal 1980-an. Kedua kubu yaitu Yayasan Badan Perguruan Sekolah Menengah Atas Kristen (YBP SMAK) Jawa Barat dan Perkumpulan Lyceum Kristen (PLK) saling mengklaim lahan tersebut.

Sebelum menjadi SMAK Dago, pada jaman Belanda tepatnya 1927 sekolah itu bernama Het Christelijk Lyceum (HCL). Konon mama Lyceum konon diambil dari nama sekolah yang didirikan Aristoteles di Athena tahun 335 SM.

Dari literatur yang diperoleh dari internet, HCL menempati Vila Keluarga Tan yang dibangun pada 1910. Lalu pada 1939 dibangun ulang oleh arsitek Belanda J.S Duyvis, arsitek yang sama membangun SMP 7 di Jalan Ambon. Kemudian pada 1941, bangunan sekolah diperluas ke SMA 1 oleh A.W Gmelig Meijling.

Lalu pada Tahun 1958, terjadi nasionalisasi aset HCL yang kemudian dibagi ke beberapa sekolah yaitu SMAK Dago, SMAN 1, SMA Nasional, dan SMA Pembangunan. Saat nasionalisasi aset, SMAK Dago dikelola oleh Yayasan Badan Perguruan Sekolah Menengah Kristen Jawa Barat.

SMAK Dago atau Lyceum Dago mencapai puncak kejayaannya pada 1960-1970- an. Di mana Presiden ke 3 BJ Habibie merupakan lulusan SMAK Dago.

Lalu konflik internal mulai terjadi pada saat Perkumpulan Lyceum Kristen (PLK), yang di dalamnya terdapat nama Anwar Suriadjaja dan Siti Hardiyanti Rukmana, mengklaim sebagai penerus HCL menggugat kepemilikan lahan. Lalu pada 1990-an muncul wacana akan dibangun sekolah terpadu oleh Anwar Suriadjaja dan mal serta hotel oleh Keluarga Cendana.

Kini kedua kubu saling mengklaim lahan yang letaknya sangat strategis tersebut. Kapolrestabes Bandung Kombes Pol Jaya Subriyanto menegaskan sengketa ini dalam status quo. (Detik/Kompas)