Sunday 7 August 2011

Sunday, August 07, 2011
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Kelompok Pemuda Kristen di Indonesia Seriusi Kasus Pembakaran Tiga Gereja di Riau dan Berbagai Masalah di Indonesia. JAKARTA – Ketua Umum DPP (GAMKI), Michael Wattimena, menyatakan, pihaknya akan membahas secara serius mengenai kasus pembakaran tiga gereja yang terjadi di Riau, belum lama ini ”Hal ini akan kami bahas dulu secara bersama-sama di DPP, ”ujarnya meyakinkan.

Beberapa pengurus DPP GAMKI juga menyatakan keprihatinannya atas pembakaran tempat ibadah, dan konflik berlatar belakang SARA yang sering terjadi di tanah air, terutama yang terjadi di Riau belum lama ini.

Ketua DPC GAMKI Manado, James Karinda SH MH, menyatakan, pihaknya meminta pemerintah melakukan langkah-langkah kongkrit dengan mengungkap siapa dalang, dan pelaku pembakaran gereja tersebut.

”Kami akan terus berkoordinasi dengan DPP GAMKI, namun begitu sikap jelas GAMKI Manado atas pembakaran gereja di Riau adalah mengecam, dan meminta polisi tanggap dengan kejadian tersebut, ”ujarnya.

Media Jangan Terjebak
Sementara itu Ketua Presidium Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Stefanus Gusma, menilai kekristisan media membuat media rentan terseret arus isu. dan menjadikan media arus utama terjebak untuk membicarakan Capres 2014 yang terkesan sengaja dihembus-hembuskan, sehingga perhatian pada masalah pokok bangsa diabaikan.

"Kita jangan terjebak dengan pemberitaan tentang calon presiden (Capres) 2014 di media. Yang dibutuhkan saat ini adalah perubahan seluruh tatanan bangsa yang radikal dan tidak bisa ditunda lagi," katanya, hari ini.Ia pun mengatakan bahwa media saat ini mulai terseret arus pengalihan isu tersebut. Menurutnya banyak hal lebih penting dari sekadar membahas Sri Mulyani yang notabene saat ini sedang dicitrakan dan ditokohkan, meskipun banyak dugaan negatif melekat pada dirinya, terutama terkait permainan sindikat 'neolib' di Indonesia.

Stefanus lalu menunjuk pada semakin kurang sensitifnya rezim penguasa sekarang atas beberapa persoalan krusial bangsa saat ini.

"Seperti kasus kekerasan di Tanah Papua, kasus pengibaran bendera Malaysia di daerah perbatasan Kalimantan Barat, pembakaran bendera kita di perbatasan Papua Timur, pembakaran gereja-gereja di Riau, melambungnya harga-harga kebutuhan pokok menjelang Lebaran," ungkapnya.

Selain itu, ia juga mempersoalkan pemberian hukuman terlalu ringan kepada pelaku kasus pembunuhan di Cikeusik, pemblokiran sekolah Yayasan Pioner di Batam karena unsur SARA, protes petani soal impor garam, kemiskinan yang makin akut di mana-mana, hingga ketidakadilan soal tanah.

"Di tataran elite, pemberantasan korupsi, mafia kasus, mafia pajak, mafia Pemilu dan megaskandal Bank Century masih sekadar wacana, karena tak pernah kunjung selesai dengan alasan yang selalu dibuat-buat," tuturnya.

Karena itu, ujar Stefanus Gusma, yang dibutuhkan sekarang ialah membangun semangat dan kesadaran masyarakat lewat pengungkapkan fakta-fakta kehancuran bangsa.

"Sehingga rakyat semakin kritis, dan ikut bersama dalam upaya perbaikan serta perubahan yang benar-benar dalam kendali rakyat, bukan oleh antek 'Neolib' atau mereka yang menjadi agen kepentingan kapitalis asing," tandas Stefanus Gusma.
(Berita Manado/Waspada)