Friday 12 August 2011

Friday, August 12, 2011
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Tokoh Agama di Maluku Diminta Sosialisasi Ancaman Perdagangan Perempuan.
AMBON (MALUKU) - Para tokoh agama di Maluku diminta melakukan sosialisasi ancaman perdagangan perempuan sehubungan rekrutmen Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ilegal telah merambah daerah ini. kata Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi setempat, Jeremias Uweubun, di Ambon, Rabu (10/08/2011).

"Saya telah menyurati para tokoh agama sejak 1 Juli 2011 agar mereka menyadarkan masing - masing umatnya sehingga tidak tergiur rekrutmen menjadi TKI secara ilegal," ujarnya.

Ia menyatakan suratnya itu ditujukan kepada Badan Pekerja Harian (BPH) Sinode Gereja Protestan Maluku (GPM), Keuskupan Amboina, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Maluku dan Perwalian Umat Budha Indonesia (WALUBI) di Maluku.

Menurut Uweubun, para pimpinan agama merupakan garda terdepan dalam membina masing - masing umatnya sehingga dinilai efektif melakukan pendekatan persuasif.

Sosialisasi itu, katanya, bisa dilakukan para tokoh agama melalui ceramah atau siraman rohani dan warta jemaat di rumah ibadah.

"Kami tidak menginginkan saudara perempuan dari Maluku menjadi TKI ilegal, baik yang direkrut di daerah ini maupun Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) di luar daerah, terutama Jakarta," katanya.

Dia mencontohkan enam dari tujuh korban perdagangan perempuan yang telah kembali ke Ambon pada 22 Juni 2011. Ketujuh korban itu, Laura, Yosani Hayoto dan Ikeyana Uburuarin masing - masing berusia 16 tahun, Linda Rahawarin dan Eba Rahayaan (24), Sinta Domakubun (19) serta Mei Sakeus(15), awalnya dijanjikan bekerja di super market di Jakarta, tapi setibanya di sana mereka justru disiapkan untuk berangkat ke Malaysia dan Singapura.

Mereka melarikan diri dari penampungan di Pangkalan Jati karena menilai pekerjaan yang dijanjikan tidak sesuai kesepakatan saat direkrut di Ambon.

Para korban saat diberangkatkan dari Ambon pun tidak dilengkapi Kartu Tanda Penduduk (KTP), pakaian dan perlengkapan lain, sehingga tinggal di penampungan dengan kondisi memprihatinkan.

Uweubun juga mengungkapkan bahwa pada 2009 Dinas Nakertrans Maluku Tengah tanpa berkoordinasikan dengan Dinas Nakertrans Maluku mengirimkan TKI ke Timur Tengah untuk menjadi Pembantu Rumah Tangga (PRT), sehingga jumlah maupun perkembangan mereka di kawasan itu sulit terpantau.(Antara)