Friday, 2 September 2011

Friday, September 02, 2011
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Badan Pendidikan Kristen (BPK) Penabur, Afiliasi Gereja Kristen Indonesia (GKI) diantara Keilmuan dan Keuntungan. JAKARTA - Sekolah yang memadu nilai-nilai agama dalam kurikulum pendidikan jelas bukan dilakukan oleh yayasan pendidikan agama tertentu.

Yayasan-yayasan sosial Katolik dan Kristen, misalnya, malah lebih dulu membuka sekolah-sekolah dengan campuran kurikulum ilmu pengetahuan dan pengajaran agama yang sama banyaknya.

Salah satunya adalah Badan Pendidikan Kristen (BPK) Penabur, yang berdiri awal 1950-an dan berafiliasi dengan Gereja Kristen Indonesia.

Pada awalnya, BPK Penabur menawarkan pendidikan terbatas pada kelompok minoritas etnis Cina yang beragama Kristen, namun tahun 1967 membuka pintu untuk etnis lain walau tetap didasarkan pada pendidikan Kristen.

Kini di wilayah Jabodetabek, BPK Penabur sudah memiliki 62 sekolah dengan sekitar 26.500 murid.

Menurut Ketua BPK Penabur, Robert Robianto, konsep pendidikan karakter berbasis Kristen yang dikembangkan secara konsisten itu mendapat tempat di hati orang tua murid.

"Faktanya jumlah murid kami berkembang, jumlah sekolah bertambah banyak. Mungkin itu sebagai simbol bahwa apa yang kami lakukan diterima oleh pasar karena pasar kami berbeda dengan sekolah negeri atau sekolah Islam walau mungkin dengan sekolah Katolik masih bersinggungan."

Dan pendidikan berbasis Kristen, tutur Robert, masih didukung pula dengan prestasi akademik.

"Ditambah prestasi akademik yang kerap memenangkan olimpiade sains," jelas Robert Robianto.

Sejumlah siswa BPK Penabur memang mendapat gelar juara di beberapa olimpiade sains tingkat nasional maupun internasional, seperti medali emas di China Southeast Mathematical Olympiad 2011 dan perak pada Olimpiade Biology Internasional 2011.

"Kita fokuskan tidak satu aspek saja, whole academic, baik akademik maupun karakter termasuk juga keimananya kepada Tuhan."

Agama mayoritas
Agaknya elemen pendidikan agama di BPK Penabur memang menjadi daya tarik bagi para orang tua murid.

"Latar belakang keluarga kami kan Kristen dan tanpa dasar pendidikan Kristen maka bisa tidak terarah perkembangan imannya padahal bisa jadi benteng terhadap hal buruk dalam pergaulan," kata Vidia, salah satu orang tua BPK Penabur Jakarta.

Bagaimanapun pengamat pendidikan, Darmaningtiyas, berpendapat ada alasan lain dari sejumlah orang tua ketika mengirim anaknya ke sekolah swasta berbasis agama dan bukan ke sekolah umum negeri.

Alasan itu adalah kekhawatiran bahwa sekolah-sekolah negeri justru malah dianggap tidak netral lagi dengan berdiri di atas semua kelompok agama sehingga umat agama minoritas merasa tidak tepat untuk mengirim anaknya ke sekolah negeri.

"Pasca reformasi, sekolah negeri yang seharusnya menjadi sekolah netral justru menjadi sangat agamis sehingga banyak orang yang memiliki perbedaan dengan agama mayoritas di sekolah itu lebih memilih untuk menyekolahkan putranya di sekolah swasta berbasis agama," kata Darmaningtyas.

Kecenderungan yang juga dirasakan oleh Andreas Yewanggoe, Ketua Umum Persekutuan Gereja Indonesia.

"Akhir-akhir ini kecenderungan orang untuk berkumpul dengan kelompoknya sendiri begitu besar dan berbeda saat Bung Karno dan Orde Baru berkuasa karena kecenderungan itu belum terlalu tajam," kata

Kondisi ini membuat sekolah negeri menjadi pilihan terakhir bagi kelompok minoritas.

"Saya kira bisa dipahami jika kemudian orang akan kembali berkumpul dengan kelompoknya. Sekolah negeri harusnya memang lebih netral."

Kecenderungan pragmatisme
Sama seperti dengan yayasan-yayasan agama lainnya, yayasan pendidikan Kristen berdiri sebagai perpanjangan layanan gereja untuk menyebarkan ajaran Kristen melalui kegiatan sosial.

Bagaimanapun perkembangan zaman membuat ada yayasan sosial keagamaan yang terjebak dalam pragmatisme.

"Belakangan ada rumusan baru bahwa sekolah Kristen bukan hanya bertujuan untuk memanusiakan manusia tapi kecenderungan untuk memunculkan keuntungan. Kita juga melihat itu," tutur Andreas Yewanggoe.

"Menurut saya pengaruh dari kapitalisme atau neo kapitalisme masuk kemana-mana sekarang ini dan bukan hanya sekolah agama tapi juga pada sekolah-sekolah lain. Itu sangat meresahkan," tambahnya.

Kecenderungan yang menurut Andreas Yewanggoe bisa menyebabkan bahwa sekolah berkualitas hanya bisa diraih oleh kelompok menangah atas saja.

BPK Penabur sendiri menegaskan posisi mereka sebagai lembaga sosial yang tidak mencari keuntungan dan biaya pendidikan yang dikenakan kepada orang tua murid sepenuhnya untuk mengembangkan sekolah maupun membayar gaji para guru.

"Penerimaan kami hanya dari dua sumber, yaitu uang sekolah dan uang pangkal. Paling besar porsinya adalah pembayaran gaji untuk guru," tegas Robert Robianto.
Keringanan biaya

Dua sumber pemasukan yang disebut Robert Robianto itu pada dasarnya adalah satu sumber: orang tua murid, yang tidak keberatan menyediakan dana pendidikan puluhan juta.

SMA 1 BPK Penabur, misalnya, mematok biaya sekitar Rp40 juta untuk tahun pertama, yang mencakup uang pangkal dan uang sekolah selama setahun.

Namun Robert Robianto menegaskan bahwa tidak semua siswa BPK Penabur membayar uang pangkal maupun uang sekolah yang sama.

"Sekitar 11% dari seluruh siswa kami yang berjumlah 26.000 lebih itu mendapat keringanan dengan membayar lebih rendah dari biaya reguler. Kami juga membantu anak dari para guru yang mengajar di sekolah ini."

"Di kota luar Jakarta ada juga sekolah kami yang masih mendapat bantuan dari gereja," kata Robert Robianto untuk membantah kekhawatiran jika BPK Penabur sudah menjadi lembaga pendidikan yang sepenuhnya meninggalkan aspek amalnya.

Bagaimanapun BPK Penabur sudah mempunyai cukup dana untuk terus berkembang dan tahun 2011 ini rencananya akan membuka tiga sekolah lagi.

Pengembangan yang jelas didasarkan pada keyakinan bahwa konsep keterpaduan ilmu pengetahuan dan agama Kristen masih akan menarik minta para orang tua di Indonesia.

"Kami akan mengikuti terus kebiasaan kami yaitu biasanya apabila ada perumahan baru dan pengembang menawarkan kepada kami untuk membuka sekolah maka kami akan melihat prospeknya. Jika bagus dan yang tinggal di sana adalah pasar kami, maka akan kami menjajaki untuk buka sekolah." (BBC)