Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Konyol, Pemkot Bekasi Wacanakan Pembangunan Berbagai Denominasi Gereja dalam Satu Atap.
BEKASI (JABAR) - Nampaknya usaha pemerintah kota Bekasi dalam menyelesaikan masalah pendirian gereja di wilayahnya mulai mengikuti jalan ngawur mirip walikota Bogor, Diani Budiarto, yang melarang gereja didirikan di jalan-jalan yang memiliki unsur Islam.
Plt. Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi, mengusulkan pembangunan gereja bersama dalam satu atap untuk umat Kristiani di Kota Bekasi.
Usulan itu dicanangkannya usai melantik formasi baru Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di Islamic Center Kota Bekasi, Rabu (14/09/2011).
Dilansir dari Republika, Rahmat mengatakan, rekomendasi pembangunan Gereja bersama itu masih bersifat wacana. Dalam hal ini Pemerintah Kota (Pemkot) akan meminta persetujuan dari FKUB untuk itu. Jika FKUB menyetujui, usulan itu akan diteruskan ke DPRD. "Pemkot Bekasi akan membantu mengawasi, serta mengeksekusi bila terjadi pelanggaran dari kegiatan keagamaan di Gereja bersama," kata Rahmat.
Rahmat menjelaskan, secara konsep, masing-masing kelompok jemaat akan beribadah di dalam gereja bersama yang terdiri dari beberapa lantai. Misalnya, lantai satu untuk jemaat Katolik, lantai dua untuk jemaat Protestan, dan seterusnya.
Rahmat berkilah, salah satu hal yang menjadi pemicu konflik antara agama di Bekasi adalah perizinan pembangunan rumah ibadah. Kondisi itu seperti yang terjadi beberapa waktu lalu pada jemaat Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) dengan salah satu organisasi masyarakat intoleran pada September 2010 lalu.
Hanya Sekedar Wacana?
Salah satu jemaat Gereja Arnoldus di Jalan Cut Meutia, Bekasi Timur, Yohanes Rinto, menilai konsep tersebut cukup baik. Asalkan, masyarakat bisa nyaman beribadah, serta damai, dan tenteram. "Secara teknis cukup baik," ujarnya.
Yang menjadi persoalan, tambah Yohanes, "Masing-masing jemaat mempunyai ritual yang berbeda. Dalam hal ini Pemkot harus meninjau dari beberapa aspek sebelum menerapkan pembangunan gereja bersama".
Hal ini secara tidak langsung menggambarkan betapa 'tidak tahunya' pemerintah kota terhadap keragaman umat beragama yang dipimpinnya. Menyeragamkan agama sesuai dengan apa yang ia anut walaupun berlawanan dengan keyakinan agama lain, Kini yang menjadi pertanyaan apakah usul ini akan menjadi kenyataan, ataukan sekedar omong kosong?. (Republika/Tim PPGI)