Monday 12 September 2011

Monday, September 12, 2011
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Lembaga Gereja, Kemanusiaan dan Perdamaian Serukan 'Pesan Damai untuk Maluku'.
JAKARTA - Sejumlah perwakilan lembaga seperti ANBTI (Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal ), Setara Institute, PGI (Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia), KWI (Konferensi Waligereja Indonesia), JIRA (Jaringan Indonesia Raya), GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia), KontraS (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan), ITP (Institut Titian Perdamaian), YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia), Kampak Papua ( Komunitas Masyarakat Adat Papua Anti Korupsi), AJI (Aliansi Jurnalis Indonesia), MDW (Mollucas Democratization Watch) dan LAIM (Lembaga antar Iman di Maluku), pada Senin (12/09/2011) menggelar jumpa pers terkait kericuhan yang dapat menjadi pemicu lahirnya konflik di Maluku.

Bertempat di Kantor KontraS, Jakarta, lembaga-lembaga tersebut memberikan sebuah 'Pesan Damai untuk Maluku' dengan menyayangkan terjadinya peristiwa bentrokan di Ambon, Maluku, 11 September 2011 lalu.

Menurut sumber Tim PPGI, peristiwa tersebut dipicu akibat meninggalnya seorang tukang ojek beragama Muslim pada kecelakaan tunggal di Gunung Nona, sebuah tempat yang mayoritas Kristen. Ketidak jelas proses hukum, menjadikan pemicu ketidakpuasan warga Muslim terhadap aparat kepolisian dan melalui sms-sms provokatif, menyudutkan warga Kristen sebagai 'pelaku pembunuhan', lahirlah kecurigaan berlebih terhadap umat Kristen.

Alhasil ketidak puasan warga Muslim tersebut ditunjukkan dengan melakukan aksi kekerasan dan penyerangan ke wilayah perbatasan lingkungan Islam-Kristen di Waringin - Talake yang diawali pada Mangga Dua hingga meluas ke beberapa tempat di Tugu Trikora dan Pohon Puleh.

Ditegaskan oleh perwakilan lembaga-lembaga tersebut bahwa peristiwa ini tak lepas dari lemahnya fungsi intelejen kepolisian untuk mengantisipasi terjadinya konflik serta kelalaian untuk menyelesaikan persoalan masyarakat. Selain itu, informasi yang beredar dengan cepat menjadi ruang provokasi yang meresahkan masyarakat.

“Meski demikian, kami mendapatkan informasi bahwa pagi ini situasi telah terkendali. Hal ini tentu tak lepas dari upaya masif yang dilakukan oleh masyarakat akar rumput yang menyadari pentingnya membangun kebersamaan dan persaudaraan sehingga tidak terprovokasi oleh pemicu peristiwa,” tulis pernyataan pers pada situs KontraS.org .

Selain itu, aspirasi dari masyarakat sipil dan upaya-upaya lintas agama untuk meredam konflik tidak meluas perlu mendapat dukungan. Sebab hal ini sangat penting bagi upaya menciptakan kondisi Ambon yang tetap tenang dan memberikan rasa aman kepada semuanya. “Dalam hal ini kami memberikan aspresiasi kepada masyarakat Ambon yang dengan dewasa mampu mencari solusi yang terbaik dengan tetap menyelesaikan permasalahan itu dengan dialog.”

Diharapkan, peristiwa konflik yang terjadi di Maluku pada 1999 lalu tidak terulang dan menjadi pembelajaran bagi semua pihak. Oleh sebab itu, dihimbau kepada semua pihak untuk dapat menahan diri dan tidak terprovokasi isu-isu yang belum tentu jelas kebenarannya. Dan mendukung dikuatkannya nilai Pela Gandong sebagai nilai kebersamaan rakyat Maluku tanpa membedakan agama. Nilai-nilai ini yang semestinya menjadi perekat kebersamaan rakyat Maluku.

Kepada aparat keamanan, khususnya kepolisian, diminta untuk bersikap netral dan tidak memihak. Aparat keamanan harus bertindak profesional dan transparan dalam menjaga keamanan termasuk mengefektifkan peran intelejen untuk mendorong proses penegakan hukum.

Demikian pula Pemerintah Daerah diminta mengefektifkan perannya mengistruksikan semua institusi untuk menyelesaikan akar persoalan dan mendorong upaya-upaya rekonsiliasi yang transparan. “Kami juga meminta media untuk mendukung terwujudnya jurnalisme damai yang mendorong proses perdamaian dan persaudaraan. Kami percaya, upaya bersama mendorong kebersamaan dan perdamaian tanpa kekerasan adalah impian semua pihak untuk Maluku yang damai.” (Tim PPGI)