Friday 9 September 2011

Friday, September 09, 2011
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Opera Batak 'Dan Gelap pun Berganti Terang' Angkat Isu Gereja Dijadikan Tempat Berpolitik.
JAKARTA - Pagelaran theater musikal Opera Batak yang akan digelar di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat, 12 Oktober 2011, akan mengangkat isu gereja dijadikan tempat untuk mengeluarkan aspirasi politik. Sebagai pencetus ide dan ketua pelaksana Opera Batak, Rio Silaen siap dikecam jika memang terjadi kontroversi.

"Kita melakukan yang benar aja susah, selama masih ada yang mendukung. Yang menentang pasti ada," ujar Rio Silaen, di Cafe Lada Putih, bilangan Terogong, Kamis (07/09/2011).

Selain mengangkat isu politik di gereja, Opera Batak berjudul 'Dan Gelap pun Berganti Terang' juga akan mengangkat realita kehidupan kebudayaan Batak. Salah satu realita yang akan diangkat adalah emansipasi wanita Batak terhadap hak waris kekayaan.

"Kita juga mau angkat masalah emansipasi wanita di kebudayaan Batak. Biasanya kan kalau wanita di Batak nggak dapat hak waris, bahkan nggak dianggap, soalnya dipikirnya nanti kan yang cewek ikut keluarga suaminya," jelas Rio Silaen.

Opera Batak yang kedua kali ini masih mengangkat kisah Tagor (Paulus) yang merantau ke Jakarta. Rencananya Opera Batak (Dan Gelap pun Berganti Terang) akan tampil saat ulang tahun yang ke 150 Huria Kristen Batak Protestan (HKBP).

Paduan dan Pencerahan

Ketua Panitia Pementasan teater musikal opera Batak, Martin Hutabarat, SH menyatakan pementasan teater musikal opera Batak karya Rio Silaen ini merupakan perpaduaan nyanyian, drama dan tarian tradisional yang dikemas menjadi satu, sekaligus memberikan pencerahan tentang gerakan pembebasan dari kemiskinan, ketertinggalan, perpecahan, pembodohan, dan ketertinggalan.

”Saya bangga, putra-putri Batak telah memperlihatkan sesuatu yang bermanfaat, untuk mencintai dan membangkitkan budaya Batak yang kian pudar oleh modernisasi. Dan Yang paling membahagiakan, momen jubelium 150 taon HKBP ini, dipertegas melalui teater musikal opera Batak ini sebagai benteng dalam pelestarian adat budaya batak, ” ujar Rabu (07/09/2011) di Jakarta.

Menurut Martin, Ingwer Ludwig Nommensen bukan hanya sebagai pendiri gereja terbesar di tengah-tengah suku bangsa Batak, tapi kehadiran tokoh pekabar injil dari Jerman, sekaligus sebagai Ephoru HKBP pertama itu telah membebaskan suku bangsa Batak dari buta huruf, kebodohon dengan cara memberikan pendidikan dengan membuka sekolah penginjil serta memperbaiki cara pertanian, dan peternakan. ” Tanpa kehadiran Nommensen, saya pikir, orang Batak tidak akan maju seperti sekarang,” tandasnya.

Sebagai bukti, Martin memaparkan bahwa selama ini HKBP yang memiliki jemaat paling banyak, telah mampu melahirkan pemimpin-pemimpin di daerah atau pusat.

Martin begitu optimis pagelaran teater musikal opera Batak yang disutradarai Rio Silaen dan didukung puluhan seniman serta beberapa musisi seperti Hakim Tobing, Tika Panggabean, Judica Sihotang, Ren Tobing, Franky Sihombing, Joy Tobing, Christine Panjaitan, JF Low, dan Olivia Tobing.” Ini sebuah persembahan aspirasi budaya dari anak bangsa, “tandasnya. (Tribunnews/BeritaSore)