Tuesday 18 October 2011

Tuesday, October 18, 2011
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Gereja Kristen Indonesia (GKI) Taman Yasmin Buktikan Diskriminasi dan Ketidakadilan kepada Minoritas di Indonesia.
JAKARTA - Seorang wakil dari Dewan Gereja-gereja Dunia (World Council of Churches Central Committee), yakni Rev Walter Altman, Selasa (11/10/2011), mengunjungi lokasi Gereja Kristen Indonesia (GKI) Taman Yasmin yang sampai hari ini masih disegel Wali Kota Bogor Diani Budiarto, meski sudah ada putusan Mahkamah Agung (MA) yang menyatakan penyegelan itu tidak sah dan rekomendasi dari Ombudsman RI agar segel itu dibuka.

Di tempat itu, dalam kawalan sekitar dua kompi polisi dan polisi pamong praja, Walter berdoa singkat dan mengatakan dia datang dalam damai, dan sebagai teman yang prihatin atas perlakuan yang dialami jemaat GKI Yasmin.

Dia mengatakan, seharusnya Pemkot Bogor dan Pemerintah RI menegakkan putusan MA. Pada kesempatan itu Walter mengatakan, WCC berjuang untuk kebebasan beragama dunia, bukan hanya untuk orang Kristen, melainkan untuk kebebasan beragama di dunia, termasuk muslim.

Dari kejadian demi kejadian di seputar GKI Yasmin tersebut, yang sudah menjadi perhatian masyarakat dunia, ada sejumlah catatan yang dapat kita berikan.

Pertama, semakin terbuka mata dunia bahwa persekusi, aniaya, dan diskriminasi terhadap umat beragama yang jumlah pengikutnya lebih sedikit (di tingkat lokal maupun nasional) berlangsung di Indonesia secara terbuka.

Kedua
, dunia juga melihat bahwa Pemerintah Indonesia (dalam hal ini diwakili Pemkot Bogor yang dipimpin Diani) sama sekali tidak peduli apalagi mau menghormati keputusan MA yang merupakan institusi peradilan tertinggi di Indonesia, yang seharusnya putusan-putusannya ditegakkan pemerintah sendiri.

Ketiga, semakin jelas bahwa pemerintah tidak mampu bersikap adil dan melindungi warga negaranya sendiri. Dengan demikian, semakin jelas pula bahwa pemerintah, di bawah kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, melanggar dan tidak mampu menegakkan amanat konstitusi. Karena itu, apakah masih patut kita berharap terhadap pemimpin yang seperti itu?

Pertanyaan itu kita ajukan bukan karena kita ingin makar atau menggulingkan presiden yang saat ini masih terus sibuk menimbang-nimbang jadi atau tidak me-reshuffle kabinetnya, melainkan untuk mengingatkannya akan tugas dan tanggung jawabnya dalam melindungi segenap warganya.

Ini karena situasi serbatidak pasti pada hari ini, khususnya kegamangan di kalangan para aparat negara, merupakan cerminan sikap pemimpin nasionalnya. Kalau pemimpinnya konsisten dan persisten dalam upaya menegakkan hal-hal yang menjadi visi-misinya, para pejabat yang ada di tingkat lebih rendah juga akan menerapkan hal yang sama.

Dalam kaitan inilah kita patut melihat dan bercermin dengan apa yang saat ini tengah berlangsung di kawasan Timur Tengah, khususnya berbagai dampak negatif yang dialami kaum minoritas, pascatumbangnya berbagai rezim diktator dalam gelombang perubahan yang disebut sebagai “Arab Spring”.

Salah satu dampak buruk dari kekosongan kekuasaan di sejumlah negara Timur Tengah itu adalah penindasan terhadap kaum minoritas. Di Irak, sekitar 1,5 juta umat kristiani yang hidup di negara itu kini sudah pergi meninggalkan negeri mereka karena tidak tahan dianiaya. Sebagian lari ke Suriah, namun di negeri itu juga terjadi gejolak yang menyebabkan mereka pun merasa tidak aman.

Minggu (09/10/2011) lalu kita juga menyaksikan bentrokan antara pawai protes kaum Kristen Koptik (agama asli dan resmi di Mesir) dengan tentara, yang mengakibatkan 24 orang tewas (tentunya bukan dari pihak tentara yang bersenjata) dan ratusan luka-luka.

Pawai protes itu digelar karena kaum Kristen Koptik di Mesir tidak merasakan perlindungan dari pemerintah. Ratusan gereja mereka dibakar kaum muslim radikal, dan itu dibiarkan aparat keamanan dan hukum, mirip seperti di Indonesia.

Kini timbul kekhawatiran, haruskah 8,5-10 juta kaum Kristen Koptik di Mesir juga terusir dari negeri mereka karena tidak tahan dengan aniaya? Lalu negara mana yang bisa menampung orang sebanyak itu?

Situasi di negeri kita belumlah seburuk di Mesir, tetapi gejalanya mirip-mirip: pemerintahnya lemah sehingga kaum radikal bebas berbuat seenak udel mereka karena aparat keamanan gamang bertindak. Kalau kondisinya terus begitu dan dibiarkan berlanjut maka umur republik ini tidak akan lama lagi.

Kepada umat kristiani, dalam situasi seperti sekarang maka sudah sepatutnya mereka, bersama-sama komunitas lintas agama lainnya, makin aktif berinisiatif menggalang hal-hal yang menjadi kepedulian dan keprihatinan bersama, seperti memberantas kemiskinan dan korupsi, memelihara lingkungan hidup, dan lain-lain.

Ini karena politik identitas memang sengaja dikembangkan oleh mereka yang menentang pluralitas Indonesia, dan tujuan mereka sudah jelas adanya. (Sinar Harapan)