Saturday, 29 October 2011

Saturday, October 29, 2011
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Konyol, FPI Banten anggap Aksi Penutupan GPdI Cituis sebagai Bentuk 'Silahturahmi'.
SERANG (BANTEN) - Untuk mendapatkan pem-beritaan yang seimbang atas aksi penutupan GPDI Cituis, media Kristen, Reformata dan komisi hukum dari PGLII (Persekutuan Gereja-gereja dan Lembaga Injili Indonesia) Hasudungan Manurung menemui Ketua FPI Banten, Habib Muhammad Assegaf beberapa waktu lalu.

Dalam perbincangan Habib menjelaskan bagaimana latar belakang aksi penutupan pada 4 September lalu itu. Dia juga memprotes pemberitaan salah satu media yang dirasakan telah memprovokasi kemarahan dirinya dan kelompoknya.

“Tidak benar kalau kami mengintimidasi GPDI Cituis. Kami tidak melarang agama apa pun untuk beribadah. Kami hanya menyampaikan aspirasi rakyat. Kami ingin meredam kemarahan warga, atas kegiatan gereja tanpa ijin pemerintah yang jelas,” kata Habib.

Upaya penutupan terhadap GPDI Cituis ini terhitung yang kedua kalinya. Pdt. William Laoh, selaku gembala GPDI Cituis, mengakui bahwa sejak tahun lalu, tepatnya 23 November 2010, telah menerima surat dari Pemerintah Kabupaten Tangerang, Kecamatan Pakuhaji. Surat tersebut bersifat teguran dan pemberitahuan agar seluruh aktifitas gereja dihentikan, dengan alasan tidak memenuhi peraturan SKB 2 Menteri.

Kendati telah menerima surat teguran (23/11/2010), aktifitas ibadah di GPDI Cituis tetap dijalankan. William beranggapan surat teguran itu hanya sepihak, karena pihak Kelurahan dan RT, serta masyarakat tidak ada masalah dengan keberadaan GPDI Cituis.

Selain itu, William meyakini dia dan jemaat yang dipimpinnya punya hak yang sama dengan masyarakat lain untuk dapat beribadah sebagai umat beragama. Belum lagi sulitnya mendapatkan surat ijin, menjadi alasan lain untuk GPDI Cituis tetap melakukan kegiatan ibadah.

Sepuluh bulan berlalu, tepatnya pada 5 September 2011, pihak Pemerintah Kabupaten Tangerang, Kecamatan Pakuhaji, kembali mengeluarkan surat penghentian kegiatan kebaktian atas GPDI Cituis, menindaklanjuti aksi penutupan gereja oleh FPI, 4 September 2011.

Beraksi sesuai laporan
Berawal dari laporan salah satu anggota FPI yang dipimpin Habib Muhammad, yang menyebutkan kalau banyak warga tidak suka dengan kehadiran GPDI Cituis. “Mereka ingin mendirikan gereja dan melakukan kebaktian, tanpa ijin pemerintah,” ungkap Habib mengulang laporan anggotanya.

Berdasarkan pelaporan itu, maka Habib meminta bukti penolakan warga. Permintaan Habib diresponi, dan terkumpullah 40 tanda tangan warga yang dikoordinasi oleh Ustad Amung yang sebenarnya akrab dengan Pendeta William, aku Habib.

“Ini bukti kalau masyarakat tidak suka adanya kegiatan GPDI Cituis. Maka silaturahmi yang kami lakukan itu untuk meredam kemarahan masyarakat, yang mau macam-macam,” jelas Habib.

Saat diminta bukti tanda tangan tersebut, Habib menyatakan telah memberikannya ke pihak MUI, Kecamatan, dan Polsek.

Aksi penutupan yang diakui Habib sebagai silaturahmi itu, mampu menjadi pendorong dikeluarkannya surat penghentian kegiatan kebaktian atas GPDI Cituis dari Pemerintah Kabupaten Tangerang, Kecamatan Pakuhaji.

Surat tersebut dikeluarkan berdasarkan surat dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kecamatan Pakuhaji. Surat bernomor 01/MUI/Pkhj/2011, tanggal 4 September 2011 dan surat dari DPW FPI nomor 150/SB/DPW-FPI tanggal 15 Agustus 2011 itu merupakan pemberitahuan, serta pernyataan penolakan masyarakat Desa Suryabahari dan Desa Sukawali terhadap kegiatan kebaktian atau gereja di Perumahan BTN Cituis Indah.

“Pernyataan kalau kami ditolak oleh masyarakat Desa Suryabahari dan Desa Sukawali, diresponi terbalik, khusus oleh warga sini. Mereka mengaku tanda tangan yang diedarkan tanpa redaksi, mereka dijebak dan sudah disampaikan kepada pihak kepolisian,” urai Pdt. William.

Terkait apa yang disampaikan saksi soal nada ancaman saat dilakukan aksi penutupan, Habib Muhammad Assegaf menyatakan hal itu tidak benar. “Yang menyampaikan itu siapa orangnya? Tidak ada orasi, kami hanya ngobrol-ngobrol dan pulang,” tandas Habib.

Mengutip pernyataan Habib bahwa, “kami tidak ingin melarang agama apa pun untuk beribadah,” Reformata menyodorkan saran: bagaimana jika Habib dan FPI dapat memberi dukungan kepada GPDI Cituis untuk dapat beribadah?.

Habib hanya menjawab, “Kami tidak dapat memberi keputusan, masih ada yang lain MUI, Polsek, Kecamatan dan lainnya.”

Sementara itu, Simon Hantulaut, yang mengaku sebagai penanggung jawab keamanan daerah setempat dan berada di lokasi saat kejadian mengatakan: “Itu sama sekali bohong. Sudah selesai urusannya, kami sedang upayakan untuk dapat mempertemukan Habib dengan Pdt. William.

”Kondisi perumahan BTN Cituis sejak awal bahkan sampai hari ini sebenarnya selalu aman dan ramah dengan kehadiran GPDI Cituis,” tutur Simon.

Namun, lagi-lagi ada sekelompok orang yang tidak suka dan menyebar dukungan. Jika FPI dinilai, dipakai untuk menjalankan penolakan ini, Ketua DPD FPI Provinsi Banten, Habib Muhammad bersuara: “Tolong dibereskan administrasinya. Habib akan mendukung di belakang.”

Kini GPDI Cituis sedang mengupayakan memenuhi persyaratan SKB 2 Menteri, demi ijin yang harus diperoleh untuk dapat beribadah. “Kami akan tetap beribadah, apa pun risikonya. Kami sudah siap,” ungkap Pdt. William pasrah. (Reformata)