Friday, 21 October 2011

Friday, October 21, 2011
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Persekutuan Gereja-gereja Baptis Papua (PGBP) Nilai Pemerintah Indonesia Perlakukan Masyarakat Papua secara Tidak Manusiawi.
JAKARTA - Ketua Persekutuan Gereja-gereja Baptis Papua (PGBP) menilai masyarakat Papua tidak diperlakukan secara manusiawi oleh Pemerintah Indonesia sebab sudah dicap sebagai kelompok separatis dan biasa menerima tindak kekerasan.

"Kami diperlakukan seperti hewan di negara ini," ujar Pendeta Sofyan Yoman Socrates di kantor Komnas HAM, Jumat (21/10/2011).Aksi kekerasan yang diterima oleh rakyat Papua, oleh aparat negara, menurutnya sudah menjadi hal lazim terjadi di tanah Papua. Pemerintah, menurutnya selama ini selalu melekatkan stigma sparatis dan pemberontak kepada rakyat Papua. Hal itu menurutnya kerap kali dipakai oleh Pemerintah untuk melakukan kekerasan.

"Rakyat Papua perlu diajak bicara, jadi tidak bisa pake stigma sparatis, karena itu jadi surat ijin membantai umat Tuhan," katanya.

Perlakuan yang menyakitkan tersebut, jelas Socrates, menyebabkan rakyat Papua merasa bukanlah bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Terlebih lagi apabila menengok sejarah bergabungnya Papua kepada NKRI yang tak pernah melibatkan rakyat Papua.

"Mereka punya kesadaran dan tau sejarah dan budaya mereka. Sejarah integrasi ke Indonesia itu suatu sejarah yang dimanipulatif. Perjanjian Agustus 62, integrasia Papua ke Indonesia tanpa melibatkan rakyat Papua, hanya Indonesia, Belanda, dan PBB," katanya.

Untuk itu ia menilai penting Pemerintah harus melakukan dialog dengan seluruh elemen masyarakat Papua, untuk menyempurnakan proses integrasi Papua ke Indonesia, dan menyelesaikan persoalan lainnya di sana.

"Kami dorong dialog penting, untuk kesejahteraan Papua. Sejarah intregrasi bermasalah, harus banyak yang dibicarakan. Mari duduk bersama luruskan itu, dengan dialog penuh kehormatan. Persoalan Papua sudah kronis. Lebih fair dimediasi pihak ketiga. Semua orang dilibatkan OPM, para akademisi, semua dilibatkan, dan pimpinan gereja sebagai payung,nya kita akan menyampaikan suara kenabian, kami penyambung lidah umat," ucapnya.

Selain meminta untuk dilangsungkannya sebuah dialog, Pendeta Sofyan juga meminta kepada Presiden SBY, untuk menghentikan tindakan kekerasan terhadap masyarakat Papua.

"Pemerintah Idonesia, Presiden SBY harus hentikan kekerasan, kekerasan memicu kekerasan. Masalah tidak bisa diselesaikan dengan kekerasan," ujarnya.

Seperti diketahui, aparat gabungan dari polisi dibantu TNI menangkap lebih 300 orang yang mengikuti Kongres Rakyat Papua ke-III yang berlangsung di Lapangan Zakheus, Abepura, Jayapura, Papua, Rabu (19/10/2011). Lima orang telah dijadikan tersangka.

Para tersangka dikenakan pasal makar, karena penyelenggaraan Kongres Rakyat Papua ke-III itu diisi dengan pendeklarasian pembentukan negara Federasi Papua Barat, pengibarkan bendera Bintang Kejora, penetapan Forkorus sebagai presidennya dan Edison sebagai perdana menterinya. (Tribunnews/Tim PPGI)