Tuesday 11 October 2011

Tuesday, October 11, 2011
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Ribuan Umat Koptik Berkumpul di Katedral Abassaiya, Berduka Atas Korban Kerusuhan.
KAIRO (MESIR) -  Umat Kristen Koptik di Mesir berduka dengan tewasnya 25 orang dalam bentrokan yang terjadi ketika tentara Mesir membubarkan unjuk rasa, Minggu (90/10/2011). Lebih dari 300 orang terluka. Insiden ini adalah yang paling banyak memakan korban sejak tumbangnya mantan Presiden Hosni Mubarak.

Ribuan orang tampak menghadiri ibadah di Katedral Koptik Abassaiya di pusat kota Kairo untuk pemakaman 25 demonstran. Tayangan televisi menunjukkan sejumlah peti mati yang dibawa dalam prosesi dari rumah sakit Koptik di pusat kota Kairo, di mana otopsi dilakukan.

Peti mati tersebut masing-masing membawa nama korban dan bunga diatur dalam salib, berjajar di katedral untuk upacara pemakaman, sebelum dibawa keluar untuk dikuburkan. Ibadah itu turut dihadiri oleh pemimpin gereja Koptik sedunia, Paus Shenuda III.

Pemerintah pilih kasih
Kendaraan militer bersenjata merangsek ke kerumunan massa yang berkerumun di dekat stasiun televisi, Minggu malam. Tayangan video yang beredar di internet memperlihatkan sejumlah pengunjuk rasa bergelimpangan di jalan. Aktivis prodemokrasi mengaku melihat beberapa korban kemudian dilindas mobil tentara.

Jalan di sekitar stasiun televisi mulai dibersihkan dari bekas kekacauan pada Senin pagi. Namun, bangkai kendaraan yang remuk dan hangus terbakar berserak di sekitar Rumah Sakit Koptik, yang juga menjadi lokasi bentrokan.

Unjuk rasa dipicu kemarahan penganut Kristen Koptik atas penyerbuan terhadap sebuah gereja di Aswan, Mesir selatan. Namun, protes mereka langsung mendapat perlawanan tentara.

Ketegangan antara warga Muslim dan minoritas Kristen Koptik di Mesir telah berlangsung bertahun-tahun dan memburuk sejak berkobarnya revolusi anti-Mubarak. Tergulingnya Mubarak dari kursi presiden mengawali kebangkitan kaum Salafi dan kelompok Islam lainnya yang ditekan pemerintah pada era kekuasaan Mubarak.

Aktivis Muslim dan Kristen sama-sama melampiaskan kemarahan mereka atas insiden Minggu malam itu kepada tentara. Sebelumnya, militer yang berkuasa juga berada dalam tekanan karena gagal memberikan kerangka waktu yang pasti untuk menyerahkan kekuasaan pada kelompok sipil.

”Mengapa mereka tidak melakukan hal ini pada kelompok Salafi atau Ikhwanul Muslimin saat mereka menggelar unjuk rasa? Ini bukan negara saya lagi,” teriak Alfred Younan di depan RS Koptik, tempat sebagian besar korban disemayamkan.

Langkah mundur
Kekerasan ini membayangi pemilu parlemen pertama Mesir sejak tumbangnya Mesir, yang dijadwalkan pada 28 November.

”Bukannya maju untuk membangun negara modern yang berdasarkan demokrasi, kita malah melangkah mundur mencari keamanan dan stabilitas, khawatir adanya tangan tersembunyi, di dalam ataupun luar negeri, yang merintangi upaya bangsa Mesir menegakkan demokrasi,” kata Perdana Menteri Mesir Essam Sharaf di televisi negara.

”Kami tak akan menyerah menghadapi konspirasi licik ini, dan kami tak akan mundur,” ujar Sharaf sebelum memimpin pertemuan darurat kabinet untuk membahas insiden ini, Senin.

Penganut Kristen, yang berjumlah sekitar 10 persen dari 80 juta populasi Mesir, turun ke jalan untuk melampiaskan kemarahan kepada kelompok Islam yang mereka tuduh menyerang dan merusak sebuah gereja di Provinsi Aswan, pekan lalu. Mereka juga menuntut gubernur Aswan untuk mundur karena gagal melindungi bangunan tersebut.

Kementerian Kesehatan sebelumnya mengumumkan 24 orang tewas dan 272 orang lainnya terluka, termasuk 253 orang yang dibawa ke rumah sakit. Media pemerintah kemudian memberitakan korban tewas berjumlah 25 orang, sebagian besar adalah penganut Koptik.

Menteri Kehakiman Mohamed Abdel Aziz el-Guindy mengatakan, investigasi dan pengadilan kasus ini dilakukan oleh pengadilan militer. Dewan Agung Militer yang berkuasa berjanji bertindak tegas mengusut peristiwa itu. Harian pemerintah Al Ahram memberitakan, sejauh ini sudah 15 orang yang diperiksa dan puluhan lainnya ditahan.

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Uni Eropa dalam pertemuan di Luksemburg mengingatkan Mesir untuk menjunjung tinggi kebebasan beragama.

”Saya prihatin dan menyesalkan peristiwa ini. Penting bagi otoritas Mesir untuk menjunjung tinggi kebebasan beragama,” ujar Menlu Inggris William Hague. (Kompas/Tim PPGI)