Thursday, 10 November 2011

Thursday, November 10, 2011
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Komnas Perempuan, KWI, PGI, WKRI dan Aktifis Minta Penghapusan Kekerasan dan Pelanggaran HAM di Papua. JAKARTA - Komnas Perempuan bersama Sekretariat Gender & Pemberdayaan Perempuan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Departemen Perempuan & Anak Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), WKRI, dan aktivis lainnya menggelar konferensi pers terkait kasus kekerasan di Papua, yang berdampak pada perempuan dan anak.

komnasprempuan.or.id
Konferensi pers bertajuk, 'Pendekatan Keamanan di Papua Menyebabkan Kekerasan dan Pelanggaran HAM, Menghapus Rasa Aman dan Menghilangkan Rasa Percaya Masyarakat Terhadap Pemerintah' diadakan di kantor Komnas Perempuan di Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (09/11/2011).

Komnas Perempuan dan mitra-mitranya tersebut sangat menyesalkan terjadinya kekerasan terhadap masyarakat sipil, termasuk terhadap perempuan dan anak, yang meluas dan makin meningkat di Papua belakangan ini.

Sekretariat Gender dan Pemberdayaan Perempuan Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) Suster M. Anna secara tegas meminta kepada pemerintah Indonesia menjadikan anak Papua sebagai anak kandung yang selalu dikasihi oleh pemerintah selaku orangtuanya.

"Seharusnya anak Papua dijadikan anak kandung jangan dijadikan anak di luar anak kandung. Seharusnya jika pemerintah memiliki komitmen, maka sama ratakanlah hak mereka," kata Anna mengharapkan agar tindakan kekerasan terhadap anak-anak Papua dapat dihilangkan.

Situasi ekonomi, sosial budaya, politik dan keamanan Papua saat ini, lanjut para aktivis perempuan itu, membuat perempuan Papua rentan menjadi korban kekerasan, termasuk kekerasan seksual.

Mereka mengamati bahwa efektifitas inisiatif penanganan dan pencegahan kekerasan terhadap perempuan di Papua masih jauh dari harapan.

Kendala utamanya, kata mereka, termasuk masih kuatnya pendekatan keamanan; kapasitas aparat penegak hukum dan keamanan yang belum memadai; serta nilai-nilai budaya yang masih mensubordinasi perempuan.

Lebih jauh, lanjut mereka, berbagai bentuk kekerasan oleh aparat keamanan bertentangan dengan tugas Pemerintah untuk menjamin keamanan dan menyediakan perlindungan bagi masyarakat sipil, termasuk perempuan dan anak, sebagaimana dimandatkan oleh Konstitusi.

Mereka mendesak pemerintah memastikan bahwa perempuan Papua pemimpin di tingkat akar rumput hingga provinsi, dan dilibatkan dalam Dialog.

Masyarakat sipil, tambah mereka, termasuk komunitas adat dan agama-agama mendukung upaya setiap pihak dalam langkah-langkah menghapus kekerasan terhadap perempuan dan memenuhi HAM perempuan Papua korban kekerasan atas Kebenaran, Keadilan dan Pemulihan. (Cathnews Indonesia/Tim PPGI)