Sunday 20 November 2011

Sunday, November 20, 2011
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Memalukan! Banyak Tokoh Kristen Terpandang di Negeri Ini Terlibat Korupsi.
JAKARTA - Ada banyak orang Kristen yang sering dianggap sebagai tokoh panutan yang seharusnya dapat memberi contoh, namun sayangnya terlibat korupsi.

Sebut saja Walikota Manado dituduh memperkaya diri dengan memakai dana APBD 2006-2007 sebesar Rp 68,837 milliar. Dan Jefferson Rumajar Walikota Tomohon dituduh korupsi. 


Ada juga Raja Darius Lungguk Sitorus (DL Sitorus), pemilik perusahaan perkebunan PT Torganda. Kasus terbaru DL Sitorus, dituduh memanipulasi lahan milik Pemda DKI di daerah Cengkareng. KPK mengendus, setumbuk bukti, termasuk penyogokan hakim oleh pengacaranya. Tetapi, walau sudah dinyatakan bersalah oleh pengadilan, tetap saja dia seperti dipandang dermawan.

Salah seorang narasumber yang tidak mau ditulis namanya kepada Reformata mengatakan bahwa DL Sitorus dianggap orang mulia.

“Dia dianggap orang mulia. Misalkan saja, saat sidangnya, hampir selalu dipenuhi para simpatisan DL Sitorus. Begitu juga saat dia di balik jeruji besi, banyak gereja datang meminta-minta dana. Ke penjara pun berbondong-bondong datang untuk minta sumbangan, termasuk para pendeta juga ikut membuat proposal. Dan di penjara juga dia didoakan.”

Selain DL Sitorus, ada juga Jonny Allen Marbun. Salah satu pimpinan teras Partai Demokrat ini sampai sekarang belum diproses, padahal sudah lama diisukan terlibat korupsi.

Hotasi Nababan korupsi?

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Noor Rachmad mengatakan, tim penyidik Kejagung menilai terdapat indikasi pidana korupsi dalam perkara penyewaan pesawat Merpati yang melibatakan Hotasi Nababan. Pasalnya, ditemukan bukti adanya upaya melawan hukum, memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi, serta merugikan keuangan negara.

Apa yang terjadi sebenarnya? Kasus ini bermula pada tahun 2006 saat Merpati berencana menyewa dua pesawat Boeing 737 dari Thirstone Aircraft Leasing Group (TALG), perusahaan Amerika Serikat, senilai 1 juta dollar AS. Saat itu Direktur Utama Merpati dijabat oleh Hotasi Nababan, dan Direktur Keuangan oleh Guntur Aradea. Sesuai kontrak, TALG akan menyerahkan dua pesawat tersebut kepada Merpati pada awal 2007.

Nyatanya pesawat tidak juga dikirim, sementara uang sewa sudah dibayar oleh Merpati. Tim penyidik Kejagung menilai terdapat indikasi pidana korupsi dalam perkara ini. Pasalnya, ditemukan bukti adanya upaya melawan hukum, memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, serta merugikan keuangan negara.

Kesalahan Hotasi? Menurut penyidik ditemukan fakta penyewaan pesawat dilakukan tanpa meminta persetujuan pemegang saham. Selain itu, manajemen Merpati yang lama dinilai kurang prudent, karena tim penyidik menemukan bukti bahwa pesawat yang akan disewa Merpati ternyata telah disewakan terlebih dahulu ke pihak lain.

Sementara itu pihak Hotasi mengatakan, perkara ini seharusnya digolongkan sebagai perkara perdata, yakni wanprestasi oleh TALG yang tidak mampu memenuhi kontrak penyerahan pesawat kepada Merpati.

“Fakta hukum berupa putusan pengadilan Distrik Washington sangat penting, karena itu menunjukkan tidak ada upaya melawan hukum maupun kerugian negara dalam kasus Merpati.”

Pihak Merpati, kata Hotasi, sudah mengajukan gugatan hukum kepada pihak TALG melalui Pengadilan Distrik Washington DC Amerika Serikat. Hasilnya, Merpati dimenangkan, dan TALG wajib mengembalikan uang milik Merpati.

Sejauh ini TALG baru membayar ganti rugi sebesar 4.794 dollar AS. Karena itu, Hotasi Nababan meminta Kejaksaan Agung tidak mengesampingkan fakta hukum yang terkait dengan perkara ini, terutama putusan pengadilan Distrik Washington, Amerika Serikat.

“Pengadilan Distrik Washington menerima gugatan Merpati dan mewajibkan TALG sebagai penyewa pesawat mengembalikan uang milik Merpati. Upaya kami menggugat TALG menunjukkan tidak ada kongkalikong antara Merpati dan TALG. Ini murni persoalan wanprestasi. Dan bagi Merpati ini merupakan risiko bisnis,” kata Hotasi, Kamis (18/08/2011) di Jakarta.

“Jadi perkara ini tidak seharusnya dipidanakan. Polisi dan KPK sebelumnya juga menyatakan kasus ini murni perdata,” tegas Hotasi.

Sementara itu, Lawrence TP Siburian, penasihat hukum Hotasi, menyangkal ada upaya melawan hukum yang dilakukan Hotasi. Karena itu, Lawrence mendesak Kejaksaan Agung melakukan gelar perkara terhadap kasus penyewaan pesawat oleh PT. Merpati Nusantara Airlines. Hal itu diperlukan untuk menguji apakah kasus tersebut masuk ranah perdata atau pidana.

"Ini kan menyewa, jadi tidak diperlukan izin. Berdasarkan anggaran dasar perusahaan, sewa operasional pesawat tidak perlu meminta persetujuan pemegang saham. Baru Izin pemegang saham diperlukan kalau kita ingin membeli pesawat" ujar Lawrence.

Dituduh korupsi bukan berarti tidak ada yang simpati. Alumni ITB simpati atas tuduhan yang mendera Hotasi sebagai lulusan dari ITB. Bagi mereka, alumnus ITB ini melihat kasus Hotasi bukan kesalahannya. Simpati ini menggeliat dengan adanya milis untuknya “simpatihotasi”. “Perkara ini telah diperiksa berulang-kali oleh BPK, itu sejak April 2007. Sementara Bareskrim Polri belum menemukan fakta indikasi korupsi, hal ini dikeluarkan 2007.

Kejaksaan sendiri, September 2007, dalam hal ini Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAMPIDSUS) pada Mei 2007 dan Jaksa Agung Muda Intelijen (JAMINTEL) pada Mei 2008, telah melakukan pemanggilan. Bahkan KPK juga telah menerima laporan dan tidak meneruskan. Terakhir, di Juni 2011 JAMPIDSUS membuka perkara ini kembali dan melalui beberapa pemeriksaan yang sama, status penyelidikan ditingkatkan menjadi penyidikan di awal Juli 2011, dan penetapan tersangka, Hotasi Nababan, Agustus 2011.

Tokoh Kristen
Banyak tokoh Kristen yang duduk di DPR, di Pemerintahan, Kepala Daerah terlibat korupsi. Advokat Erick S. Paat sangat menyayangkan hal ini dan menganggap orang Kristen yang terlibat korupsi adalah benalu.

“Kita mengatakan anak Tuhan, namun tak menjalankan firman-Nya, dan menjadi gelap bagi lingkungan. Tokoh Kristen yang terlibat korupsi adalah benalu.” kata Erick.

Anggota Asosiasi Advokat Indonesia ini berharap, tokoh Kristen harus menjadi panutan, pejabat Kristen harus menjadi teladan. Kalau berani berkata tokoh Kristen, dia harus mampu menjadi teladan, dan menyalibkan kedagingan, hawa nafsunya harus bisa dikendalikan, ujar pengagum Yusuf, tokoh dalam Alkitab ini.

“Saya, sangat kagum, tokoh-tokoh Alkitab, seperti Yusuf. Ketika Yusuf digoda Potifar, Yusuf lari dan mengindar, dia tidak kompromi atau larut dalam keadaan, tetapi menghindari. Soal godaan, selalu saja" ujarnya, sebagai pengacara juga mengalami banyak godaan.

Menurutnya, sikap Yusuf adalah sikap yang paling tepat. Banyak orang terlibat korupsi karena tidak mampu membuat sikap tegas, berkata tidak untuk korupsi.

"Kalau ada indikasi penyelewangan, harus ada sikap menolak, katanya.

Terkait banyaknya orang Kristen ikut korupsi juga dibenarkan oleh Professor J. E Sahetapy. Sahetapy mengatakan, orang Kristen banyak terlibat. “Tapi, saya tidak mau sebut nama, karena saya tahu banyak yang terlibat. Setiap baca koran, ada nama Alkitab atau nama orang Kristen dan yang punya fam. Kalau mendengar hal ini, saya sedih, miris rasanya.”

Apa yang terjadi di pentas politik kita sekarang ini, sehingga orang beragama juga ikut terlibat korupsi?

Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (FORMAPPI), Sebastian Salang, Senin, (12/09/2011) mengatakan, jika ada orang korupsi, tentu uang adalah agamanya.

“Saya kira kalau sudah masalah korupsi tidak ada lagi soal agama. Kalau sudah hedon, maka ia tidak melihat lagi soal agama. Menurut saya, para politisi jenggotan, yang tidak mengakar di masyarakat, itu juga mengagamakan uang. Jadi kalau Anda tanya, sekarang orang Kristen atau Katolik itu juga terlibat korupsi, saya nggak tahu fenomena apa ini,” ujarnya yang secara pribadi agak susah menyebut bahwa korupsi ada kaitannya dengan agama.

“Katakanlah sekarang ini, kalau dengan taat beragama maka tidak akan ada korup. Kita melihat sekarang ini yang korup itu adalah orang-orang yang taat beragama. Yang di DPR itu semua orang beragama, kok. Yang korup itu semua yang terbiasa menyebut ayat-ayat. Baik yang Kristen dan Islam, karena para politisi itu juga pandai memainkan ayat-ayat. Jadi tidak ada korelasi agama dengan korupsi,” katanya. (Reformata)