Sunday, 27 November 2011

Sunday, November 27, 2011
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Mohon Doa! Jemaat Gereja Masehi Injili Minahasa (GMIM) Abraham Sario Sentra dan Gereja Gerakan Pentakosta (GGP) Gloria Patri di Titiwungen Selatan Terancam Dibongkar.
MANADO (SULUT) - Damai, sukacita dan pengharapan yang dirasakan seluruh umat Kristen di seluruh dunia dalam menyambut Hari kelahiran Yesus Kristus sebagai Sang juru Selamat pada akhir tahun ini nampaknya tidak dapat dirasakan sepenuhnya oleh dua Jemaat dari sebuah Gereja Reformasi dan Gereja Pentakosta di Manado, Sulawesi Utara.

Adalah Jemaat Gereja Masehi Injili Minahasa (GMIM) Abraham Sario Sentra berlokasi di Jln. A. Yani No. 2 dan Gereja Gerakan Pentakosta (GGP) Gloria Patri yang berlokasi di Jln. Sam Ratulangi No.220 Kelurahan Titiwungen Selatan pada akhir tahun ini harus was-was karena gereja tempat ibadah mereka selama puluhan tahun, dipaksa untuk dibongkar.

Ungkapan hati jemaat gereja ini dapat terlihat dalam tulisan yang dituangkan dalam spanduk yang dipasang di halaman jemaat GPP Gloria. Beberapa pesan tertulis 'Kami menolak eksekusi gereja kami', 'jangan seperti peristiwa tanjung priok' dan ada juga yang menulis 'kami akan lakukan perlawanan sampai tetes darah terakhir'.

Rencana pembongkaran ini terjadi setelah Mahkamah Agung memenangkan penggugat James Mogi yang menuntut untuk mengusir warga dari tanah seluas 25.400 m/s di Lingkungan 1 Kelurahan Titiwungen Selatan yang merupakan tempat tinggal dari 175 kepala keluarga / 750 jiwa termasuk 2 gereja yang berdiri kokoh di tempat tersebut.

Menurut Yoseph Mogot selaku Pala Lingkungan 1 Kelurahan Titiwungen Selatan, tanah yang menjadi perkara dalam kasus ini terbagi 2 yaitu perkara 15.08 sebagai penggugat James Mogi sudah diputuskan untuk dieksekusi sedangkan perkara 15.09 sebagai penggugat keturunan Bert Mangindaan yang masih sementara proses di PTUN Sulut.

“Luas tanah yang akan dieksekusi mencapai 25.400 M2 dan disana tinggal ratusan jiwa masyarakat Titiwungen Selatan,” katanya.

Ditambahkan, dalam buku register di kelurahan dari tahun 1940, tidak pernah ada penggugat Mogi maupun mangindaan yang pernah tercatat dalam buku register dan buku tersebut asli dari tahun 1940.

“Sangat diharapkan pemerintah dan para legislator untuk membantu masyarakat yang sedang tertindas,” imbuhnya.

Arce Sumolang, salah satu jemaat dan merupakan koordinator Tim warga Titiwungen Selatan dalam Aksi Menolak eksekusi ketika ditemui cahaya manado mengatakan bahwa segala upaya telah kami lakukan untuk mempertahan tanah leluhur kami dan saat ini kami hanya serahkan semuanya pada Tuhan. “ setiap kali torang ibadah cuman ta inga-inga trus ini gereja ” lirih Sumolang.

Hentikan eksekusi

Sebelumnya pada Sabtu (12/11/2011), ratusan warga Titiwungen selatan (Sario dalam) Kecamatan Sario, Kota Manado melakukan unjuk rasa damai dan orasi.

Warga yang melakukan aksi di depan pintu kantor DPRD Provinsi Sulut diterima wakil ketua DPRD Arthur Kotambunan bersama anggota dewan lainnya. Para anggota DPRD yang hadir menandatangani sebuah rekomendasi, yang menolak eksekusi yang akan dilakukan Pengadilan Negeri Manado.

"Hentikan perampasan hak tanah warga pribumi asli yang dilakukan oleh para non pribumi" tegas Tuwo, koordinator aksi tersebut.

Aksi yang menolak eksekusi tanah oleh Pengadilan Negri Manado bersama penggugat James Mogi meminta pihak kepolisian untuk memeriksa prosedur pembuatan sertifikat yang telah dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Manado. Juga kepada Pemprov Sulut, Pemkot Manado, DPRD Sulut dan DPRD Kota Manado agar membuat surat rekomendasi penghentian kasus gugatan eksekusi tanah kepada PN Manado. (Cahaya Manado/ Tim PPGI)