Sunday 11 December 2011

Sunday, December 11, 2011
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Mohon Doa! Warga Kawanua di Gereja Reformasi di Highland Park, New Jersey Terancam Dideportasi.
NEWARK (AS) - Anggota Kongres AS, Rabu (07/12/2011), memperkenalkan rancangan peraturan untuk menolong sekelompok imigran Warga Negara Indonesia (WNI) di New Jersey yang terancam dideportasi. Mereka terancam diusir dari AS meski telah mengantongi kesepakatan khusus dengan pihak imigrasi AS untuk tinggal dan bekerja di negara tersebut.

Rancangan peraturan bertajuk Indonesian Family Refugee Protection Act itu diajukan oleh dua anggota Kongres,  Carolyn Maloney (Demokrat/New York) dan Frank Pallone Jr (New Jersey/Demokrat). Rancangan ini memberikan peluang kepada para WNI tersebut untuk kembali mengajukan suaka. Para WNI itu tiba di Amerika Serikat pada akhir 1990 an  karena mendapat ancaman kebebasan beragama dan kekerasan dari kelompok agama mayoritas di Indonesia.

Inisiatif kedua anggota Kongres ini menyusul tindakan pihak imigrasi AS baru-baru ini yang melayangkan surat deportasi kepada para WNI di New Jersey tersebut. Mereka telah tinggal dan bekerja di sana secara legal berdasarkan kesepakatan khusus yang telah dijalin dengan pihak imigrasi.

Sebelumnya pendeta berkewarganegaraan Amerika Serikat yang bernama Pdt Zeth Kaper-Dale, mati-matian berjuang untuk membela warga Kawanua yang terancam dideportasi oleh pemerintah negara yang lagi dilanda krisis ekonomi itu. Reverend (Pendeta) Zeth berharap para warga Kawanua untuk bisa tinggal lebih lama di negaranya.

Pdt Zeth sendiri merupakan seorang pendeta di Gereja Reformasi di Highland Park, New Jersey yang sebagian anggotanya adalah orang Indonesia, termasuk beberapa adalah warga Kawanua.

Menurut Oddy Manoppo, salah satu warga Kawanua yang tinggal di New Jersey, akhir-akhir ini warga Kawanua dan Indonesia yang terancam untuk dideportasi, sedang berpuasa dan mengharapkan supaya mereka bisa tinggal di AS.

Memang dua tahun lalu mereka sempat akan dideportasi oleh pihak imigrasi negara adidaya itu. Namun Pdt Zeth Kaper-Dale berhasil memperjuangkan. Permintaan Pdt Zeth dikabulkan oleh imigrasi dengan status Pengawasan (Order Supervision).

"Ya, mereka bisa tinggal dan bekerja di AS. Tapi status ini bisa dibatalkan. Dan sekarang mereka kembali mendapat surat dari departemen Homeland Security untuk dipulangkan ke Indonesia," ujar Denny Sondakh. Karena itu sekarang Pdt Zeth kembali berjuang agar 72 warga Indonesia yang sebagiannya warga Kawanua itu tidak dipulangkan ke Indonesia.

Sebelumnya, warga Kawanua di New Jersey, telah mengirimkan surat ke Presiden Barack Obama. Surat itu pada intinya berisikan permohonan agar mereka tetap bisa tinggal di AS sesuai aturan yang berlaku di negeri Paman Sam itu. Surat itu merupakan satu dari berbagai upaya yang dilakukan agar mereka tak dideportasi dari negeri super power lambang demokrasi dan HAM dunia itu.

Ya, pergumulan berat itu dihadapi 72 warga Indonesia, termasuk puluhan warga Kawanua tersebut, karena mereka akan dideportasi dari negeri Paman Sam itu menjelang Natal, tepatnya 21 Desember nanti.

Masalah ini sempat menjadi bahan berita menarik salah satu media terbesar di AS, The New York Times. The New York Times bahkan ikut bersimpati dengan nasib warga Kawanua dan warga Indonesia lainnya. Karena itu New York Times bersama warga AS yang bersimpati atas nasib mereka, dengan dipimpin Pdt Seth Kaper-Dale, mengajukan banding atas keputusan tersebut.

Jika banding itu diterima, maka mereka bisa lolos deportasi asalkan usulan aturan yang dimasukkan dua legislator asal partai Demokrat, Carolyn B Maloney dari New York dan Frank Pallone Jr dari New Jersey, disetujui.

Aturan itu akan memungkinkan orang-orang Indonesia tertentu yang melarikan diri ke AS antara 1997 dan 2002 karena masalah SARA, untuk memasukkan kembali permohonan suaka mereka.

"Rasanya sangat wajar jika Amerika menyediakan tempat bagi keluarga, khususnya yang datang dari waktu dan tempat di mana mereka mengalami kekerasan luar biasa," kata Kaper-Dale dalam wawancara via telefon, yang juga membuat ibadah khusus dan puasa selama 24 jam untuk mendoakan warga Kawanua yang terancam deportasi itu.

Dia juga menyatakan bahwa semua warga Indonesia yang dibantunya layak untuk dibantu. Kebanyakan mereka telah tinggal di AS selama satu dekade dan memiliki anak-anak yang lahir di AS, pekerjaan tetap dan tidak memiliki catatan kriminal. "Jika mereka layak dapat dispensasi dua tahun lalu, kenapa mereka tidak layak untuk mendapatkannya kembali sekarang?" tanyanya.

Para pejabat Immigration and Customs Enforcement, yang merupakan bagian Homeland Security, tidak mau menjelaskan alasannya. Menjawab pertanyaan media massa, seorang juru bicara instansi itu menyatakan bahwa instansinya meninjau banding yang diajukan satu per satu.

Yang jelas, ada 12 orang Indonesia yang memenuhi panggilan Homeland Security, walau mereka tidak membawa tiket pulang ke Indonesia. Mereka diminta kembali akhir bulan ini dan akan diberikan tiket pulang ke Indonesia.

Salah satu yang menghadap adalah Grace Laloan (42), yang tiba di AS medio 2002 lalu bersama suaminya. Kedua penganut Kristen keturunan Tionghoa yang lari dari Indonesia karena kerusuhan bernuansa SARA. Mereka kini memiliki seorang putri yang kini berusia 7 tahun, dan kini bekerja di sebuah pabrik. Dia diperintahkan kembali ke kantor itu 21 Desember nanti. "Entahlah, mereka mungkin akan memulangkanku. Aku sangat sedih karena aku ingin tinggal di sini," kata Laloan. (Manado Post/Tim PPGI)