Saturday 24 December 2011

Saturday, December 24, 2011
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Tidak Setuju Seluruh Pasal dalam RUU Kerukunan Antar Umat Beragama.
JAKARTA - RUU kerukunan antar umat agama mengundang berbagai keritikan dari sejumlah kalangan yang menilai kerukunan jauh ada sebelum negara ini terbentuk, bisa berdampak terisolasinya keberagamaan.

Menurut Ketua Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Pdt Andreas Yewanggoe, PGI bukan hanya tidak setuju hanya satu pasal, tetapi PGI tidak setuju seluruh RUU tersebut, karena kerukunan bukan hal yang dilegalkan kerukunan sudah ada jauh sebelum adanya undang-undang dan negara ini.

“Kerukunan adalah harkat citra manusia jika dilihat kedalam sejarah bangsa dan kebudayaan bahwa kerukunan tidak perlu diatur memang sudah ada seperti itu,” tegasnya pada Minggu (18/12/2011).

Pertanyaan pun timbul mengapa kerukunan diatur? Apakah ada sesuatu yang rusak didalam masyarakat? Memang ada ketegangan-ketegangan, tetapi apakah perlu diatur dengan undang-undang kerukunan? yang perlu di atur ialah jaminan kebebasan beragama sebagai penjabaran dari UUD 45.

“Semua bisa membuat undang-undang kerukunan tetapi sama sekali tidak rukun maka akan menjadikan bangsa ini terisolasi. Rancangan undang-undang kerukunan tidak dapat diterima dan saya kira bangsa ini lebih membutukan jaminan kebebasan beragama,” ungkap Andreas.

PGI akan melakukan kerjasama berbagai lembaga dalam menyiapkan rancangan undang-undang arternatif dari RUU kerukunan yaitu jaminan kebebasan beragama.

“Draf itu hanya gabungan dari SKB yang sangat kontrovesial di masyarakat dan karena itu bangsa ini tak boleh ditempatkan sebagai aperhaife berdasarkan agama,” lanjutnya.

Negara Arab Saudi yang merupakan kiblad dari Indonesia tak menempatkan kementrian di bidang agama untuk mengatur keagamaan. Di Indonesia kementrian agama merupakan sebuah kompromi dari perjuangan dahulu menjadikan negara Islam namun beberapa pihak tidak menyetujui maka muculah negara kebangsaan sekarang mengakomodasi kepentingan Islam dibentuklah kementrian agama. Berbeda bagi gereja, jika tidak diatur dengan baik akan menjadi persinggungan yang kurang mulus antara gereja dengan dirjen-dirjen yang ada, seolah-olah drijen mengepalai semua.

“Bagi Islam memang negara mengatur agama tetapi bagi gereja tidak begitu, disinilah komplikasinya,” tandas Andreas.

Ketua PGI menghimbau bahwa kita sangat membutuhkan banyak negarawan yang mampu betul melihat cita-cita pendiri bangsa. Negara Indonesia bukan didominasikan oleh golongan tetentu, ini negara semua. Jika dilihat sekarang ada dominasi tertentu bukan karena saya orang kristen takut tetapi kita sangat prihatin.

“Sebab kalo terjadi dominasi bukan tidak mungkin Indonesia tidak ada lagi,” katanya.

Banyak rentetan permasalahan yang belum selesai seperti di Bogor dan Papua. Ini bukan permasalahan Kristen semata melainkan masalah bangsa. Mempunyai presiden namun tak mampu bertindak tegas lalu kemana konsistusi hukum harus ditegakan.

“Saya adalah seorang nasionalis saya sangat mencintai negeri ini tetapi kalau ada orang yang main-main dengan negeri ini apa boleh buat kalo terjadi sesuatu dengan negeri ini, bukan hanya masalah Kristen tetapi ini masalah bangsa,” tutup Andreas. (Reformata)