Illustrasi |
Informasi yang dihimpur wartawan di Kota Larantuka masih simpang siur. Namun, informasi kuat menyebutkan, kejadian perebutan lahan sudah terjadi sejak belasan tahun dan sudah ditangani pemerintah termasuk tokoh agama bahkan Uskup Larantuka juga ikut menangani namun konflik terus terjadi.
Diduga ada sekelompok warga kemudian mengatasnamakan suku dan memprovokasi warga sehingga terjadi saling serang.
Penyerangan itu berawal ketika ada kesimpangsiuaran informasi. Awalnya, warga Desa Lewobelen yang merupakan desa hasil pemekaran dari Ile Padung hendak berangkat ke Desa Ile Padung untuk membicarakan masalah tanah secara baik-baik namun informasi itu salah diterima oleh sekompompok warga di Desa Ile Padung.
Warga Ile Padung berfikir, warga Desa Lewobelen hendak berperang sehingga warga Desa Ile Padung membawa parang, batu dan perlengkapan lain termasuk panah dan menyerang sejumlah warga Desa Ile Padung. Kondisi itu membuat warga di dua desa itu tegang.
Wakapolres Flotim, Kompol. M. Tomo menurunkan tim yang dipimpin Kasat Serse Polres Flotim, AKP. I. Made Pasek Riawan, SH, M.Hum langsung ke lapangan untuk mengamankan situasi.
Sementara itu, kedua korban yakni, Manek Koten yang menderita panah dikaki telah dikeluarkan tenaga medis di UGD RSUD Larantuka begitu juga dengan kepala Yosep Blama Koten telah diobati.
Wakapolres Flotim, Kompol. M. Tomo yang ditemui, Kamis (22/12/2011) mengatakan, pagi dini hari pihaknya menerima informasi adanya penganiayaan di Leworang, Desa Ile Padung dan Desa Lewobelen karena itu pihaknya langsung mengambil tindakan.
Mengenai ada dugaan masalah suku, Kompol M. TOmo mengatakan polisi tidak mengurus masalah suku namun masalah kriminal.
“Kalau sudah ada korban berarti itu kriminal, karena itu kami masuk ke ranah hukum. Soal suku, urusan pemerintah. Bahkan, masalah di kedua desa itu sudah diurus oleh tokoh adat, tokoh agama bahkan bapak Uskup sendiri ikut andil dalam menyelesaikan masalah tanah oleh oknum masyarakat di kedua desa itu tapi belum selesai,”tambah Tomo. (Tribunnews)