Thursday 22 December 2011

Thursday, December 22, 2011
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Tandai 100 Tahun Gereja Katolik di Manggarai, Keuskupan Ruteng gelar Bedah Buku.
JAKARTA - Dalam rangka menandai 100 tahun Gereja Katolik di Manggarai, NTT, berbagai kegiatan sudah mulai dilaksanakan termasuk bedah buku yang diadakan akhir pekan lalu di Jakarta.

Buku berjudul “Gereja Menyapa Manggarai” mengupas tentang misi Gereja di tengah budaya Manggarai, serta mengangkat dan melestarikan ritus-ritus budaya lokal untuk menambah kekayaan Liturgi Gereja.

“Kita bersyukur para misionaris dulu memulai merintis benih-benih iman katolik di tanah Manggarai 100 tahun lalu. Kini benih itu bertumbuh dan berkembang dalam kesatuan dengan budaya lokal yang menjadi sarana Gereja dalam diri orang Manggarai,” kata Uskup Ruteng Mgr Hubertus Leteng, dalam acara bedah buku tersebut, yang dihadiri oleh sekitar 500 peserta, yang berasal dari Manggarai.

Gereja Katolik masuk Manggarai pada 12 Mei 1912. Keuskupan itu memiliki 746.900 umat Katolik, yang tersebar di 80 paroki di tiga kevikepan.

“Sekitar satu abad lalu, Gereja Katolik hadir dan bertumbuh dalam konteks budaya lokal (Manggarai) yang memiliki makna dan nilai tinggi,” kata Mgr Hubert.

Prelatus itu menambahkan, “Kontekstualisasi Gereja tentu membutuhkan medium kebudayaan terutama dalam bahasa dan adat istiadat yang mengatur kehidupan umat.”

Johny G Plate, tokoh awam Manggarai, mengatakan, “Peran Gereja tentu banyak baik iman maupun jasmani. Namun, tantangan Gereja saat ini semakin kompleks.”

Menurutnya, ada 5 tantangan Gereja Manggarai ke depan seperti perumahan yang layak dan cukup, ketersediaan water supply, energy supply, food supply dan teknologi rekayasa.

Pastor Max Regus, imam diosesan Ruteng, salah satu penulis buku tersebut, menyoroti kemandirian umat dalam modal ekonomi dan sumber daya pastoral.

”Gereja itu tidak hidup untuk dirinya sendiri tetapi sarana keselamatan tempat orang mengalami keselamatan bukan sebagai hal yang abstrak tapi pengalaman kongkrit,” katanya.

Ia mengungkapkan harapannya bahwa dengan benih iman yang ditabur 100 tahun lalu bertumbuh dengan baik dan bisa mewartakan kembali iman itu setelah berjumpa dengan nilai-nilai budaya lokal Manggarai.

Wilayah Gerejani itu, kini memiliki dua seminari menengah, yang dikelola oleh keuskupan dan tarekat SVD, yang kini menampung sekitar 500 siswa calon imam.

Menurut Buku Petunjuk Gereja Katolik Indonesia 2009, 144 imam diosesan, 84 imam tarekat dari berbagai kongregasi, 251 biarawati, melayani di keuskupan itu.(Cathnews Indonesia)