Monday, 26 December 2011

Monday, December 26, 2011
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Tradisi Bali Warnai Misa Natal di Gereja Paroki Tritunggal Mahakudus Banjar Tuka. BADUNG (BALI) - Bale Kulkul, tempat digantungnya dua buah kentongan itu serasi dengan pintu gerbang gereja Paroki Tritunggal Mahakudus Banjar Tuka, Desa Dalung, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung, Bali.

Bangunan suci umat Kristiani itu mencerminkan keterpaduan antara arsitektur tradisional Bali dengan tekstur bangunan gereja di Eropa, terutama Romawi kuno.

"Gereja yang dibangun di tempat strategis berjarak sekitar 15 km barat laut Denpasar, merupakan gereja tua pertama di Bali yang dibangun 1937, atau 75 tahun yang silam," tutur Ketua Dewan Gereja Paroki Tritunggal Mahakudus Tuka, Ketut Jack Mudastra.

Gereja yang sudah pernah beberapa kali mengalami pemugaran itu bangunannya tetap berarsitektur aslinya yang mencerminkan dua kutub budaya budaya yang berbeda.

Rumah ibadah yang berkapasitas ratusan orang dengan halaman yang cukup luas sehingga mampu menampung luapan umat untuk mengikuti kebaktian, terutama pada perayaan Natal,

Alunan irama dan tembang berbahasa daerah Bali (kekidung) mengagungkan nama Tuhan Yesus Kristus bergema pada Kebaktian Perayaan Natal yang dipimpin Romo Paulus Payong SVD, dibantu Roma Martin SVD, itu diikuti ribuan umat nasrani dari desa-desa di sekitar Kecamatan Kuta Utara, berlangsung dalam kebaktian secara khusuk dan khidmat.

Selain tembang berbahasa Bali, kidung sebagai sarana doa dan puja-puji Tuhan sejak pagi hingga siang itu juga menggunakan bahasa Indonesia. Alunan tembang yang merdu dan syahdu dalam dua bahasa itu terdengar silih berganti dikumandangkan dari dalam ruang gereja tertua di Pulau Dewata.

Perayaan Natal kali ini merupakan rangkaian Yubelium 75 tahun Gereja Katilik Kuta, yang kegiatannya berlangsung selama setahun penuh, 14 Februari 2011- 14 Februari 2012.

Perayaan tersebut mengusung tema "Membangun gereja berdaya pikat yang berakar dan berkembang dalam wajah budaya setempat" mengedepankan adat-istiadat yang berlaku di daerah tersebut.

Pemasangan penjor, yakni hiasan bambu dengan janur di pintu masuk rumah tangga masing-masing menjadi tradisi dalam setiap perayaan Hari Raya Natal. Demikian pula busana yang dikenakan bernuasa adat Bali, baik pria, wanita mulai dari anak-anak, dewasa maupun orang tua.

Hiasan penjor tersebut merupakan salah satu upaya melestarikan warisan seni budaya Bali, disamping memelihara dan memantapkan kerukunan hidup beragama yang selama ini berlangsung dengan sangat mantap dan kokoh, ujar Jack Mudastra.

Penyebaran agama Kristen di Bali dimulai sejak 1937, ditandai pelaksanaan baptis pertama oleh penginjil Tshang Toha (China) kepada sejumlah penduduk di Tukad Yeh Poh, Desa Dalung, Kabupaten Badung.

Dua aliran kristiani masing-masing Katholik berkembang di Desa Tuka, dan Kristen Protestan di Dusun Untal-Untal, Kabupaten Badung. Pada tahun 1937 ajaran tersebut kemudian disebarkan ke beberapa daerah lain di Bali oleh misionaris asal Jawa Timur.

Para pemeluk Kristen kemudian menyebar ke daerah pedalaman di Desa Palasari, Desa Gumbrih dan beberapa desa sekitarnya di wilayah Kabupaten Jembrana, Bali barat.

Oleh sebab itu perayaan Natal di desa-desa di Bali berlangsung berbeda dengan perayaan Natal di gereja-gereja yang ada di jantung Kota Denpasar maupun hotel-hotel berbintang di kawasan Nusa Dua, Kuta, Kabupaten Badung maupun Sanur, Kota Denpasar. (Antara)