Wednesday 18 January 2012

Wednesday, January 18, 2012
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Pastor Yohanes Kristo Tara : Gereja jadi Ujung Tombak Pemberantasan Korupsi di Nusa Tenggara Timur.
JAKARTA - Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) termasuk salah satu provinsi terkorup di Tanah Air. Predikat itu hampir setiap tahun diperoleh NTT dari berbagai lembaga survei dan penilai di negari ini. Sebagai contoh data Komisi Ombusman Nasional 2010 menyebutkan NTT berada di peringkat keenam sebagai provinsi terkorup.

Melihat kenyataan itu, aktivis Franscican Offite for Justice, Peace, and Integrity of Creation (JPIC), Pastor Yohanes Kristo Tara, OFM menyerukan agar gereja menjadi ujung tombak dan berada di garda terdepan untuk memberantas korupsi di NTT.

Hal itu sejalan dengan fakta bahwa mayoritas penduduk NTT beragama Kristen. Kondisi itu seharusnya menjadi motivasi dan kewajiban Gereja NTT untuk melawan korupsi.

“Korupsi adalah persoalan moral dan dari perspekti Kristiani merupakan pengkhianatan terhadap kebenaran Injili. Korupsi yang mewabah dalam pemerintah, dalam konteks NTT dengan mayoritas Kristen merupakan sebuah bukti degradasi terhadap penghayatan nilai-nilai Injili,” kata Kristo dalam acara temu alumni Seminari Mataloko, Bajawa di Jakarta, akhir pekan lalu.

Hadir pada acara itu Uskup Agung Ende, Flores, Mgr Vinsensius Sensi Potokota, Pr yang juga alumni Seminari Mataloko. Kristo menjelaskan gereja harus berdiri paling depan lewat suara kenabian untuk memberikan wawasan moral dan kritikan terhadap praktik-praktik korupsi.

Di sisi lain, gereja harus melawan setiap bentuk kebijakkan yang tidak adil seperti kebijakan tata ruang dan tata kelola sumber daya alam.

“Gereja harus aktif mempromosikan nilai moral kristiani, mengkampanyekan budaya hidup anti korupsi. Namun gereja juga harus mempengaruhi kebijakan publik yang lebih berpihak pada keadilan sosial dan kesejahteraan bersama,” ujar Kristo yang juga alumni Seminari Mataloko.

Sementara Uskup Sensi mengemukakan dengan suara kenabian, gereja tetap menunjukkan keberpihakan yang jelas terhadap masyarakat yang menjadi korban berbagai kebijakkan pemerintah lokal. Dalam posisi itu, gereja sering kali dianggap oposan bagi pemerintah setempat.

Namun ia menegaskan gereja tidak pernah surut untuk membela warga dan bersuara anti korupsi. “Gereja berharap pemerintah bisa melibatkan gereja dalam berbagai kepentingan yang berdampak pada kepentingan masyarakat. Sehingga Gereja tidak lagi bertindak sebagai pemadam kebakaran ketika terjadi berbagai konflik,” tegasnya. (SuaraPembaruan)