KURDUFAN SELATAN (SUDAN ) - Sebuah Kampus Alkitab dari missionaris Amerika, Samaritan's Purse yang dibangun di Sudan bagian selatan, dibom pada hari Rabu (01/02/2012) sore. Mereka yang selamat dari serangan itu menyatakan serangan bom dilancarkan oleh angkatan udara Sudan.
Kampus Alkitab Heiban di Kurdufan Selatan, Sudan yang terletak di kaki gunung Nuba diserang dengan delapan buah bom yang diluncurkan dari beberapa pesawat perang buatan Rusia, Antonov.
Menurut Franklin Graham, pemimpin Samaritan's Purse, hal itu terjadi saat sekolah itu sedang mengadakan hari pertama di sekolah. Namun, syukurnya tidak seorangpun terluka akibat serangan itu.
"Kami telah melayani selama setahun di Sudan. Hari ini sekolah Alkitab kami di Heiban, di pegunungan Nuba telah dibom oleh angkatan udara Sudan. Tidak seorangpun meninggal atau terluka, tetapi bangunannya dihancurkan. Mohon doakan keamanan dari umat percaya dan campur tangan Tuhan," kata Graham.
Sejak didirikan pada 2007, Kampus yang berada di perbatasan negara Sudan Selatan, dengan populasi sekitar 5000 orang itu menjadi pusat pelatihan pendeta-pendeta lokal yang melayani umat Kristen baik di Sudan maupun Sudan Selatan.
Franklin Graham sendiri telah melayani di Sudan sejak 1993 membantu korban perang dan konflik yang dibiarkan menderita oleh pemerintah dan penguasa. Bersama ayahnya Billy Graham mereka menyediakan makanan, pengobatan dan pelatihan-pelatihan kebutuhan dasar kepada ribuan warga Sudan.
Selain Kampus Alkitab, sekurangnya empat gereja telah dibom oleh angkatan udara Sudan, sejak Sudan Selatan merdeka pada Juli 2011 lalu.
Selain itu pemerintah Sudan yang mayoritas dikuasai muslim Arab ini secara nyata membatasi bantuan yang masuk ke dua wilayah mayoritas Kristen di Sudan yakni wilayah Kurdofa Selatan dan wilayah Nil Biru.
Pemerintah Amerika Serikat melalui juru bicara Gedung Putih meyatakan mengutuk aksi angkatan udara Sudan terhadap penduduk sipil di Kordofan Selatan.
"Serangan udara yang menargetkan warga sipil tidaklah dibenarkan dan diterima. Serangan seperti itu adalah pelanggaran hukum internasional yang semakin menambah krisis di wilayah tersebut," sembari menyatakan masalah ini dapat diselesaikan hanya dengan dialog antar kelompok, bukan cara-cara kekerasan. (CP/ANS/TimPPGI)