Monday, 13 February 2012

Monday, February 13, 2012
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Mohon Doa! Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Berhasil Mengadu Domba Gereja-gereja di Papua.
JAKARTA - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah berhasil mengadu domba gereja-gereja di Tanah Papua, dengan mengadakan pertemuan dengan dua perwakilan pimpinan gereja, yakni melalui pemimpin gereja-gereja di Tanah Papua dengan mediasi Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) pada 16 Desember 2011, dan melalui pertemuan dengan Persekutuan Gereja-Gereja Papua (PGGP) pada 1 Februari 2012.

"Proposal dialog versi Cikeas I yang disampaikan oleh saya bersama beberapa pimpinan gereja, telah ditandingi oleh Istana dengan menghadirkan beberapa pimpinan gereja lain, dengan agenda dialog yang istana mau," kata Pdt Karl Philip Erari, Wakil Ketua Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) kepada SuaraPapua, pada Senin (06/02/2012).

Hal ini dikatakan Pdt Erari menyikapi pertemuan antara Persekutuan Gereja-Gereja Papua (PGGP) yang dikoordinir oleh Pdt Lipiyus Biniluk dan Pastor Nelles Tebay pada 1 Februari 2012 lalu.

Menurutnya, Presiden SBY tidak konsisten dengan janji dan komitmen awal membangun kepercayaan dengan gereja-gereja di Papua yang hanya berdialog dengan para pemimpin gereja di Tanah Papua yang ditemui pada Desember 2011, dengan mengadakan pertemuan lanjutan, yang awalnya akan dilaksanakan pada pertengahan Januari 2011, dan kemudian ditunda hingga 15 Februari nanti.

"Saat itu istana menyampaikan bahwa Presiden SBY akan bertemu lagi dengan pimpinan gereja bersama keempat tokoh gereja dari Papua yang telah mereka temui sebelumnya. Namun, belakangan ini kami tidak dilibatkan sama sekali, saya sudah tanya ke istana, tapi sampai saat ini belum ada tanggapan," keluhnya.

Dialog Damai, Versi Rakyat Papua atau Versi Istana
Pdt Erari melanjutkan, dirinya bersama PGI sebagai pemrakasra pertemuan Cikeas 16 Desember menyatakan keprihatinan yang mendalam atas fakta tragis ini.

"Upaya terhormat yang memulai pesan profetis [kenabian] di hari natal kepada SBY dan pemerintah, telah dihadang oleh sesama pimpinan gereja, dengan mengatasnamakan PGGP, yang secara substansil menghadang sebuah pesan Profetis Gereja-Gereja Papua, secara diametral [sangat berbeda dan berlawanan]," ujarnya.

Menurutnya, Pendekatan dialog yang digagas Pdt Dr, Benny Giay pada Cikeas 16 Desember, oleh Pastor Nelles Tebay di'tabrak' dengan pendekatan dialog damai versi Istana yang melibatkan sembilan pihak yang patut dipertanyakan ujung-ujungnya.

Sebab, pendekatan dialog damai yang digagas Cikeas 16 Desember adalah dialog antara dua pihak saja, yakni antara rakyat Papua yang menderita dan pemerintah Indonesia, serta dimediasi oleh pihak Internasional dibawah pengawasan PBB atau pihak-pihak yang netral. Alasannya, adalah lahirnya nasionalisme Papua adalah hasil karya Indonesia, dan pemerintah bertanggung jawab untuk menyelesaikan masalah ini.

Sementara pendekatan dialog damai versi istana yang juga didengungkan PGGP pada pertemuan Cikeas 1 Februari adalah pelibatan sembilan pihak yakni orang asli Papua, orang luar Papua di Papua, orang Papua di luar negeri, polisi, tentara, pemerintah daerah, pemerintah pusat, perusahaan-perusahaan pengeksloitasi sumber daya alam di Papua, Organisasi Papua Merdeka dan Tentara Papua Merdeka. Dialog versi istana menegaskan tidak akan dimediasi oleh pihak Internasional yang netral.

"Kalau kita lihat, dialog versi Cikeas II [pertemuan 1 Februari] cenderung memilih jalan kompromi dengan alasan 'perdamaian', namun akar penyakit rakyat Papua dibiarkan," jelasnya.

Antisipasi pengalihan isu
Pdt Erari juga menegaskan pertemuan Cikeas 1 Februari antara pemerintah Pusat dan 13 tokoh Gereja merupakan rekayasa yang berusaha mengalihkan isu utama dalam penyelesaian masalah Papua. Ini dilakukan demi kepentingan dan keuntungan Jakarta dalam melaksanakan kebijakan di Papua.

Namun terlepas dari kenyataan tersebut, Ia berharap adanya persatuan dan kekompakkan diantara pimpinan gereja agar tidak terjadi konflik antar gereja yang sangat merugikan, sebab gereja adalah benteng terakhir bagi perjuangan rakyat Papua menuntuk hak mereka yang selama ini direnggut dan diabaikan.

"Saya sudah berkoordinasi dengan teman-teman pimpinan gereja yang bertemu SBY pertama kali [Cikeas 16 Desember], bahwa harus dilakukan dialog dengan PGGP, agar persoalan ini bisa diselesaikan secepatnya dan perjuangan bisa dilanjutkan," tegasnya.

Ia juga mengaku, dirinya sedang terus melakukan koordinasi dengan Istana, melalui Dr TB. Silalahi, salah satu penasehat utama Presiden SBY, agar istana mau berdialog dengan rakyat Papua sehingga masalah Papua dapat diselesaikan. (SuaraPapua/TimPPGI)