Sunday 12 February 2012

Sunday, February 12, 2012
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Pekan Doa Sedunia (PDS) di Keuskupan Semarang.
SEMARANG (JATENG) – Mengikuti gerakan Pekan Doa Sedunia (PDS) untuk Kesatuan Umat Kristiani tidak pertama-tama membuat semua menjadi satu, sama rata, sama rasa. “Tidak! Tetapi dalam perbedaan-perbedaan yang ada dengan keunikan dan kekhasan masing-masing, kita diajak untuk saling memperkaya satu terhadap yang lain.”

Pastor Aloys Budi Purnomo Pr mengatakan hal itu saat memimpin Ibadah Ekumene Penutupan PDS untuk Kesatuan Umat Kristiani bertema “Kemenangan Tuhan Kita Yesus Kristus Mengubah Hidup Kita” di Gereja Hati Kudus Yesus Tanah Mas, Semarang, 25 Januari 2012.

Ibadah bernuansa Taize yang dibawakan Perkumpulan Doa Cantate Domino dan para Frater Tahun Orientasi Rohani Sanjaya, Semarang, diselenggarakan oleh Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Keuskupan Agung Semarang (Komisi HAK KAS) bekerja sama dengan Persekutuan Gereja-Gereja Kota Semarang (PGKS).

PDS, jelas Pastor Budi, sudah dimulai sejak tahun 1908. “Dengan demikian kalau dihitung per hari ini, usianya sudah lebih dari 1 abad. Dan kegiatan itu direspon dengan sangat baik,” kata imam itu.

Bahkan, lanjut imam itu, Gereja Katolik dan Dewan Gereja-Gereja se-Dunia sebagai wakil dari Gereja-Gereja Kristen sudah melibatkan Gereja-Gereja Ortodoks. “PDS merupakan jawaban dari doa Yesus yang menghendaki pengikut-pengikut-Nya untuk bersatu,” tegas Pastor Budi.

“Yesus berdoa agar siapa pun yang percaya kepada-Nya dari mana pun asalnya, dengan latar belakang apa pun, menghayati persekutuan dan persatuan dan dengan demikian menjadi tanda damai sejahtera di tengah-tengah dunia,” jelasnya.

Sayangnya, kata Pastor Budi, pengikut-pengikut Kristus entah dari denominasi apa pun kerap kali kurang membangun persekutuan satu terhadap yang lain. “Banyak perbedaan atau pengelompokan yang tidak membawa persatuan dan damai sejahtera tetapi justru menjadi sumber perpecahan.”

Ketua Komisi HAK KAS berharap agar kebersamaan menjadi tanda damai sejahtera bagi umat dan bagi masyarakat di tengah dunia yang kerapkali dengan mudah diancam oleh perpecahan, konflik, dan peperangan yang membuat bangsa-bangsa dikuasai kebencian satu terhadap yang lain.

“Sebagai pengikut Kristus dari denominasi apa pun kita diajak untuk menghayati panggilan kita sebagai murid-murid Kristus yang diutus untuk mewartakan Kabar Suka Cita, salah satunya adalah damai sejahtera yang ditandai dengan kerukunan, kerja sama, persaudaraan, dan persatuan,” tegasnya di hadapan jemaat dan juga suster dan novis serta 20 pendeta.

Pendeta Yonatan Fankari dari Gereja Ketulusan Hati Indonesia mengapresiasi acara itu, “namun masih banyak umat kristiani yang belum bisa hadir,” katanya seraya berharap di tahun mendatang hadir lebih banyak pendeta maupun jemaat supaya kesatuan umat Kristiani semakin nyata.

Pendeta itu mengakui, bisa memetik manfaat dari kegiatan PDS. “Kita bisa saling mengenal profil antargereja dan tata ibadahnya,” katanya.

Pendeta Robert W Maartin terkesan dengan kegiatan yang diselenggarakan setiap 25 Januari itu. “Umat dan pendeta bisa bersatu dengan hamba-hamba Tuhan,” kata pendeta dari Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat “Immanuel” itu.

Dia berharap Gereja-Gereja mau membuka diri dan bekerja sama. “Ini kan kemuliaan Tuhan, bukan kemuliaan satu Gereja, bukan juga kemuliaan satu pendeta atau satu pastor tetapi untuk Tuhan.”

Iring-iringan putra-putri altar, prodiakon, para pendeta dan pastor mengawali ibadah. Langkah mereka menuju altar diiringi lagu pembuka Tinggallah Bersama Aku, Adoramus Te Domine dan Wait for the Lord dengan gaya Taize.

Tema PDS “Kemenangan Tuhan Kita Yesus Kristus Mengubah Hidup Kita” didasarkan pada sejarah Polandia. Bahan dan tema Pekan Doa se-Dunia untuk Kesatuan Umat Kristiani 2012 disiapkan oleh kelompok kerja yang terdiri dari wakil-wakil Gereja Katolik Roma, Gereja Ortodoks dan Gereja Protestan yang aktif di Polandia.

Menurut sejarah, Polandia ditandai serangkaian kekalahan dan kemenangan. Beberapa kali Polandia diinvasi, dipecah-belah, ditindas oleh kekuatan asing dan sistem yang bermusuhan. Namun, di mana ada kemenangan, ada juga pihak yang kalah yang tidak merasakan sukacita para pemenang.

Dalam Audiensi Umum di auditorium Paulus VI, 18 Januari 2012, Paus Benediktus XVI, di hadapan ribuan peziarah, mencanangkan Pekan Doa bagi Persatuan Umat Kristiani. Paus mengundang semua pengikut Kristus untuk memohon karunia persatuan bagi semua umat Kristen di seluruh dunia.

“Pengalaman Polandia akan penindasan dan penganiayaan melahirkan permenungan yang lebih mendalam terhadap arti kemenangan Kristus atas dosa dan maut, sebuah kemenangan di mana kita berbagi landasan iman yang sama,” kata paus saat itu.

Diskursus menang dan kalah dialami para murid Yesus ketika bersengketa “siapa yang terbesar” (Mrk 9,34). Namun, reaksi Yesus sangat sederhana: “Barangsiapa ingin menjadi yang pertama harus menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semua” (Mrk 9,35).

Sabda itu berbicara tentang kemenangan melalui pelayanan bersama, membantu, meningkatkan harga diri mereka yang “terakhir”, terlupakan, disingkirkan. Bagi semua orang Kristiani, ekspresi terbaik dari pelayanan yang rendah hati adalah seperti Yesus Kristus, kemenangan-Nya melalui kematian dan kebangkitan-Nya, demikian renungan hari itu.

Uskup Agung Semarang Mgr Johannes Pujasumarta dalam Surat Gembala Hari Minggu HAK 2012 KAS, 5 Desember 2011, meminta umatnya untuk merajut dialog melalui dua hal.

“Pertama, merajut dialog ekumene dengan umat Kristen Protestan, misalnya dengan memanfaatkan hari terakhir Pekan Doa Sedunia, 25 Januari, dalam Ibadat Ekumene dengan Gereja-Gereja Kristen terdekat. Kedua, menandai Hari Minggu HAK dengan praksis dialog karya, misalnya, melalui kerja bakti bersama umat beragama lain di sekitar gereja.” (PenaIndonesia)