Amun Beken Itah, Eweh Hindai Mahaga Utus Itah, Isen Mulang |
Selanjutnya, agar kejadian tidak terulang kembali, semua pihak wajib bersama-sama menjaga kebersamaan dan ketenteraman serta kerukunan umat beragama dan memelihara Tri Kerukunan Umat Beragama sesuai Peraturan Perundangan yang berlaku.
Sepakat menyatakan, masalah tersebut telah selesai dan semua pihak siap untuk kembali menciptakan kondisi Kalteng yang rukun dan damai, dan hindari upaya adu domba dalam masyarakat serta tindak tegas pelakunya sesuai dengan hukum yang berlaku.
Bukan hanya itu, semua pihak juga diminta untuk meningkatkan persatuan dan kesatuan dengan semangat "Huma Betang di Bumi Tambun Bungai dan Bumi Pancasila Kalteng".
Berbagai tokoh masyarakat, agama dan ormas yang menyatakan sikap tersebut, beberapa dari perwakilan gereja-gereja antara lain: Ketua Persekutuan Gereja Pentakosta di Indonesia (PGPI), Kalteng, Ketua Majelis Jemaat Gereja Kalimantan Evangelis (GKE) Kalteng, Ketua Persekutuan Gereja-gereja Injili di Indonesia (PGLII) Kalteng, Ketua Majelis wilayah Gereja Pantekosta di Indonesia (GPDI) Kalteng.
Selain dari gereja, disetujui pula oleh Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kalteng, Ketua PW-Nadathul Ulama (NU) Kalteng, Ketua PW Muhammadiyah Kalteng, Ketua Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Kalteng, Ketua Dewan Adat Dayak (DAD) Kalteng, Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kalteng dan Ketua Majelis Besar Agama Hindu Kaharingan (MBAHK) Kalteng.
Pernyataan sikap tersebut diketahui Gubernur Kalteng Agustin teras Narang, Wagub Kalteng H Achmad Diran, Wakil Ketua DPRD Kalteng H Arief Budiatmo, Kapolda Kalteng Brigjen Pol Drs H Damianus Jackie, Ketua Pengadilan Tinggi Kalteng Yohanes Ether Binti, SH M. Hum.
Selain itu, Kepala Kejaksaan Tinggi Kalteng DR Syaifudin Kasim, SH. M. Si, mewakili Danrem 102/Pjg Mayor ARH Kurniawan Fitriana dan Kepala Pelaksana Harian BIN Kalteng Brigjen IGN Anjar Pramono, S. Sos.
Sebagaimana diketahui, penolakan semua tokoh masyarakat Kalteng itu berawal ketika FPI ingin membentuk dan melantik kepengurusan FPI di dua Kabupaten dan satu Kota di Kalteng, yaitu di Kabupaten Kapuas, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) dan Kota Palangka Raya. Sebab, ormas intoleran ini lah yang menjadi pemicu konflik di beberapa wilayah di Indonesia.
Presiden SBY minta FPI berkaca
"Mestinya mereka bertanya, kenapa yang lain boleh, tapi saudara-saudara kita yang ada di FPI tidak boleh? Kenapa justru ditolak?" kata SBY. "Jadi harus dicari akar masalahnya." ujar Presiden SBY pada konferensi pers di Istana negara, pada Senin (13/02/2012).
Presiden SBY kembali menegaskan bahwa setiap ormas yang melanggar hukum harus ditindak sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Presiden tidak memiliki kewenangan untuk melakukan intervensi hukum. Di sisi lain, SBY mengakui bahwa produk hukum yang berkaitan dengan ormas produk tahun lama. Zaman dikatakan telah berubah. Maka itu, ia meminta jajaran pemerintah terkait untuk membenahi peraturan dan perundang-undangan yang berkaitan dengan ormas.
Pasca-penolakan masyarakat lokal Kalteng terhadap kehadiran pimpinan DPP FPI, Presiden SBY mengaku telah berbicara dengan Gubernur Kalteng Teras Narang, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto, serta Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi. Ia meminta agar jajaran pimpinan Kalteng mewaspadai bentuk provokasi oleh pihak-pihak yang tak bertanggung jawab.
"Saya berpesan kepada jajaran daerah di Kalimantan, jangan lengah. Bisa saja ada provokasi terkait kejadian kemarin. Ambil langkah bijak agar tak terjadi aksi kekerasan di negeri ini atas nama agama dan etnis," katanya.
Aneh bin ajaib, pasca penolakan kehadiran mereka, FPI bereaksi dengan merengek meminta DPR, Polri, Menkopolhukam dan Mendagri mengusut upaya "pencekalan" terhadap FPI di Kalteng. Serta balik menuduh Gubernur dan Kapolda Kalteng berada di balik aksi penolakan warga tersebut dengan melemparkan beberapa tuntutan hukum yakni melanggar Pasal 170 KUHP soal pengrusakan, Pasal 333 KUHP soal perampasan kemerdekaan, Pasal 335 KUHP soal perbuatan tidak menyenangkan, dan Pasal 340 KUHP soal perencanaan pembunuhan berencana. (Antara/Kompas/TimPPGI)