Thursday, 16 February 2012

Thursday, February 16, 2012
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Tokoh Gereja di Indonesia Prihatin Berlarutnya Kasus GKI Yasmin. JAKARTA - Masalah kebebasan beragama yang dihadapi oleh umat GKI Yasmin selama bertahun-tahun karena penolakan kelompok intoleran atas dukungan walikota Bogor, mendapat dukungan dan keprihatinan dari para tokoh gereja di Indonesia.

"Kenapa saudara-saudara kami di tanah Jawa ini tidak bisa beribadah. Kita sama-sama percaya Tuhan, di Papua tidak ada satu pun larangan bagi agama lain untuk beribadah. Mengapa di sini saudara-saudara kami diperlakukan tidak adil hanya karena ingin beribadah. Negara ini mau apa? Apa yang diinginkan dari kami," ujar Pendeta Jemima Krey, Wakil Ketua Sinode Gereja Kristen Injili (GKI) di Tanah Papua, penuh kecewa dan kesedihan.

Suasana di Gedung Mahkamah Konstitusi, Rabu (15/2/2012), sempat hening saat pendeta yang baru saja tiba dari Papua hanya untuk menemui Mahfud MD itu mengungkapkan kekecewaannya. Suaranya bergetar menahan tangis dan kekecewaan.

Bersama tokoh agama lainnya Pdt Yemima mengutuk negara yang terkesan melakukan pembiaran terhadap ketidakadilan yang terjadi atas GKI Yasmin, dan menyatakan jika pemerintah pusat dan daerah bogor tidak mampu menyelesaikan masalah GKI Yasmin, warga Papua masih menerima jemaat GKI Yasmin.

"Kalau di sini tidak mau terima saudara-saudara kami GKI Yasmin, Tanah Papua terbuka untuk mereka datang dan beribadah. Tolong pemerintah selesaikan ini dan berikan kemerdekaan untuk kami," katanya.

Romo Edy Purwanto Pr dari Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) mempertanyakan apa yang salah ketika Pancasila mempersilakan ada lima agama di Indonesia. Mengapa umat Kristiani dalam hal ini GKI Yasmin tidak mendapatkan keadilan untuk beribadah.

"Kita sama-sama berdoa kepada Tuhan, sama-sama membutuhkan tempat ibadah, lalu kenapa kita tidak boleh beribadah di tempat ibadah sendiri," ujarnya

"Umat Kristen mentok dalam memperjuangkan hak konstitusi kami sebagai warga negara. Apa lagi yang diinginkan negara ini," ungkap Pendeta Shepart Supit.

Menurut Pendeta Shepart Supit, lebih kurang 1.000 gereja ditutup dengan alasan yang tak masuk akal sejak beberapa tahun lalu. Padahal, pembangunan rumah ibadah lain pun belum tentu dapat mengantongi izin. Merasa didiskriminasi, para tokoh ini meminta Mahfud mengulurkan tangan untuk membantu memberikan keadilan bagi umat Kristiani.

"Almarhum Gus Dur pernah bergurau mengatakan, masjid di kampung halamannya dibangun tidak ada izin. Namun, untuk kami, surat izin ini dibuat semacam surat sakti. Segala macam alasan dan cara digunakan agar kami tidak memperoleh kebebasan beragama. Dihambat oleh banyak hal," terangnya.

Ungkapan isi hati para tokoh agama ini disampaikan kepada Mahfud MD dengan terbuka karena Mahfud selama ini dianggap sebagai salah satu tokoh yang dihormati masyarakat dan berpikir kritis. Mereka juga mempertanyakan, mengapa walau pembuat keputusan tertinggi di MA pun telah mengeluarkan putusan, tetapi itu tak mampu meruntuhkan kekerasan hati Wali Kota Bogor dan sejumlah kelompok kecil intoleran yang mengusik GKI Yasmin.

Ungkapan isi hati para tokoh agama ini disampaikan kepada Mahfud MD dengan terbuka karena Mahfud selama ini dianggap sebagai salah satu tokoh yang dihormati masyarakat dan berpikir kritis.


Ada apa dibalik GKI Yasmin?
Menanggapai keprihatinan para tokoh gereja, Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD menyatakan keheranannya atas masalah GKI Yasmin yang berlarut-larut dan terkesan diatur oleh kekuasaan tertentu melebihi kekuatan hukum.

"Negara Indonesia adalah negara yang memiliki konstitusi. Maka, putusan pengadilan yang sudah inkrah harus dilaksanakan. Kalau tidak, negara kacau. Kota kecil seperti di Bogor kenapa bisa tidak jalan aturannya. Apa ada sesuatu yang tidak saya ketahui di balik semua ini? Saya juga tidak tahu kenapa kasus ini begitu lama diselesaikan," kata Mahfud di hadapan para tokoh gereja.

Mahfud mengatakan, MK tak memiliki kewenangan untuk melakukan tindakan hukum atas pelanggaran yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Bogor yang melanggar putusan Mahkamah Agung.

Dengan demikian, MK tidak dapat mendesak Pemkot Bogor untuk mengikuti putusan MA. "Kami tidak punya efek hukum apa-apa karena bukan perkara. Itu sudah putusan, harusnya dilaksanakan," jelasnya.

Menurut Mahfud, masalah GKI Yasmin sebenarnya dapat terselesaikan jika ada ketegasan pemerintah pusat. Pemerintah harusnya menjelaskan kepada umat GKI Yasmin mengenai alasan mengapa peraturan itu tak bisa dijalankan. Bukan kemudian membiarkan keputusan inkrah MA dilanggar dan menimbulkan pertanyaan besar dari kalangan luas.

"Kami ikut sedih, ada sekitar seribu gereja ditutup dan tidak ada proses hukum, bahkan pembiaran. Sementara di luar sana secara kontras, orang bikin masjid, enggak pakai izin enggak jadi masalah. Ini sebuah paradoks. Ini menyedihkan, terutama bagi rasa keadilan masyarakat," kata Mahfud.

Karena tak memiliki kewenangan secara hukum untuk kasus GKI Yasmin, Mahfud hanya dapat menawarkan bantuan untuk menjadi kepanjangan tangan umat GKI Yasmin dan mengungkapkan keluh kesah mereka kepada pemerintah. (Kompas/TimPPGI)