JAKARTA - penemuan “naskah kuno” Alkitab, yang konon berumur 1500 tahun, di Turki serta merta menjadi pemberitaan berulang-ulang di sejumlah media Islam. Tak tanggung-tanggung, “naskah kuno,” yang belum selesai diteliti itu, dengan cepat dihubungkan dengan Injil Barnabas, yang kontroversial dan penuh cacat itu.
Mengapa “naskah kuno” Alkitab Turki itu begitu menghebohkan dan populer di kalangan Muslim? Tak lain karena adanya dugaan bahwa dalam “naskah kuno” yang diklaim ditulis dalam Bahasa Aramaik itu terdapat ayat-ayat yang berisikan perkataan Yesus tentang kedatangan Muhammad. Klaim ini sangatlah terburu-buru, pasalnya belum ada satu pun media yang mempublikasikan isi sesungguhnya dari “naskah kuno” itu.
Namun, adalah Assyrian International News Agency (AINA) yang kemudian mengungkapkan kelemahan “naskah kuno” itu.
Dalam tulisan berjudul The '1,500' Year Old 'Bible' and Muslim Propaganda (Alkitab Berumur 1500 Tahun dan Propaganda Muslim, red) yang ditulis oleh Peter BetBasoo dan Ashur Giwargis diungkapkan mengenai tulisan tangan atau inskripsi yang ada pada sampul depan “naskah kuno” itu. Tulisan tangan itu ditulis dengan tinta emas di atas kulit memperlihatkan gambar salib disertai inskripsi Bahasa Aramaik yang berbunyi:
b-shimmit maran paish kteewa aha ktawa al idateh d-rabbaneh d-dera illaya b-ninweh b’sheeta d-alpa w-khamshamma d-maran
Terjemahan: "Dalam nama Tuhan kita, buku ini ditulis dengan tangan para biarawan dari biara tinggi Niniwe, tahun ke-1500 dari Tuhan kita."
Niniwe adalah kota kuno Assiria dan berlokasi di Irak Utara sekarang, dekat Mosul.
Inskripsi yang dikatakan berumur 1500 tahun itu tampak mencurigakan, sebab teksnya terlalu mudah dibaca bagi penutur asli Bahasa Assiria modern (yang juga dikenal sebagai neo-Aramaik), yang rata-rata digunakan masyarakat Assiria saat ini. Padahal, terdapat perbedaan antara Bahasa Aramaik yang digunakan 1500 tahun lalu dengan Bahasa Assiria modern.
Di samping itu, terdapat kesalahan eja pada inskripsi tersebut: Kata pertama, b’shimmit maran (“dalam nama Tuhan kita”), keliru dieja dengan 't' bukannya 'd.' Dalam Bahasa Assiria, 'd' adalah bentuk genitif (menyatakan milik), dan merupakan prefiks (awalan) kata yang mengikutinya.
Jika mengikuti tata Bahasa Assiria yang benar, maka seharusnya dibaca b-shimma d-maran, bukan b-shimmit maran [Perhatikan: kata terakhir dari kalimat tersebut seharusnya ditulis: d-maran (Tuhan kita)].
Kesalahan lain adalah penulisan kata yang berarti "nama" dalam Bahasa Assiria (yaitu kata: ashma, dimana huruf awal 'a' adalah huruf diam). Jadi, jika ditulis dengan benar, seharusnya menjadi: b-ashma d-maran (dalam nama Tuhan kita).
Penulisan kata idateh juga keliru, seharusnya diakhiri dengan 'a' menjadi idata. Dalam inskripsi tersebut muncul dalam bentuk frase al idateh (pada tangan), seharusnya ditulis: b-idata (dengan tangan).
Kalimat di bawah menggunakan kata ktawa ("buku" atau "kitab"), namun dalam Bahasa Assiria, Alkitab tidak pernah dikatakan sebagai sebuah "buku." Lazimnya, orang-orang Assiria menggunakan istilah awreta (Perjanjian Lama), khdatta (Perjanjian Baru), atau ktawa qaddeesha (Kitab Suci).
Analisa ini barulah merupakan analisa terhadap sampul “naskah kuno” tersebut, sebab belum ada yang mengungkapkan isi dari “naskah kuno” itu.
Yang paling signifikan adalah jenis tulisan ini ditulis dalam Bahasa Assiria modern, yang distandarisasi sekitar tahun 1840-an. Alkitab pertama dalam Bahasa Assiria modern ditulis tahun 1848. Jika “naskah kuno” ini ditulis 1500 M, maka seharusnya menggunakan Bahasa Assiria klasik.
Sangat tidak mungkin para biarawan membuat kesalahan mendasar seperti itu. Karena itu, “naskah kuno” itu perlu dipelajari lebih lanjut untuk memastikan naskah apa itu dan kapan persisnya “naskah kuno” itu ditulis.
Lagipula, inskripsi yang ada pada bagian bawah sampul “naskah kuno” itu mengatakan bahwa “naskah kuno” itu ditulis tahun 1500 M. Jadi, jika “naskah kuno” tersebut memprediksikan kedatangan Muhammad, maka bukan hal aneh memprediksi sesuatu 870 tahun setelah kejadiannya, mengingat Muhammad lahir sekitar tahun 570 atau 571 M dan wafat tahun 632 M. Jika naskah itu ditulis tahun 1500 M, maka naskah itu bukan berisi prediksi, tetapi menulis sesuatu yang sudah terjadi.
Kebanyakan media, Islam dan Kristen, mencantumkan judul berita ‘Alkitab berusia 1500 tahun memprediksikan kedatangan Muhammad’ – tanpa bukti pendukung apapun.
Bagi umat Muslim, implikasi headline seperti itulah yang disukai, bahwa Yesus adalah seorang nabi, seperti Muhammad, dan bukan "Anak Allah," seperti diyakini sebagian besar umat Kristen.
Menurut media Al Bawaba, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Turki, Ertuğrul Günay, berkata, “Sejalan dengan keyakinan Islam, Injil [Alkitab ini] menyatakan Yesus sebagai manusia biasa dan bukan Tuhan. Menolak ide Tritunggal Kudus dan Penyaliban dan mengungkap bahwa Yesus memprediksikan kedatangan Nabi Muhammad.”
Mengomentari kesalahan-kesalahan dalam buku tersebut, Al Bawaba mengatakan di artikel lain:
Sebagai contoh, kitab tersebut berkata ada 9 langit, dan yang ke-10 adalah surga, sementara Qur’an mengatakan hanya 7, dan mengklaim Perawan Maria melahirkan Yesus tanpa rasa sakit, sementara Qur’an mengatakan dia melahirkan dengan rasa sakit.
Menurut Injil itu, Yesus berkata pada para imam Yahudi bahwa Ia bukan Mesias dan bahwa Muhammad adalah mesias. Ini berarti penyangkalan atas eksisitensi Mesias, yang sebenarnya Yesus Kristus, dan menjadikan Yesus dan Muhammad seakan satu, orang yang sama.
Kitab tersebut juga mengandung informasi yang tidak memiliki kredibilitas historis, seperti adanya tiga pasukan yang masing-masing terdiri dari 200.000 prajurit di Palestina, sedangkan keseluruhan populasi Palestina 2000 tahun lalu bahkan tidak mencapai 200.000. Selain itu, Palestina diduduki Roma saat itu, dan mustahil Palestina diizinkan memiliki pasukannya sendiri.
Kalimat terakhir dalam Bab 217 berkata bahwa 100 pound batu ditempatkan di tubuh Kristus. Ini mengkonfirmasi bahwa ‘Alkitab’ tersebut ditulis baru-baru ini, karena yang pertama kali menggunakan pound sebagai unit pengukuran berat adalah Ottoman bersama Itali dan Spanyol dan eksperimen mereka, yang mana tidak dikenal di masa Yesus.
Bab 20 juga menyatakan bahwa kota Yerusalem dan Nazaret adalah kota pelabuhan.
Artikel yang sama diakhiri dengan “Berdasarkan banyak penelitian, Injil Barnabas ditulis oleh seorang Yahudi Eropa abad pertengahan, yang cukup akrab dengan Qur’an dan Injil. Ia, kemudian, mencampuradukkan fakta-fakta, dan niatnya tetap tidak diketahui.”
Fatalnya, banyak umat Muslim dan para pendukung kelompok liberal dan sekuler begitu percaya dengan "kesimpulan ceroboh" media-media tersebut. (Magen Avraham/Perisai)