Friday 2 March 2012

Friday, March 02, 2012
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Lecehkan Gereja Katolik, Hanna Huffington Diminta Pernyataan Maaf atas Kebodohan Seorang Atheis Liberal.
WASHINTON D.C (AS) – Para tokoh Kristen, tokoh masyarakat dari pimpinan dari beberapa organisasi masyarakat mengirimkan sebuah surat bersama yang menyerukan kepada Arianna Huffington, pendiri Huffington Post, sebuah situs berita online harian terkemuka di Amerika Serikat agar meminta maaf.

Seperti diberitakan ChristianPost pada 29 Februari 2012, surat tersebut meminta Huffington agar membuat pernyataan maaf atas sebuah tulisan penuh pelecehan dan kebencian yang digunakan sebagai ejekan kepada calon presiden Rick Santorum yang adalah seorang Katolik.

“Tulisannya harus dicabut dari situs anda, dan anda harus mengeluarkan sebuah permintaan maaf atas dipublikasinya tulisan sampah seperti itu,” bunyi surat yang itu, sembari meminta Huffington agar permintaan maaf tersebut dipublikasikan sebelum tulisan sampah itu dihapus.

Tulisan dengan judul “The Jesus-Eating Cult of Rick Santorum” (Kultus Pemakan-Yesus ala Rick Santorum) yang dipublikasi pada 24 Februari 2012 ditulis oleh Larry Doyle, seorang penulis atheis beraliran liberal yang sangat anti agama. Ia juga adalah mantan penulis dan produser dari film animasi humor ‘The Simpson’.

Dalam tulisan sampah itu Doyle mengisahkan kalau umat Katolik telah mengadakan ‘ritual barbar’ dimana seorang imam berjubah hitam mengucapkan ‘mantra’ didepan sebuah roti dan anggur dan merubahnya menjadi sebuah daging dan darah segar dari ‘Yesus ’.

Dalam imajinasinya itu Doyle menceritakan, para hadirin yang mengikuti ritual barbar itupun memakan ‘daging Yesus’ dan meminum ‘darah segar yang suci’, sembari membandingkannya dengan aksi dalam film-film yang sering ia tonton di Cinemax, sebuah stasiun TV yang banyak menunjukkan kekerasan, termasuk pula kanibalisme.

Tidak sampai disitu, Doyle mengkhayalkan, jika Rick Santorum menjadi Presiden Amerika Serikat, maka Paus Benediktus XVI akan menjadi ‘pemimpin Amerika sesungguhnya’ karena Santorum akan mengikuti setiap perintah Sri Paus, dengan menganggap Sri Paus sebagai seorang ‘mantan nazi’.

Sang Atheis Provokatif Penilai ‘keimanan agama lain’
Mendapati dirinya dikritik atas tulisan sampahnya, Doyle menanggapi dengan santai melalui sebuah tulisan dalam kolom terbaru pada hari berikutnya di Huffington Post. Ia menjelaskan kalau yang ia tulis bertujuan untuk mengingatkan Santorum agar kembali pada ‘pekerjaannya’, sebagai seorang politikus, bukan sebagai seorang penilai ‘keimanan orang lain’.

Dengan dua alasan utama, Doyle berkilah, Santorum sering menyerang Presiden Barack Obama sebagai orang Kristen yang ‘ber-ideologi palsu’ dan ‘pernyataannya tentang tidak mungkinnya seseorang menjadi seorang Kristen yang liberal.’

“Terlalu sederhana jika saat ini saya meminta maaf dengan setengah hati dengan mengatakan ‘saya meminta maaf jika ada yang tersinggung’, tetapi sesungguhnya saya tidak perduli jika ada yang tersinggung,” tulis pria paruh baya yang adalah anggota Greensboro Atheis Organization itu.

“Saya berharap mereka [Santorum dan pendukungnya] sekarang dapat berpikir dua kali sebelum menanyakan iman seseorang, entah dari Kristen ‘aliran progresif[?]’, atau Mormon, atau muslim. Saya meragukan kesungguhan mereka,” tambah Doyle.

Sedangkan melihat jawaban dan alasan konyol, tak berhubungan dan tak berdasar itu, para tokoh dan pemimpin kaum konservatif kepada Huffington menyatakan, “Orang fanatik [liberal dan atheis] seperti Doyle menyangka dirinya dapat melecehkan dan merendahkan Katolik (dengan tuduhan ‘Pemakan-Yesus’) dan ketika masalahnya merebak, ia mengaku hal itu sebagai sebuah lelucon. Ini benar-benar sebuah aksi penakut [dari seorang atheis]. Sungguh sebuah standar ganda.”

Sedangkan, lanjut mereka.“Jika tulisan yang sama ditulis dan ditujukan kepada agama Islam atau Yahudi, maka amarah masyarakat akan meluap, dan sebenarnya demikian. Namun [di Amerika] anti-Katolik diterima sebagai suatu bentuk fanatisme terbaru yang ada, dan Huffington Post memanfaatkan fanatisme itu dengan segala cara.” (ChristianPost/HuffingtonPost/TimPPGI)