Wednesday, 23 May 2012

Wednesday, May 23, 2012
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Aktivis dan Mahasiswa Nilai Pelarangan Ibadah di Indonesia Harus Diadukan di Dewan PBB.
MEDAN (SUMUT)- Peringatan Hari Kebangkitan Nasional Indonesia tahun ini masih diwarnai dengan makin banyaknya intimidasi dan larangan untuk beribadah, dengan alasan tidak memiliki izin.

“Selain melanggar hak asasi manusia (HAM), pelarangan itu juga sama dengan tindak pidana hukum. Karena itu, mereka yang dilarang sebaiknya membuat laporan pengaduan ke Dewan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB),” kata aktivis HAM, Agus Yohanes kepada SP di Medan, Senin (21/05/2012).

Yang memprihatinkan katanya, pemerintah maupun aparat kepolisian justru terkesan tutup mata dengan membiarkan kekerasan oleh kelompok radikalis itu.

“Ini merupakan sejarah terburuk masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang diduga dengan sengaja membiarkan kekerasan itu terjadi berlangsung sangat lama. Ada aparat kepolisian yang berfungsi menjaga keamanan dan mengambil tindakan, namun sama sekali tidak melaksanakan prosedur hukum," ujarnya.

Agus mengatakan, dasar polisi untuk mengambil tindakan terhadap ormas yang melakukan kekerasan terhadap jemaat gereja agar tidak melaksanakan ibadah tersebut, sudah cukup kuat. Apalagi, larangan dari kelompok yang membawa-bawa nama organisasi tersebut, dilengkapi dengan berbagai jenis senjata dan sering melakukan penyerangan dengan membubarkan jemaat yang ingin melaksanakan ibadah.

"Tindakan yang dilakukan kelompok tertentu itu melebihi aksi premanisme. Ini sudah merenggut hak asasi dan mengancam keselamatan warga yang melaksanakan ibadah. Sebaiknya, kasus ini dilaporkan ke PBB biar dunia luar mengetahui kondisi di negeri ini. Pemerintah dan aparat kepolisian terkesan tutup mata. Dalam ajaran agama mana pun tidak ada yang membenarkan melakukan kekerasan," katanya.

Menurutnya, tidak adanya respons dari pihak kepolisian dalam menindak pelaku yang melakukan kekerasan terhadap jemaat gereja saat melakukan ibadah tersebut, membuat isu beredar bahwa Kapolri Jenderal (Pol) Timur Pradopo mempunyai hubungan dengan organisasi tersebut. Penilaian miring ini muncul karena beredar poto pemimpin Polri dengan ketua organisasi masyarakat yang “menjual” nama salah satu agama.

"Pemerintah dan aparat penegak hukum sendiri sudah melakukan pelanggaran HAM dengan membiarkan masalah ini terjadi. Kasus ini diharapkan jangan sampai dibiarkan berlarut-larut karena bisa mengancam demokrasi di Tanah Air. Semua pihak harus mempunyai peran serta untuk menentang kekerasan darti kelompok radikalis tersebut," sebutnya.

Sementara itu, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, memperingati Harkitnas dengan menggelar aksi damai mengajak kalangan pemuda menanamkan semangat, integritas, dan sikap antikorupsi. Mereka menggelar aksi teaterikal “menyapu koruptor” di Bundaran Gladak, Minggu.

Sejumlah foto pejabat yang dianggap sebagai koruptor disebar ke jalan raya dan kemudian disapu para mahasiswa. “Aksi ini sebagai perlambang kita jangan terlena dengan kasus korupsi yang semakin hari semakin banyak dihadapi negeri ini,” teriak salah seorang mahasiswa.    

Mahasiswa juga mengeritik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang dinilai belum banyak berbuat dalam memberantas korupsi.(SuaraPembaruan)