Wednesday 13 June 2012

Wednesday, June 13, 2012
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Demo Damai Warga Biak adalah Bukti Pengontrolan Surat Keputusan Bersama (SKB) Dua Menteri.
BIAK (PAPUA) - Keterlibatan Gereja Kristen Injili (GKI) Tanah Papua Klasis Biak Selatan dalam demo damai warga Biak menolak dan mendesak pemerintah membatalkan dan melarang pendirian embarkasi haji, pendirian rumah ibadah yang tidak berijin dan melarang pemasangan alat pengeras suara dengan seenaknya di rumah-rumah ibadah, adalah bukti  umat Kristen akan melakukan pengontrolan terhadap penerapan Surat Keputusan Bersama (SKB) Dua Menteri yang membatasi pendirian rumah ibadah.

Melalui Surat Keputusan Sidang Klasis Biak Selatan, Badan Pekerja Klasis menyatakan akan melaksanakan SKB dua Menteri, sehingga penerapan toleransi umat beragama yang adil dapat berlaku di Tanah Papua.

"Tidak ada unsur SARA, yang kami kedepankan hanya menjalankan keputusan sidang klasis, yakni penegakkan SK dua menteri," ucap Pendeta Yustinus Noriwari, Ketua Klasis Biak Selatan kepada Papua Pos, Selasa (05/06/2012) lalu.

Dikatakan, demo damai ini telah dipersiapkan sejak 25 Mei lalu dan dilakukan oleh umat Kristen dari berbagai denominasi di kota Biak sehingga tidak ada niat dari umat Kristen untuk melakukan aksi menggangu toleransi antarumat beragama, sebab hal ini telah diterapkan di wilayah lain di Indonesia.

Hal ini menurutnya, tidak merujuk kepada aksi yang selama ini telah dilakukan oleh kelompok non-Kristen intoleran di pulau Jawa dan Sumatera, sehingga ratusan gedung gereja yang telah berdiri selama puluhan tahun 'dengan sukses' ditutup oleh mereka, akibat diterapkannya aturan ini.

Bersama Dewan Adat Biak, gereja akan melakukan pengkajian lebih lanjut terhadap pelaksanaan toleransi beragama di kota itu.

Pada hari yang sama, Ketua Dewan Adat Byak, Yan Pieter Yarangga menyatakan, posisi dewan adat adalah institusi perjuangan hak adat masyarakat Biak, sehingga terkait isu yang diangkat dalam demo tersebut, dewan adat akan mengkajinya lebih lanjut.

Kemudian ia meminta gereja jangan terhenti pada demo damai tetapi melanjutkan ke tahap-tahap yang lain, diantaranya dialog antara umat beragama, dialog antar denominasi, dan juga dengan komponen adat.
"Supaya kita bersama-sama memperjuangkan nilai-nilai eksistensi gereja yang sesungguhnya," tuturnya.

Dilanjutkan, Dewan Adat Byak telah menyiapkan sebuah musyawarah khusus antar umat beragama sehingga oknum-oknum tertentu yang menggunakan institusi gereja atau non-Kristen untuk melancarkan kepentingannya dapat diketahui. Sehingga hasil dari musyawarah tersebut dapat disetujui bersama karena bertujuan menguatkan toleransi beragama.

"Kalau di republik ini, kita [di Papua] harus hidup beda dari wilayah-wilayah lain yang terus melakukan konflik fisik terhadap umat beragama, itu yang bagi dewan adat, penting," tegasnya.

Dilanjutkan, "jangan gunakan agama untuk kepentingan politik semu, tetapi harus sama-sama kita perjuangkan adalah nilai kebersamaan lebih khusus nilai spiritual masing-masing institusi agama supaya kita membangun kebersamaan, keharmonisan umat yang tampil beda," tegasnya sembari meminta umat beragama agar tidak menggunakan nama agama guna membenarkan diri sehingga mengorbankan umat yang merupakan bagian dari adat. (PapuaPos/TimPPGI)