Friday 29 June 2012

Friday, June 29, 2012
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Gereja Orahua Niha Keriso Protestan (ONKP) Tumbuh dari Keterisolasian.
LAHOMI (SUMUT) -  ”Börö waoya zalua ba nomo sebua, daö wamafazökhi khöma nomo sisambua, balö aröu ba nomo zatua” (terjemahan bebas: karena banyak kejadian di rumah besar, itulah sebabnya kami membangun rumah sendiri, tetapi tidak jauh dari rumah besar). Inilah yang mendasari gereja ONKP lahir di wilayah aekhula (barat).

Gereja Orahua Niha Keriso Protestan (ONKP) diyakini jemaatnya lahir karya Tuhan. Akan tetapi, menurut sejarah, 60 tahun silam, ONKP didirikan di wilayah Nias Barat karena keterisolasian. Saat itu, akses menuju wilayah Sirombu dan sekitarnya, yang kini telah menjadi wilayah Kabupaten Nias Barat, cukup sulit. Untuk datang ke Sirombu dari Gunungsitoli setidaknya memakan waktu 2 hari perjalanan dengan kaki. Akibatnya, pelayanan jemaat dari beberapa pendeta di Banua Niha Keriso Protestan (BNKP)—yang menjadi rumah besar bagi ONKP, induk—terbengkalai.

Berikut hasil wawancara NBC dengan Eporus ONKP Pdt. Eliakim Waruwu, Rabu (27/06/2012), di kediamannya di Desa Tugala, Kecamatan Sirombu, Kabupaten Nias Barat, tepat di samping aula kantor pusat ONKP.

Gereja ONKP lahir dilatarbelakangi karena pelayanan di aekhula yang terbengkalai (bagian barat Pulau Nias). Terbengakalainya pelayanan bukan karena tidak adanya pendeta, tetapi para pendeta sulit menjangkau wilayah di aekhula karena akses jalan yang cukup menguras energi. Selain itu, jaminan hidup pendeta saat itu tidak memberikan sebuah sukacita, akibatnya banyak pendeta yang ditugaskan di wilayah barat Nias lebih memilih melayani di Gunungsitoli.

Kemudian, para pendeta yang berasal dari aekhula dipaksakan melayani di daerah lain. Tahun itu, ada 4 pendeta dari aekhula yang merasa prihatin melihat pelayanan jemaat di aekhula, sementara mereka sungguh-sungguh melayani jemaat di wilayah lain.

Salah satu di antara 4 orang itu adalah Pdt. Dalimanő Hia alias Ama Haogö dipaksakan melayani di wilayah Tugala Oyo, sementara di Lahömi tidak ada pendeta yang melayani. Namun, Pdt. Dalimanő memilih melayani jemaat di wilayahnya sendiri di Lahömi. Dengan dia tinggal di Lahömi, Pdt. Dalimanö dapat bekerja sambil melayani. Tindakan Pdt. Dalimanö dianggap pemimpin BNKP saat itu sebagai perbuatan yang membangkang.  (Ama Haogö belakangan pindah ke Gereja Tuhan di Indonesia [GTDI]. Pendeta ini juga cukup populer di Nias karena ajarannya yang dikenal dengan “Ajaran Nama Haogö”.)

Faktor lain, lahirnya ONKP ketika beberapa rapat dan sinode di BNKP beberapa peserta rapat dan pendeta dari aekhula tidak diberi kesempatan menyampaikan saran dan pendapat. Hal ini pernah diceritakan Pdt. Fat Gulö, karena akses yang sulit, setiap undangan rapat yang dikirim ke aekhula sehari setelah rapat selesai surat undangan baru sampai. Jadi, semua undangan rapat di Gunungsitoli jarang sekali dihadiri pendeta dari aekhula. Kalau hanya sekali sampai dua kali, tetapi ini berkali-kali.

Sinode di Ombölata Simenari
Kejadian yang paling fatal saat Sidang Sinode BNKP di Ombölata Simenari tahun 1950. Pendeta Karel  Dalihuku Marundruri, beberapa kali meminta agar diberi kesempatan menyampaikan saran dan pendapatnya hingga dia berdiri di atas kursi. Toh, juga tidak diberi waktu oleh pemimpin sidang saat itu. Anehnya, pendeta yang lain kok diberi kesempatan. Saat itu Pdt. Karel Dalihuku Marundruri pun mengatakan ”Baiklah sampai di sini kita dapat bersama-sama ….”

Beberapa bulan kemudian, bertemulah tokoh-tokoh dari Őri Lahőmi, Őri Hinako, Őri Oyo dan Őri Moro’ő bersepakat dan rapat di Tugala dan meminta agar ada BNKP 2 di aekhula, artinya tetap BNKP, yaitu BNKP 1 di Gunungsitoli dan BNKP 2 di aekhula,  tapi tidak diizinkan.

Menurut Pdt. Dalimanö sebuah catatan yang tersimpan di Jerman yang diutarakannya ”Bőrő wa’oya zalua ba nomo sebua, da’ö wamafazőkhi khőma nomo sisambua, balő arőu banomo zatua” artinya karena beberapa peristiwa sebelumnya, didirikanlah suatu wadah baru yang tidak terlalu jauh penamaannya. Huruf B diganti dengan O, BNKP menjadi ONKP tahun 1952.

Peristiwa itu tepatnya 16 April 1952 ONKP berdiri dan dipusatkan di Tugala Lahömi. Sidang Sinode pertama 22-25  Mei 1952 dan ditetapkan pimpinan pertama adalah Presiden. Saat itu terpilih Pdt. Karel Dalihuku Marundruri dan Sekretaris Jenderal pertama Pdt. Dalimanö Hia. Dan, mereka memimpin selama 19 tahun dengan jumlah jemaat 1.000 orang dari 3 wilayah: Lahőmi, Őri Hinako, dan Őri Moro’ő. Tahun 1953, badan hukum ONKP akhirnya terdaftar di Menteri Kehakiman Republik Indonesia.

Dengan berjalannya waktu, sistem manajemen ONKP dari kepemimpinan presiden diubah menjadi eporus. Karena saat itu, sistem yang dianut ONKP sepertinya sistem organisasi massa. Sinode 1972, sistem kepresidenan diubah menjadi eporus.

236 Gereja di Seluruh Indonesia
Hingga kini, jumlah jemaat mencapai 63.000 jiwa dan pendeta sebanyak 78 orang yang terbagi dalam 236 gedung gereja dan 56 resor di seluruh Indonesia.

Suami dari Sabariani Harefa itu mengatakan, kehidupan sehari-hari jemaat ONKP dari tahun ke tahun semakin meningkat. Dan, ini tidak terlepas dari pelayanan para pendeta.

Pemimpin gereja ONKP, dikatakan mantan dosen STT Sundermann ini, tidak pernah mengintervensi jemaat yang hendak pindah sekte. Bila ada warga jemaat yang pindah, pemimpin gereja dengan setulus hati mengeluarkan surat pindah gereja.

Kendala yang tejadi selama ini, pelayanan pastoral masih kurang signifikan. Beberapa pendeta masih belum melaksanakan kunjungan ke rumah-rumah jemaat. Ke depan ini yang menjadi tanggung jawab.

Harapan Eliakim pada Sidang Sinode ke XII ONKP, agar setiap peserta dapat mendaftarkan diri. Kiranya tercipta suasana kekeluargaan sehingga tidak ada hal-hal yang tidak diinginkan. Siapa pun yang terpilih nantinya kiranya jemaat dapat menerimanya sebab itulah yang kita pilih pada persidangan ini.

“Pekerjaan utama ke depan ONKP adalah meningkatkan sumber daya manusia. Lanjutan pembangunan kantor pusat ONKP, Sidang Raya PGI, Sidang Raya Pemuda, dan upaya menjalin hubungan baik dengan pemerintahan,” kata Eliakim.

Eporus dari Waktu ke Waktu
Adapun pemimpin ONKP dari waktu ke waktu, 1952 hingga tahun 2012. Presiden ONKP Pdt. Karel Dalihuku Marundruri (1952-1971). Pjs. Presiden Satua Niha Keriso (SNK) Faigi’aro Gulö (1971-1972);

Lalu jabatan presiden diganti dengan  eporus. Eporus selanjutnya Pdt. Fosasi Daeli (1972-1986). Eporus Pdt. Fangaro Gulö (1987-1992); Ephorus Pdt. Yosefo Gulö (1992-1998); Plt. Eporus Pdt. Eliakim Waruwu (1998-1999); Ephorus Pdt. Kasihan Hia (1999-2000). Selanjutnya Eporus Pdt. Bagőlő Hia (2000-2007) dan Ephorus Pdt. Eliakim Waruwu (2007-2012). (Nias-Bangkit)