Friday, 29 June 2012

Friday, June 29, 2012
1
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Menunggu Realisasi ‘Janji Toleransi’ ala Mohamed Morsi; Memilih Wakil Presiden dari Wanita Koptik.
KAIRO (MESIR) – Presiden pertama yang dipilih oleh rakyat Mesir, Mohammed Morsi, sebelum dalam kampanye pemilihan presiden lalu menyatakan akan memilih wakil Presiden dari umat Kristen sebagai bukti toleransi Muslim terhadap umat Kristen. Ia juga dalam dalam kesempatan mengadakan kampanye di Abbasia menyatakan wakil presiden itu adalah seorang wanita.

Menurut Farid Samir pada sebuah program dialog berjudul “Garam Dunia” pada 27 Juni 2012 lalu , satu janji inilah yang diserukan Morsi selama kampanye-nya dan menjadi alasan utama umat Kristen di Mesir terpecah menjadi dua, sebagian memilih Morsi, sebagian lagi memilih Shafiq.

Direktur Pelaksana stasiun TV Kristen, SAT-7, yang melayani umat Kristen di Afrika Utara dan Timur Tengah juga menambahkan, Morsi “Disamping menunjukkan keinginan yang baik dan kebanyakan janjinya yang positif.” Umat Kristen yang memilih Morsi mengharapkan ia menghentikan perlakuan muslim pasca-revolusi yang mencap umat Kristen sebagai warga kelas dua.

Selanjutnya, Samir menjelaskan, sikap Morsi yang condong untuk ‘mengislamkan’ Mesir adalah kekhawatiran utama umat, sembari mengutip kantor berita Iran, Fars, pada Senin (25/06/2012) yang menyambut pernyataan Morsi yang ingin memulihkan hubungan dengan negara Shia itu, guna mendapatkan ‘keseimbangan strategis’ di Timur Tengah sekaligus menyatukan pengertian bersama mereka atas Islam.

Pada 12 Mei 2012, saat mengadakan kampanye di Universitas Kairo, Morsi  menyatakan “Quran, adalah konstitusi kami, nabi adalah pemimpin kami, jihad adalah jalan kami, dan kematian dalam nama allah adalah tujuan kami.”

“Kemudian, apakah yang akan dihadapi kedepan, para penasehat Morsi pada minggu ini menegaskan bahwa Mesir ‘pasti’ tidak akan menjadi sebuah ‘Republik Islam’ ” kata Samir, sembari melanjutkan “Sementara itu, Pengadilan Mesir telah menarik sebuah peraturan lama yang menyatakan ‘militer dapat menahan warga sipil’ [dan] menarik militer dari apa yang dapat menjadi sebuah perkelahian.”

Artinya, jelas Samir, ini adalah semacam dukungan yang memihak sharia, jihad, religisida (pembunuhan agama). Samir memberi catatan, “Kami tidak dapat melupakan hal-hal yang dilakukan Ikwanul Muslimin hanya dengan melihat apa yang terjadi sekarang, ini [sharia, jihad dan religisida] telah ada sejak 80 tahun. Tetapi kini, hal ini menjadi resmi.”

Sehingga kekuatiran umat Kristen terhadap usaha mengislamkan Mesir semakin besar. “Ada ketakutan yang besar, juga, terkait munculnya aksi kekerasan yang sama terhadap umat Kristen, tetapi kali ini dengan dilindungi hukum,” ucapnya sedih. (AINA/Sat7/Copts/TimPPGI)