Thursday 26 July 2012

Thursday, July 26, 2012
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Bukti Toleransi! Al Muttaqin, Masjid Tertua di Kota Manado yang Direnovasi Umat Kristen.
MANADO (SULUT) - Masjid yang dinding bangunannya nyambung dengan rumah-rumah warga di samping ini mulai dibangun 1.775 lalu. Awal mula pembangunannya dirintis para pedagang dan nelayan Muslim dari Ternate di zaman Sultan Babullah. Sambil mencari hidup, mereka menyiarkan agama Islam di Bumi Nyiur Melambai.

Dari hari ke hari, jumlahnya bertambah banyak. Ditambah dengan kian banyaknya warga yang memeluk agama Islam. Maka diputuskanlah untuk mendirikan sebuah surau atau mushola.

Mushola inilah yang belakangan berkembang menjadi sebuah masjid seiring makin bertambahnya jamaah. Waktu itu, masjid dibangun bukan di tempat sekarang, tapi lebih ke arah pantai.

Namun, karena lokasinya di pesisir pantai terancam abrasi, dipindahkan ke lokasi sekarang di Pondol (Dalam bahasa Borgo, Pondol adalah ujung). Masjid ini dinamai Al-Muttaqin yang artinya orang takwa.

Mereka terpaksa mendirikan masjid di tepi pantai, karena tak diperkenankan pemerintah Belanda membangunnya di pusat-pusat keramaian Manado kala itu. Biaya pembangunan rumah ibadah tersebut berasal dari swadaya jamaah yang sebagian besar nelayan.

Waktu berjalan, jamaah dan musafir yang menggunakan masjid ini kian bertambah banyak. Terlebih karena lokasinya yang dekat dengat pelabuhan Manado. Kawasan Pasar 45 sampai ke Pondol dulunya sering disebut Bendar, atau Bandar yang artinya pelabuhan. Sejak lama, pertumbuhan penduduk dan ekonomi Manado berawal dari kawasan ini. Tiap hari orang-orang dari berbagai pelosok di Sulawesi Utara (Sulut) dan sekitarnya datang dan pergi.

Dan mereka yang datang dan pergi itu banyak juga beragama Islam seperti para pendatang dari Gorontalo yang saat itu masih tergabung dengan Sulawesi Utara (Sulut). Kondisi itu membuat jamaah masjid membludak dan daya tampung tak mencukupi.

Tahun 1964, oleh Imam Masjid H Muhammad Al-Buchari berupaya mengembangkan bangunannya agar bisa menampung para jamaah. Mulai tahun 1973 Masjid Al-Muttaqin direnovasi dan dibangun dengan dua lantai.

Dananya berasal dari jamaah dan masyarakat sekitar. Menariknya, umat Kristen yang berada di sekitar masjid ikut membantu dan menyumbangkan dana. Bahkan, perampungan lantai dua dilakukan juga oleh umat Kristen.

Bentuk dan ciri kerukunan yang sangat dinamis yang terus dipertahankan secara turun temurun. Masyarakatnya selalu hidup harmonis, merasa aman dan nyaman.

Menurut Al-Buchari, untuk membangun masjid, sampai saat ini tiap hari dikumpulkan uang lewat jamaah dan sumbangan dari masyarakat sekitar.

Seminggu sekali dilakukan kerja bakti untuk merenovasi bagunan. “Tak ada kendala untuk membangun masjid ini,” “Pendekatan kami lakukan pada jamaah dan masyarakat. Kami bersama umat lain di tempat ini saling bergandengan tangan, sehingga masjid dapat diselesaikan sampai lantai dua,” jelasnya.

Kerukunan yang tercipta membuat masyarakat di Pondol merasa sudah seperti saudara satu dengan yang lainnya. Perbedaan dan kemajemukan yang ada di masyarakat dijadikan suatu senjata untuk mempertahankan persatuan dan kesatuan. “Tidak ada huru-hara di Pondol, sebab kami di sini saling menyayangi sebagai saudara,” kata Al-Buchari.

Memasuki bulan puasa seperti ini, biasanya yang bertugas menjaga keamanan saat umat Muslim shalat adalah para pemuda Kristen.

“Mereka melakukannya dengan senang hati. Sandal yang diletakkan di depan mesjid sekalipun akan dijaga supaya tidak ada yang mencurinya,” kata pria kelahiran 1939 ini kepada wartawan Manado Post, Senin (23/07/2012).

Di masjid ini, selama bulan Ramadan tradisi buka puasa bersama jamaah dan para musafir. Sumbangan menu berbuka datang dari para jamaah. Tak ketinggalan para umat Kristen yang hampir tiap hari membawa makanan dan minuman khas berbuka.

Sungguh merupakan suatu contoh kehidupan yang rukun dan damai di tengah perbedaan. Ada juga yang menarik, untuk pemakaman umat Muslim khususnya, penggalian makam selalu dilakukan umat Kristen, begitu juga sebaliknya. Budaya torang samua basudara sangat kental.

Sementara itu, sebagian pembawa ajaran Islam dari Ternate terus membawa dan menyebarkan ajaran Islam ke tempat lain di Manado seperti Kampung Ternate dan Kampung Ketang dan Kampung Ketang Baru, Kecamatan Singkil. (Manadopost)