Tuesday 31 July 2012

Tuesday, July 31, 2012
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Gereja Masehi Injil Sangihe Talaud (GMIST) Jemaat Mahanaim dan Masjid Al-Muqarrabin akan Berpisah.
JAKARTA - Salah satu simbol kerukunan di Jakarta Gereja Masehi Injil Sangihe Talaud (GMIST) Jemaat Mahanaim dan Masjid Al-Muqarrabien di Tanjung Priok, Jakarta Utara akan segera berpisah. Pemerintah DKI Jakarta berencana merelokasi gereja yang berusia 55 tahun itu ke tempat lain.

Atas nama pelebaran jalan, pemerintah akan merelokasi jemaat GMIST Manahaim ke Jalan Melur No 5, RT 006 RW 013, Kelurahan Rawa Badak Utara, Kecamatan Koja, Jakarta Utara. Gereja baru sedang dalam proses pembangunan.

 “Gereja dan masjid ini punya nilai historis sebagai simbol kerukunan beragama. Pemerintah kota seharusnya menjadikannya sebagai cagar budaya, bukan justru menggusurnya,” kata ketua jemaat itu Pdt Barakatih, saat ditemui di Gereja Mahanaim di Jalan Enggano, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Senin (27/07/2012).

Namun, Pdt Barakatih memilih untuk tunduk pada aturan pemerintah. Masyarakat Masjid Al-Muqarrabien bahkan mengajak pihak gereja untuk memohon kepada pemerintah agar mempertimbangkan kembali keputusan pemindahan gereja bersejarah tersebut.

“Mereka sempat mengajak kami untuk meminta gubernur DKI agar tidak memindahkan gereja kami, tapi kami turut saja karena pemerintah,” papar pendeta itu.

Ia belum mengetahui pastinya waktu pemindahan gereja yang menjadi saksi tragedi Tanjung Priok 1984 tersebut. “Untuk pindahnya belum ada kepastian, tapi memang ada (masjid) berdekatan tapi tidak berdempetan lagi,” katanya.

Gereja Mahanaim dan Masjid Al-Muqarrabien hanya dipisahkan oleh satu tembok. Gereja dan masjid tersebut diakui oleh kedua pengurus sebagai simbol kerukunan dan kebhinnekaan masyarakat Jakarta pada khususnya, dan masyarakat Indonesia pada umumnya.

Dalam berbagai kegiatan, umat kedua tempat ibadah ini malah saling bekerjasama dalam berbagai kegiatan. “Kami di sini saling memahami, jadi tidak ada masalah selama 55 tahun, karena pengertian itu penting.”

Pernyataan Pdt Barakatih juga diamini oleh pengurus Masjid Al-Muqarrabien yang bangga dengan kerukunan di lokasi tersebut. “Masjid ini dibangun dengan pondasi kebersamaan yang sangat kokoh, dan nilai-nilai itu harus tetap dijaga sampai kapan pun,” kata Ketua Masjid Al Muqaarabien, Haji Tawakal.

Khitanan Massal menjadi seperti agenda bersama oleh gereja dan masjid itu.

“Pihak gereja tidak segan membantu ketika pihak masjid melakukan khitanan massal. Begitu juga dengan kegiatan-kegiatan masjid lainnya, pihak gereja dengan cepat dan kepedulian yang besar, membantu pihak masjid. Seperti arti kata Al-Muqarrabien, yang mengandung arti saling menghormati, menjaga kesatuan dan persatuan, sehingga para jamaah di masjid dapat terus hidup berdampingan tanpa ada masalah apapun,” kata Tawakal.

Dalam pelaksanaan ibadah, pihak gereja mengaku menghormati panggilan adzan dari tetangganya itu. Ibadah di gereja tersebut sering diundur untuk menghormati waktu shalat dan pihak masjid sering memberikan pelataran parkirnya untuk parkir jemaat gereja.

“Kami akrab seperti saudara karena kami saling menghormati dan memahami. Jadi kalau dia ada shalat iid, kalau kena hari Minggu, kami gereja pagi ditiadakan. Kalau kegiatan, mereka juga selalu datang. Kerja samanya bagus, kalau kami Natal, mereka juga sediakan halamannya untuk parkiran. Kami juga menjaga toleransi antara mesjid dan gereja,” ujar pendeta tersebut. (UcanIndonesia/Kompas/TimPPGI)