Thursday 19 July 2012

Thursday, July 19, 2012
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) : Kecemburuan Sosial jadi Pemicu Isu 'Begu Ganjang'.
TARUTUNG (SUMUT) - Isu 'begu ganjang' atau 'hantu tinggi' yang konon dipelihara untuk digunakan menyerang orang lain (santet) terjadi di Desa Aek Raja, Parmonangan, Taput, menarik perhatian unsur pimpinan Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) dan masyarakat luas. Kecemburuan sosial disebut menjadi pemicu adanya isu tersebut.

Demikian dikatakan Sekretaris Jenderal (Sekjen) HKBP Pdt Ramlan Hutahaean MTh. Menurutnya, sikap Hosom teal elak late “HOTEL”, iri, dengki dan sirik merupakan satu kata yang sering membuat masyarakat lupa akan nilai-nilai kemanusiaan, agama dan tatanan hukum.

“Semuanya terjadi karena kecembruan sosial yang menggila. Terjadinya isu begu ganjang dilatar belakangi sikap itu. Artinya cemburu melihat orang berhasil, sok akan keadaan pribadinya, dengki melihat oarang dan sakit melihat orang senang,” sebut Ramlan kepada METRO saat dihubungi melalui telepon selulernya, Jumat (13/07/2012).

Ramlan mengaku heran dan terkejut atas isu yang menimpa warga Desa Aek Raja. Padahal, zaman sudah maju. Sekarang bukan lagi zaman primitif seperti 150-200 tahun silam. Berbagai kemajuan teknologi dan campur tangan Tuhan melalui agama sudah mendidik manusia untuk berpikir cerdas.

“Saya kaget, rupanya pemahaman masyarakat terhadap kehidupan ini masih perlu penjelasan. Saya sudah berulangkali menyampaikan kepada jemaat bahwa begu ganjang tidak ada. Isu itu hanya dijadikan sebagai kambing hitam bagi orang-orang yang ingin melampiaskan kecumburuannya,” jelasnya.

Untuk itu, dia menegaskan agar jemaat gereja lebih meningkatkan pemahaman keimanan, kepercayan dan tidak mudah terprovokasi dengan hal-hal gaib yang tidak bisa diterima akal sehat maupun dari sisi ilmu theologia.

“Tak ada begu ganjang. Itu tidak bisa diterima secara akal sehat maupun theologia. Itu tidak ada, jangan mau diprovokasi oleh isu,” tegasnya.

Dia berharap agar masyarakat menguatkan kualitas iman, karena sumber berkat kekuatan satu-satunya dari Tuhan bukan dari mana-mana dengan keyakinan seperti itu. Sehingga tidak ada yang mampu menyakiti sesamanya dan  justru akan  membahagiakan orang lain.

Perlu diketahui, katanya, berkat yang datang dari Tuhan tidak sama bentuknya diterima semua orang. Melainkan sesuai dengan karunia kepada masing-masing.  “Berkat itu tidak mungkin sama. Jadi, perbedaan itu tidak harus dicemburui. Justru akan disyukuri dengan hati suka cita,” imbaunya.

Dia menegaskan hanya orang-orang yang keimananya rapuh mudah terprovokasi dengan adanya isu begu ganjang. “Dari dulu saya katakan yang namanya begu ganjang tidak ada. Yang dibuat-buat orangnya itu. Tapi masyarakat sering mencari kambing hitam dari suatu kondisi yang tidak dapat dipikirkan olehnya, lalu disebutlah itu begu ganjang,” paparnya.

Masyarakat Perlu  Pembinaan Mental
Wakil Ketua DPC Gamki Taput Dompak Hutasoit SPak menyikapi isu begu ganjang yang menyebabkan tiga korban luka parah, dua rumah dan satu mobil dirusak warga Desa Aek Raja, sangat disesalkannya.

Ia mengimbau, agar ke depannya, wadah pelayanan masyarakat seperti Gereja, Masjid, Lembaga Adat Dalihan Natolu (LADN), pemerintah dan perkumpulan lainya ikut dalam pembinaan mental dan moral, agar masyarakat berpikir lebih religius.
“Sebab kalau iman kita kuat, moral kita baik tidak ada kekuatan yang lebih dahsyat dari kuasa Tuhan. Jangan percaya terhadap isu begu ganjang. Sebab itu adalah fitnah dan merusak hak kemanusiaan sesama,” tegasnya

Dia menyebut, isu sosial itu dikhawatirkan berpengaruh besar terhadap nilai-nilai kemanusiaan, agama dan tatanan hukum serta situasi stabilitas keamanan. “Karena peranan lembaga-lembaga seperti tokoh agama, gereja, tokoh masyarakat dan akademik berperan membina mental masyarakat agar jangan langsung main tebar saja. Akibatnya, masyakat terprovokasi untuk melakukan tindakan-tindakan represif,” sebut Dompak. (MetroSiantar)