Sunday 29 July 2012

Sunday, July 29, 2012
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Majelis Umat Kristen Indonesia (MUKI) dan Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) Minta Sidang Pdt Haddasah Werner Disudahi.
BANDUNG (JABAR) -  Dua Organisasi Kristen di Indonesia, Majelis Umat Kristen Indonesia (MUKI) dan Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) meminta kasus penodaan agama yang dituduhkan kepada Pdt Hadassah Werner harus disudahi.

Pernyataan sikap ini disampaikan melalui perwakilannya, Laksamana Madya (Purn) Drs. Bonar Simangunsong, M.Sc (MUKI) dan Pendeta. Dr. Karel Phil Erari (PGI) yang hadir sebagai saksi ahli kasus ‘penodaan agama Kristen’ Pdt Hadassah Werner pada Kamis (19/07/2012).

Menurut Bonar Simangunsong, yang pernah menjabat sebagai kordinator Pokja Penyusunan Sistem Hukum Kristiani di Gereja Bethel Indonesia (GBI), pasal penodaan agama hanya ada untuk kasus lintas agama sedangkan untuk penodaan agama kristen yang dilakukan oleh seorang pendeta adalah hal yang tidak mungkin.

"Pendeta tidak mungkin menodai agamanya sendiri.  Ini hanya salah interprestasi dari jemaat yang mendakwanya [Pdt. Hadassah J. Werner]," ujarnya.

Pendeta Simangunsong menjelaskan bahwa secara kekristenan jika terjadi perselisihan, maka azas penyelesaian yang harus diambil adalah dengan menyelesaikan secara dua mata, dan diselesaikan melalui tua-tua jemaat.

Seandainya tidak bisa selesai pun, kekristenan tidak akan membawa masalah ini ke pengadilan. Saat ditanya oleh Jaksa bagaimana bila semua itu sudah ditempuh tetapi masih belum selesai, Ia menjawab bawah ia ayang juga Majelis Gereja dan Dewan Penasehat, hanya akan memberikan teguran dan sangsi tertinggi adalah dikeluarkan dari gereja.

Saat ditanya mengenai keabsahan berbicara dengan Allah yang menjadi salah satu dakwaan di BAP, ia mengatakan bahwa itu adalah eksklusif keimanan dari seseorang Kristen. Hubungan antara manusia dengan Tuhannya tidak boleh dipertentangkan dan dibanding-bandingkan.

Ada orang kristen yg berkomunikasi dengan Tuhannya melalui membaca Alkitab dan berdoa dan itu sudah dianggap berbicara dengan Tuhan, ada juga yang pengalamannya bertemu langsung dengan Tuhan, bahkan ada pendeta yang pengalaman rohaninya adalah bolak balik ke surga semuanya itu berhubungan dengan keimanan kristen dan jangan pengadilan mempersalahkan bahkan menganggap itu sesat.

Ia menambahkan bahwa di Indonesia,  ada sekitar 323 denominasi kekristen, pasti ada perbedaan tetapi jangan perbedaan itu membuat orang kristen saling menghakimi. Perbedaan cara khotbah, liturgi, cara memuji Tuhan, dan pendapat boleh ada, namun perbedaan itu tidak boleh menyulut pertikaian dan perselisihan.

Saat ditanya bahwa ada efek dari pengajaran Pdt. Hadassah J. Werner yang menyebabkan seorang anak menjadi tidak menghormati orangtuanya, ia menjawab bahwa persoalan anak dan orang tua itu tidak terjadi begitu saja, sebelum ada pengajaran pasti selama bertahun-tahun sudah ada masalah. Masalah anak dan orang tua hendaknya jangan mempersalahkan pendeta atau pengajar agama karena banyak faktor yang membuat hal ini terjadi.

Tidak ada Orang Kristen yang dapat Menodai Kekristenan
Senada dengan Pendeta Simangunsong, Pendeta, Dr. Karel Phil Erari juga mengatakan penodaan agama Kristen oleh orang kristen itu tidak ada.

Menurutnya persoalan kekristenan harus diselesaikan secara utuh yaitu dengan cara kristen, berpikir secara kristen dan melakukan penyelesaian secara kristen pula. Dimulai dari menegur yang bersalah secara empat mata, lalu jika tidak selesai mengundang dua atau tiga tetua untuk memberi nasihat dan teguran, dan jika belum selesai pun orang kristen tidak boleh membawa persoalan antara sesamanya ke pengadilan.

Saat dikonfirmasikan oleh Pdt. Hadassah J. Werner mengenai pernyataan akhir jaman (eskatologi) mengenai 'one new man' dari mesianic-jew serta 'the elect' yaitu orang-orang suci dalam jumlah terbatas yang akan datang dibangkitkan saat kedatangan Yesus yang kedua kali.

Dr. Karel Phil Erari, yang juga komite eksekutif dari World Alliance of Reformed Churches,  mengatakan dirinya sangat kagum dengan setiap pengajaran mengenai akhir jaman dan menghormati setiap pembahasan mengenai akhir jaman.

Ia menutup pendapatnya dengan mengajukan beberapa pernyataan yang menghimbau agar persidangan disudahi diantaranya adalah : Pertama, memohon agar Persidangan Penodaan Agama ini disudahi karena secara esensinya tidak ada penodaan agama kristen oleh orang kristen sendiri.

Kedua, jika ada indikasi seorang pendeta memberikan pengajaran yang salah, maka masalah tersebut harus diselesaikan dengan cara pengembalaan lagi dan konseling terhadap pendeta yang bersangkutan, bukan dengan membawa pendeta ke pengadilan.

Ketiga, memberikan pengajaran dan khotbah adalah otoritas dari pendeta, negara harus melindungi hak seorang pendeta kristen senuhnya. Mengenai tafsiran Alkitab yang mengkaitkan materi khotbah antara konteks dengan beberapa ayat firman Tuhan atau suatu ayat dengan ayat lain adalah baik, karena Firman Tuhan sangat luas penafsirannya. Janganlah sesama umat Kristen saling memperdebatkannya.

Keempat, dari sisi organisasi gereja, pengajaran-pengajaran teologia kekristenan bukan untuk diperdebatkan antar organisasi gereja, setiap gereja berhak untuk memperluas pengajaran teologia disamping mengajarkan kekristenan praktis selama tujuannya baik seperti memperkenalkan budaya pada jaman kitab dibuat.

Kelima, Persidangan Negara pada kasus ini yang telah membahas konteks-konteks pengajaran kekristenan telah keluar dari koridor ranah hukum dan masuk ke ranah agama yang seharusnya tidak dilakukan. Kedua organisasi meminta agar persidangan ini disudahi dan dikembalikan ke ranah agama dimana permasalahan agama kristen sepenuhnya menjadi tanggung jawab umat Kristen, dan internal di dalam sinode gereja

Keenam, mempertimbangkan banyaknya denominasi gereja dengan kebhinekaannya masing-masing, maka tidak etis jika ajaran suatu gereja diperdebatkan, biarlah masing-masing gereja menyelesaikan masalah ini sesuai dengan dogma dan tatanan gereja yang berlaku.

Ketujuh, jika kasus persidangan penodaan agama ini terus berlanjut dikuatirkan hubungan antara interdenominasi Kristen akan terganggu dan mengembang intoleransi antar denominasi gereja.

Kasus Moral
Sedangkan Ketua Umum Majelis Pimpinan Pusat (MPP) Gereja Bethel Tabernakel (GBT) Pdt. Dr. Daniel Hinarya, S.Th. MA beserta Sekretaris Umum MPP GBT yaitu Pdt. David Ary Handoko pada hari ini Senin, 2 Juli 2012 lalu secara khusus datang dari Semarang ke Pengadilan Negeri Bandung untuk menjadi saksi pada kasus Pdt Werner.

Keduanya menyatakan bahwa surat pemberhentian secara tetap kepada Pdt. Hadassah J. Werner dilakukan sama sekali bukan karena adanya tuduhan penodaan agama namun karena kasus moral yang diperoleh dari beberapa rapat dengan ketua MP (Pdt. Ir. Timotius Subekti) pada tanggal 30 Juni setelah mendengar laporan adanya masalah moral dari rapat pertemuan dengan saksi JT, GW, dan 4 orang pemuda pemudi (ER, GW, AN) di Jakarta 26 Juli bersama Pendeta GBT yang lain.

Pdt. Dr. Daniel Hinarya, S.Th. MA menjelaskan bahwa dalam kasus ini sama sekalai tidak pernah ia mendengar laporan bahwa Pdt. Hadassah J. Werner melakukan penodaan agama, tidak pernah dalam rapat-rapat yang ia hadiri membahas pengajaran yang sesat bahkan yang salah pun juga tidak ada.

Sehingga kedatangannya sebagai saksi hanya menjelaskan proses dikeluarkan surat pemberhentian tetap terhadap Pdt. Hadassah J. Werner. Ia tidak membahas kasus moral itu apa. Sedangkan Pdt. David Ary Handoko menjelaskan bahwa kasus moral itu adalah adanya anak hasil selingkuh antara Pdt. Hadassah Werner dengan saksi JT yang melaporkan.

Motif JT sendiri melaporkan bahwa dirinya adalah telah berselingkuh dengan seorang pendeta, serta meminta pendeta tersebut untuk dipecat tidak terjawab pada sidang ini. Seorang laki-laki yang cukup terpandang yaitu JT, membuka aibnya agar seorang pendeta jatuh merupakan modus baru.

Biasanya pendeta laki-laki yang jatuh dalan dosa perzinahan oleh jemaat wanitanya. Namun demikian, kasus penodaan agama ini semakin jelas memperlihatkan bahwa para saksi memang ingin membuat Pdt. Hadassah Werner menjadi terhukum.

Terhukum tidak bisa menjadi pendeta lagi dan terhukum sebagai narapidana penodaan agama. Pdt Dr. Daniel Hinarya, S.Th, MA menyatakan bertanggung jawab penuh terhadap surat pemberhentian tetap (pemecatan) tersebut sedangkan Pdt. David Ary Handoko menyatakan banyak hal esensial yang ia lupa karena pembahasan rapat mengenai esensial menyertakan beberapa pendeta senior lainnya.

Selain itu Pdt. Dr. Daniel Hinarya, S.Th, MA juga mendukung terdakwa Pdt. Hadassah Werner dengan menegaskan bahwa statusnya sebagai Ibu Gembala sebelum surat pemecatan itu adalah sah, karena untuk menjadi Gembala Sidang di GBT tidak harus memiliki gelar S.Th tetapi cukup dengan kursus pelayanan yang diselenggarakan oleh GBT. (GBTLengkongBesar/TimPPGI)