Saturday 21 July 2012

Saturday, July 21, 2012
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Mohon Doa! Gedung Gereja Kristen Protestan Pakpak Dairi (GKPPD) Gunung Meriah Dibakar oleh Orang Tidak Dikenal. ACEH SINGKIL (ACEH) - Sebuah aksi teror dengan sasaran gedung gereja kembali terjadi di Provinsi Aceh, yakni teror pembakaran yang menyerang gedung Gereja Kristen Protestan Pakpak Dairi (GKPPD) Desa Suka Makmur, Kecamatan Gunung Meriah, Kabupaten Aceh Singkil.

Menurut saksi mata, peristiwa teror itu diperkirakan terjadi pada Selasa (17/07/2012) pukul 04.00 WIB, saat itu warga mendengar suara mobil melintas disusul dengan suara ledakan kecil. Dua jam kemudian warga mendapati bagian pintu bawah gereja sudah terbakar dan jendela pecah.

Sedang saksi mata lainnya, seorang petugas pembersih gereja menyatakan saat membuka gedung gereja, ia terkejut melihat keadaan gedung gereja yang berantakan. Dua kursi, sebuah pengeras suara, dan kaki keyboard ditemukan rusak (hangus terbakar), selain itu di dekat altar gereja, sebuah jeriken seukuran 30 liter juga ditemukan. Kejadian itu lalu dilaporkan kepada pengurus gereja.

"Di dalam jerikan, masih tersisi sekitar 10 liter bensin," terang Tigor Padang Ketua Forum Umat Kristen Aceh Singkil (FKUKAS), kepada wahidinstitute.org pada Kamis (19/07/2012).

Satu jeriken lagi ditemukan gosong di lantai. Namun api sempat membakar sebagian langit-langit gereja yang terlihat menghitam, termasuk sebuah pengeras suara.

Hingga berita ini diturunkan, Tigor mengaku belum mengetahui pelaku pengrusakan gereja. "Kami menyerahkan kepada aparat," terangnya.

Ia juga mengabarkan adanya rombongan Musyawarah Pimpinan Daerah (Muspida) Aceh Singkil yang mendatangi lokasi pada Rabu (18/07/2012). Rombongan terdiri dari Bupati dan Wakil Bupati Aceh Singkil  Safriadi dan Dulmusrid, Sekretaris Daerah, perwakilan Kodim dan  Kapolres setempat.

Kepada pendeta dan jemaat, masih menurut penuturan Tigor, Muspida meminta mereka untuk memercayakan masalah kepada aparat.

"Kami diminta tenang. Apalagi ini kan menjelang Ramadhan," terangnya.

Terkait Penolakan Pendirian Gereja
Di Aceh Singkil, konflik pendirian rumah ibadah kembali mengemuka setahun belakangan ini. Puncaknya, seperti dilaporkan Aliansi Sumut Bersatu (ASB), Medan, penyelegelan 15 gereja dan 1 rumah ibadah agama lokal oleh pemerintah Kabupaten Aceh Singkil.

Sebelumnya pada Mei 2012 lalu sejumlah kelompok menggelar aksi di depan kantor Kabupaten dan mendesak pemerintah mematuhi perjanjian yang diteken pada 1979 berisi aturan yang hanya membolehkan berdirinya sebuah  gereja dan empat undung undung di Aceh Singkil.

Penyegelan itu sendiri sudah dilaporkan pihak gereja yang menjadi korban dan Persekutuan Gereja Indonesia (PGI) ke Komisi Nasional untuk Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada 16 Mei 2012.

Mereka meminta Komnas HAM menyelesaikan masalah tersebut dan menuntut pemerintah menjamin hak beribadah mereka. Namun penyegelan dan penutupan rumah ibadah itu dibantah Herman, Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Singkil.

Menurut Herman , pihaknya hanya mengeluarkan instruksi menghentikan kelanjutan pembangunan sejumlah undung-undung, sejenis rumah kecil yang dipakai beribadah bagi umat Kristiani.

Pembangunannya dinyatakan melanggar izin mendirikan bangunan. "Tidak benar kalau disegel dan melarang umat Kristiani beribadah. Tapi, mereka tetap bisa beribadah di tempat ibadah yang sudah memenuhi syarat, seperti gereja utama di Singkil, dan empat bangunan undung-undung yang memenuhi izin," kilahnya.

Pada pertengahan Mei 2012, Razali, Pejabat Bupati Aceh Singkil ketika itu juga berdalih jika penyegelan dilakukan demi menyelamatkan agar tak terjadi bentrok berdarah.

Terkait pendirian rumah Ibadah, Aceh memiliki Peraturan Gubernur Aceh Nomor 25 Tahun 2007 berisi aturan jika rumah ibadah harus mendapat pesetujuan 150 jemaat dan 90 orang warga.

Ada pula kesepakatan masyarakat Aceh Singkil tahun 2001 disebutkan bahwa Kabupaten Aceh Singkil diizinkan untuk membangun satu gereja dan empat undung-undung. Karena dianggap diteken di bawah tekanan FKUKAS menyatakan penolakan dan pencabutan terhadap perjanjian tersebut (AMDJ). (WahidInstitute/MetroTV/TimPPGI)