Thursday 26 July 2012

Thursday, July 26, 2012
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Tokoh Gereja di Indonesia Nilai Sensus Pajak Nasional Solusi Utang Luar Negeri.
JAKARTA - Ketua Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) Andreas Yewangoe menyatakan dukungannya terhadap pelaksanaan Sensus Pajak Nasional tahap kedua 2012.

Dengan upaya intensifikasi pemasukan pajak ini diharapkan dapat menutup defisit APBN pada tahun-tahun ke depan. “Jangan terus-terus minta utang ke luar negeri. Malu kita sebagai bangsa besar yang kaya hasil alam dan tambangnya,” kata pria kelahiran Mamboru, Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur itu.

Sensus Pajak Nasional 2012 adalah lanjutan dari sensus serupa tahap pertama tahun 2011 lalu. Pada pelaksanaan tahap kedua dari 1 Mei 2012 hingga 31 Oktober 2012 ini, ditargetkan akan terjaring dua juta hinga empat juta wajib pajak (WP) baru.  Pada Sensus Pajak Nasional tahap kedua ini, petugas dari Direktorat Pajak Kementerian Keuangan akan mendatangi rumah-rumah pribadi, badan usaha kecil menengah (UKM) dan objek-objek potensial lainnya yang belum terdata lengkap profil usahanya di wilayah Koridor Ekonomi masing-masing. Di Indonesia sendiri, terdapat enam Koridor Ekonomi, yakni Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali-Nusa Tenggara, dan Papua-Kepulauan Maluku.

Sebagai contoh, Koridor Ekonomi Sumatera memiliki sepuluh pusat ekonomi, yakni Banda Aceh, Medan, Pekanbaru, Batam, Padang, Jambi, Palembang, Pangkal Pinang, Bengkulu dan Lampung. Koridor Ekonomi Sumatera adalah kawasan produksi dan pengolahan hasil bumi dan lumbung energi nasional. Koridor Ekonomi Jawa selain memiliki empat pusat ekonomi, juga satu-satunya wilayah di Indonesia yang memiliki dua pusat ekonomi mega, yaitu Jakarta dan Surabaya. Sedangkan empat pusat ekonomi di Jawa meliputi Serang, Bandung, Semarang, dan Yogyakarta. Koridor Ekonomi Jawa merupakan pendorong industri dan jasa nasional.
  
Pada enam Koridor Ekonomi terdapat objek-objek potensial yang belum tergali dan terdata lengkap profil usahanya. Dengan luasnya wilayah yang dikelola, Andreas mengingatkan Direktorat Jenderal Pajak agar senantiasa meningkatkan profesionalitas seluruh jajarannya. “Administrasi pajak harus rapi. Kalau ada masalah, itu akan menimbulkan ketidakpercayaan rakyat,” ujar teolog 67 tahun itu.
  
Secara pribadi, Andreas menilai pelayanan yang disediakan bagi wajib pajak yang ingin menunaikan kewajibannya sudah baik. Ia maupun keluarganya tidak pernah mengalami pengalaman tidak menyenangkan ketika berurusan dengan para petugas pajak. Ia pun mengaku selalu membayar pajak pendapatan melalui mekanisme yang ada.
  
Andreas juga menyoroti kesenjangan ekonomi yang terjadi di masyarakat. Dalam hal ini, ia meminta pemerintah untuk tidak memukul rata wajib pajak dengan beban yang sama. Selama pelaksanaan sensus, petugas harus teliti dan seksama dalam mendata wajib pajak yang dihadapi.  “Setiap warga negara memang wajib bayar pajak. Tetapi juga harus adil. Makin tinggi pendapatan seseorang, pajaknya harus makin besar. Yang benar-benar miskin semestinya bebas pajak,” katanya.

Sedangkan Sekretaris Eksekutif Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan dalam Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) Romo Benny Sosetyo mengatakan dirinya mengapresiasi sensus yang digelar sejak 1 Mei 2012 hingga 31 Oktober.

Menurut dia, penyelenggaraan sensus ini merupakan bentuk keseriusan pemerintah dalam memperbaiki pengelolaan pajak negara.   “Pajak adalah sumber pendapatan negara yang sangat vital. Karena itu harus dikelola secara professional,” kata dia. Selama enam bulan pelaksanaan, Sensus Pajak Nasional tahap kedua ditargetkan mampu meraih dua juta wajib pajak (WP) baru. Angka ini meningkat signifikan dari raihan Sensus Pajak Nasional tahap pertama dengan 626.000 WP atau 60 persen  dari target.

Sensus Pajak Nasional tahap kedua dilakukan secara menyeluruh di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Wajib pajak yang disasar tidak hanya berupa badan usaha melainkan juga individu. Secara teknis, petugas pajak di pusat maupun di daerah akan mendatangi langsung calon wajib pajak dari pintu ke pintu. “Teknisnya memang petugas mesti secara sukarela mendatangi masyarakat,” ujar Romo Benny.

Tidak hanya akan melakukan pendataan, petugas yang melakukan tatap muka langsung dengan responden juga bertugas menyosialisasikan produk-produk, layanan, dan mekanisme pajak kepada masyarakat. Jika yang bersangkutan ternyata telah terdaftar sebagai wajib pajak, maka petugas tetap menjalankan tahapan sensus untuk pemukhtahiran data dalam database Master File Wajib Pajak Nasional.

Dari sisi pelayanan, secara umum Romo Benny menilai petugas pelayanan pajak telah melakukan tugasnya dengan baik. Ia mengaku tidak memiliki pengalaman pribadi yang merugikan selama berurusan dengan mekanisme pajak. “Pengalaman pribadi mungkin kalau mendapat fee dari menulis atau menjadi narasumber langsung dipotong pajak begitu saja. Tapi itu tidak masalah,” ungkapnya.

Keluhan-keluhan terkait pajak, lanjut Romo Benny, justru ia terima dari keluhan umat. Para jamaahnya terkadang mengaku merasa kurang nyaman atau dirugikan dengan adanya permainan oleh oknum-oknum petugas pajak. “Masih ada oknum-oknum yang bermain di lapangan,” tuturnya.

Untuk memaksimalkan kinerja dan pendapatan pajak, Benny menyarankan kepada pengelola pajak agar melakukan pembersihan oknum-oknum nakal di lingkungan internalnya. Menurut dia, hal itu penting dilakukan untuk menjaga kepercayaan masyarakat sehingga kesadaran membayar pajak dapat meningkat.  “Sensus ini imbasnya akan kecil jika tidak dibarengi dengan pembersihan oknum-oknum di lingkungan internal,” tandas Benny. (Republika)