Thursday 26 July 2012

Thursday, July 26, 2012
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Uskup Agung Jakarta : Kekuasaan, Gengsi dan Uang adalah 'Tritunggal yang Maha Tidak Kudus'.
JAKARTA – Ada tiga hal yang menjadi sumber kekerasan dalam kehidupan keluarga yakni kekuasaan, gengsi dan uang. “Ketiga hal ini disebut sebagai tritunggal yang maha tidak kudus, sumber kekerasan yang terjadi dalam keluarga dan juga dalam masyarakat, bangsa dan negara.”

Uskup Agung Jakarta Mgr Ignatius Suharyo Pr mengungkapkan hal itu dalam kotbah Misa Syukur HUT ke-88 Wanita Katolik RI (WKRI) bertempat di Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta, tanggal 26 Juni 2012.

Dalam tugas pelayanan, Mgr Suharyo berharap, hendaknya WKRI mampu menjadi saksi bahwa Allah itu adalah sumber kasih yang bisa ditemukan dalam berbagai pengalaman hidup setiap orang. “Pengalaman seorang ibu dalam keluarga akan sangat memberikan pengaruh terhadap anak-anak dalam cara berpikir, bertindak bahkan beriman mereka kepada Yesus,” kata Mgr Suharyo.

Sebanyak 1100 anggota, termasuk pengurus Wanita Katolik RI wilayah dan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Jakarta, mengikuti Perayaan Ekaristi yang dipimpin Mgr Suharyo. VIkep KAJ Pastor AL Andang Binawan SJ, Penasehat Rohani Presidium DPP WKRI Pastor Madya Utama SJ, dan 20 orang imam panesehat rohani WKRI masing-masing paroki di KAJ menjadi konselebran.

Sebelum perayaan itu, ditampilkan berbagai hiburan yang melibatkan seluruh anggota atau pengurus WKRI Cabang yang berasal dari seluruh paroki di KAJ.

Koordinator Presidum DPD WKRI Jakarta Endang Sutarjo menjelaskan, perayaan HUT ke-88 itu dimeriahkan juga dengan berbagai kegiatan seperti gerak jalan sehat keluarga dan lomba paduan suara antarcabang WKRI.

Dalam membuat tema HUT ke-88, Endang mengatakan bahwa setiap kongres WKRI selalu menyikapi kondisi sosial masyarakat Indonesia yang selalu menghadapi kondisi sosial masyarakat yang beraneka ragam. “Hasil kongres itu dijabarkan dalam tema HUT WKRI, agar seluruh anggota WKRI selalu fokus dalam pelayanan di tengah masyarakat,” katanya.

Ketua Panitia HUT WKRI ke-88, Siane Waluyo mengatakan, makna perayaan HUT kali ini memberikan fokus terhadap keluarga. “Peran seorang wanita Katolik dalam keluarga adalah ikut membentuk nilai-nilai atau karakter anggota Gereja agar selalu peduli, sehingga tercipta masyarakat yang damai dan sejahtera.”

Koordinator Presidium DPP WKRI, Ignatia Endang K. Siregar, berharap agar dalam usia yang ke-88 WKRI tetap stabil, eksis dan terus-menerus melayani anggota Gereja. Ia juga meminta agar WKRI memiliki strategi untuk merangkul anggota yang lebih muda untuk ikut bersama menggarami masyarakat.

“WKRI harus pandai merangkul anggota baru agar memperkuat semangat dalam wadah WKRI demi mengangkat harkat, martabat wanita Katolik dan masyarakat umum,” katanya.

Organisasi WKRI didirikan tanggal 26 Juni 1924 di halaman Susteran Fransiskanes Kidul Loji (sekarang Jalan Senopati) Yogyakarta oleh Ibu Soejadi Darmosapoetro. Organisasi yang saat itu diberi nama Poesara Wanita Katolik (PWK) memiliki ketua pertama R.A Catharina Soekirin Sastradiningrat serta panasehat rohani Pastor J. Starter SJ.

Tahun 1952 organisasi wanita Katolik itu mendapat status Badan Hukum berdasarkan Surat Keputusan Menteri kehakiman No J.A. 5/ 23/8, tanggal 5 Februari 1952. Sesuai AD/ART, wadah organisasi Katolik itu melakukan kongres di berbagai daerah secara bergiliran untuk mengevalusi program-program kegiatan yang telah dilaksanakan.

Dalam perjalanan sekitar tahun 1970-an, wadah ini menjadi populer dengan nama Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI) yang memiliki Cabang di setiap Keuskupan di Indonesia. (PenaIndonesia)