Monday 27 August 2012

Monday, August 27, 2012
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Mohon Doa! Rimsa Masih Dituduh Bagian dari Konspirasi Anti Muslim di Pakistan.
ISLAMABAD (PAKISTAN) - Kardinal Katolik di Perancis, Jean-Luis Touran pada Sabtu (25/08/2012) menyatakan Gereja Katolik akan membantu membela Rimsha, seorang gadis yang akan disidangkan kembali pada 31 Agustus 2012, karena dituduh melakukan penghinaan terhadap agama Islam.

Saat diwawancarai oleh Radio Vatican, Tauran yang bertugas dalam bidang dialog antar iman di Vatikan menuturkan, "sebelum memasukkan perihal sebuah lembaran kitab suci sebagai objek penghinaan, sangat layak untuk memeriksa fakta-fakta [lainnya]."

Rimsha Masih, gadis berumur sebelas tahun ini dituduh membakar beberapa lembaran buku instruksi keagamaan anak-anak yang didalamnya terdapat potongan ayat-ayat Quran, kitab suci muslim pada Jumat (17/08/2012). Ia kemudian ditahan, setelah hampir saja dianiaya oleh massa muslim yang 'terhina' dengan aksi tersebut. Ia kemudian diperiksa oleh aparat kepolisian wilayah Umara Jaffar, Islamabad.

Kardinal Tauran menegaskan, Rimsha merupakan gadis buta huruf yang mengalami keterbelakangan mental.

"Ia adalah gadis yang tidak dapat membaca dan menulis, dan sedang mengais-ngais sampah untuk bertahan hidup. Dan menemukan lembaran-lembaran dari buku yang ditemukan [dibuang] dan berada ditengah-tengah tumpukan sampah."

Sampah-sampah itupun kemudian dibakar. Salah beberapa muslim yang melihat 'aksi pembakaran' inipun melihat lembaran-lebaran sampah yang dibakar, mereka kemudian kaget melihat 'ayat-ayat suci' karangan nabi mereka ternyata ikut dibakar oleh gadis ini.

“Situasi akan lebih menegangkan dan serius. dan lebih penting jika mengadakan dialog," ucap mantan Menteri Luar Negeri pada masa mendiang Sri Paus Yohannes II sembari mengatakan adanya usaha-usaha dari media dan kelompok pendukung intoleransi untuk menutupi fakta-fakta terkait Risma dan ketidak tahuannya atas tuduhan 'penghinaan' yang disematkan kepadanya.

Sementara itu Uskup Islamabad, Mgr Rufin Anthony menyerukan persatuan seluruh komunitas Kristen untuk membela anak-anak Kristen dan mempertahankan hak-hak umat yang dikekang.

Ia juga menuturkan,  Aliansi Seluruh Minoritas di Pakistan (APMA) yang didukung komunitas hak asasi dan Kristen antar bangsa, telah mempersiapkan sebuah panel khusus yang membela Risma dan para warga minoritas yang ditahan karena alasan-alasan tertentu yang menyudutkan umat warga minoritas.

Walaupun permasalahan ini terlihat sulit, termasuk dilarangnya mereka bertemu sang gadis di penjara, pengacara Risma dari APMA menyatakan optimisme dan kabar baik, secepatnya. Dengan tujuan akhir mengeluarkannya dari penjara dan menempatkannya di tempat yang aman.

"Konspirasi Anti-Islam?"
Sementara itu, Hafiz Muhammed Khalid Chishti, seorang ustad pemimpin masjid di Mehrabad, pinggiran kota Islamabad, tempat terjadinya pembakaran buku berbahasa Arab itu mengakui dirinya yang membawa Risma ke kantor polisi, setelah ia 'menangkap basah' gadis itu membakar buku yang menurutnya adalah Quran.

Selanjutnya si ustad dan para muslim buta hati yang merasa terhina dengan terbakarnya lembaran kitab kuning itu menuduh sindrom keterbelakangan mental yang dialami Risma, tidak benar. Dan mengatakan aksi gadis tersebut merupakan bagian dari 'konspirasi' melawan muslim.

"Gadis yang membakar Quran, tidak memiliki penyakit mental dan dia merupakan gadis normal," kata Chishti tetap dengan prasangkanya, seperti diberitakan PakTribun pada Jumat (24/08/2012).

Mereka menganggap peristiwa ini sebagai salah satu 'aktifitas anti Islam' yang dilakukan warga Kristen di lingkungan muslim. Aktifitas lainnya, klaim sang ustad, umat Kristen di kawasan itu seringkali 'balas menghina' para muslim dengan memutar musik gereja dengan 'keras', pada ibadah Minggu, setelah para muslim mengadakan ibadah mereka. Ustad juga mengisahkan, konon menurutnya, gereja-gereja tersebut juga telah memberikan 'kebebasan'  untuk merobek kitab suci ciptaan nabi mereka itu di dalam gereja.

"Hari Natal yang lalu [2011], mereka memainkan instrumen musik dan melakukannya secara terbuka di jalanan, disaat kami sedang berdoa. Saya telah menegur mereka tetapi mereka tidak berhenti," ujar si ustad yang nampak sangat menyepelekan pentingnya makna hari Natal bagi umat Kristen.

Undang-undang di Pakistan menyatakan siapapun yang menghina Muhammad, nabi pendiri agama Islam, dengan berbagai cara, akan dihukum mati dan siapapun yang membakar kitab suci mereka akan dipenjara seumur hidup, walaupun berbagai kelompok hak asasi menyatakan, peraturan ini seringkali disalahgunakan sebagai sarana balas dendam pribadi.

Para muslim mulai meningkatkan suasana tak nyaman terhadap warga Kristen yang masih bertahan di Islamabad, mereka menginginkan gadis dan umat Kristen yang berani 'menghina islam' harus menerima hukuman sesuai aturan.

Pada ibadah Jumat (24/08/2012) lalu, Chishti dalam khotbahnya di Masjid Mehrabad mengatakan "waktunya muslim untuk bangkit" dan melindungi kitab mereka dan melawan para 'anti-islam', yang secara tersirat dimaksudkan kepada 2,5 persen dari 180 juta warga Pakistan yang merupakan pengikut Kristus. Umat Kristen di negeri itu merupakan kaum minoritas yang telah lama menderita diskriminasi dan penganiayaan.

Mehrabad sendiri merupakan rumah bagi 500 keluarga Kristen, namun pasca tuduhan pembakaran lembaran kitab, 300 keluarga kemudian mengungsi menghindari 'pembalasan dendam' para muslim. Sementara itu Pemerintah Pakistan meyakinkan akan menjaga keamanan di ibukota negaranya itu, dengan menyatakan telah membantu menyebarkan makanan, namun hal itu ternyata hanya ditujukan kepada muslim. Umat Kristen, baik yang bertahan mapun yang mengungsi akibat peristiwa ini dibiarkan mencari makan sendiri.

Selang beberapa jam kemudian, 150 muslim di pemukiman yang berdekatan dengan Mehrabad menyerang dan merusak beberapa tempat usaha warga Kristen di kawasan Perempatan Kristen. Chishti menanggapinya dengan menolak mengaitkannya dengan peristiwa pembakaran.

"Saya tidak mengundang orang-orang untuk melakukan protes menentang umat Kristen. Orang-orang yang melakukan penentangan terhadap peristiwa ini berada di wilayah lain... [lagipula] ustad yang mengumumkan [pembalasan] melalui loudspeaker adalah dari masjid yang lain dan dilakukannya diluar kampung ini. Kami tidak terkait dengannya," kilah Chisthi penuh muslihat. (PakTribune/AsiaNews/RV/TimPPGI)