Wednesday 1 August 2012

Wednesday, August 01, 2012
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Pemimpin Gereja Baptis di Amerika Nilai Kasus Diskriminasi Rasial di Gereja Mississippi jadi Pelajaran Berharga.
WASHINGTON D.C (AS) -  Para pemimpin Kristen di Amerika Serikat, termasuk Konvensi Gereja Baptis Selatan (SBC), denominasi gereja Baptis terbesar di Amerika Serikat, yang menyayangkan peristiwa diskriminasi rasial yang terjadi pada sebuah Gereja Baptis di Mississippi.

Menurut ketua Konvensi, Pdt Fred Luter, penolakan pemberkatan nikah sepasang pengantin berkulit hitam oleh pendeta jemaat Baptis atas tekanan warga kulit putih merupakan sebuah peristiwa yang menjadi pelajaran kepada gereja Baptis lainnya, sebab satu peristiwa ini tidaklah mewakili sikap semua warga gereja Baptis, terutama Gereja Baptis Selatan.

Sebagai pemimpin salah satu gereja terbesar di Amerika Serikat, pendeta kulit hitam yang pertama kali memimpin denominasi Baptis yang mayoritas berkulit putih ini mengungkapkan.

"Kami harus mewaspadai musuh yang menggunakan segala cara yang dapat dilakukan untuk menentang gereja dan pelayanan kami, termasuk hal seperti ini," ujar Pendeta Luter kepada Baptist Press pada Senin (30/07/2012).

"Sangat disayangkan ini telah terjadi, tetapi kita mendapat pelajaran dari hal ini, sehingga kita dapat melanjutkan apa yang diperintahkan Tuhan kepada kita. Apa yang dapat kita pelajari dari hal ini adalah kita [pendeta] harus selalu berdialog dengan para anggota jemaat lainnya, sehingga ketika peristiwa  seperti ini akan terjadi, hal itu kemungkinan tidak akan terjadi seperti sekarang."

Juru bicara Gereja Baptis Selatan, Ronger S. Oldham juga menambahkan, sikap Konvensi terhadap masalah ras dan kebangsaan adalah jelas, "Didalam Kuasa Kristus, Umat Kristen harus menentang rasisme."

Penolakan Segelintir
Kasus rasial di Gereja Baptis Pertama di Crystal Spring, dekat ibukota Jackson, Mississippi, terhadap pernikahan Te'Andrea dan Charles Wilson terjadi ketika beberapa anggota jemaat itu mengomplain rencana pemberkatan kedua pasangan berkulit hitam itu kepada pendeta mereka, Stan Weatherford setelah para pengeluh ini melihat latihan jelang pernikahan.

Walaupun Charles Wilson bukanlah anggota jemaat gereja itu, istrinya, Te'Andrea selalu beribadah di digereja itu setiap Minggunya dalam satu tahun ini, sedangkan Charles baru beribadah di tempat itu dalam sebulan ini. Te'Andrea juga merupakan keponakan dari salah seorang badan pengurus gereja itu.

"Saya merasa hal ini sebagai aksi diskriminasi rasial," ucap Charles. "Saya sangat tidak menyukainya, karena saya tidak dibesarkan untuk rasis, tetapi untuk mengasihi dan peduli dengan sesama," lanjut Te'Andrea.

Pdt Weatherford yang dikomplain oleh beberapa warga jemaat Baptis ini pun memutuskan untuk mengalihkan ibadah kedua sejoli ini ke gereja Baptis Pertama yang memiliki jemaat mayoritas kulit hitam, pada 21 Juli 2012 lalu.

"Saya tidak menginginkan kontroversi dalam gereja dan saya juga tidak menginginkan hal ini mempengaruhi pernihanan  Charles dan Te'Andrea. Saya ingin memastikan pernikahan mereka berdua sebagai hari yang spesial," ucap Pendeta Weatherford.

Sementara itu, sebagian besar warga Gereja Baptis Pertama, Chrystal Spring yang menyayangkan aksi rasial di gereja mereka mengadakan unjuk rasa memprotes sikap gembala mereka yang mendengarkan segelintir orang saja.

"Kami telah dianggap sebagai gereja rasis, pada hal tidak! Kami menerima semua orang yang ingin masuk melalui pintu itu," ujar Barbara Mark saat berada di depan gereja mereka pada Senin (23/07/2012).

Bersama dengan puluhan jemaat Gereja Baptis Pertama lainnya, Mark mengadakan ibadah di depan gereja, demi mendukung dan mendoakan keluarga Wilson dalam upaya menjembatani masalah rasial yang terjadi diantara pasangan muda itu dengan pendeta dan segelintir jemaat. (BaptistPress/CP/TimPPGi)