Friday, 17 August 2012

Friday, August 17, 2012
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Setelah Ratusan Tahun Dipaksa 'Ber-KTP' Islam, Umat Kristen di Kosovo Akhirnya dapat Beribadah dengan Damai.
PRISTINA (KOSOVO) - Suara organ yang mendamaikan hati memantul dari tengah-tengah gedung gereja Katolik yang terletak sebuah desa terpencil bernama Karasaveri, yang terletak di pengunungan Kosovo.

Sebuah lukisan penyaliban Yesus Kristus yang baru dilukis menghiasi tembok gedung yang baru dibangun pada tahun 2008 ini, sedangkan para jemaatnya yang semuanya merupakan petani nampak tenang mengikuti ibadah.

"Hari ini kita menyanyi dengan kuat, kita tidak lagi duduk di tempat-tempat gelap yang tersembunyi, hari-hari buruk telah hilang dan sukacita memenuhi kita [kini]," ucap seorang suster yang membuka misa Minggu dengan bahasa Albania.

Beg Bytyqi, seorang pria 65 tahun yang pertama kali mendeklarasikan dirinya secara terang-terangan sebagai seorang Kristen Kosovo pada tahun 2008 lalu menyatakan bersukacita atas semakin giatnya umat Kristen Kosovo menunjukan iman Kristen mereka yang selama ini dibungkam oleh tekanan kelompok Islam di Kosovo.

"Saya meneruskan iman ini dari ayah saya. Seingat saya selama ini, kami telah melaksanakan perayaan Natal dan Paskah secara rahasia, dengan mengadakan ibadah dirumah" ujar pria yang pernah menjadi muslim selama 61 tahun ini, seperti dipublikasikan AFP pada 9 Agustus 2012.

Sekitar 50,000 orang dari 1,7 juta warga Kosovo beragama Kristen, sebagian besarnya merupakan anggota dari Gereja Katolik , sisanya merupakan anggota Gereja Orthodoks Serbia, Gereja Injili dan Gereja Methodis.

100 warga di desa Kravaseri kini meninggalkan masjid dan beribadah di gedung gereja baru mereka. Mayoritas dari mereka 'kembali' kepada Kristus sejak tahun 2008, mereka mengaku lega karena akhirnya kembali kepada iman yang telah dipegang leluhur mereka jauh sebelum kedatangan Islam di semenanjung Balkan pada abad ke 15.

Semenjak pendudukan Islam Ottoman, umat Kristen yang merupakan daerah pendirian gereja mula-mula dan sebagai penduduk asli di semenanjung balkan dibantai dan dipaksa masuk Islam, sementara gedung-gedung gereja dan biara dirubah menjadi masjid.

‘Genosida Budaya’ yang dilakukan oleh muslim selama lima ratus tahun ini membuat banyak keberadaan Kristen terancam punah, alhasil sebagian umat Kristen pun melawan, sisanya mengungsi ke beberapa wilayah diluar semenanjung.

Sementara banyak umat di Serbia, Bosnia, Herzegovina dan Montenegro yang melawan, banyak umat Kristen di Kosovo, yang memilih 'menjadi' muslim palsu dan menyembunyikan iman Kristen mereka diam-diam guna menghindari pemusnahan yang digemari 'agama damai' itu. "Mereka sering mengikuti ritual-ritual Islam, namun tetap menjaga iman Kristen mereka dalam hati," ujar Uskup Shan Zevi pemimpin Gereja Katolik di Karasaveri.

Uskup Zevi membeberkan iman para leluhur mereka 'terbagi menjadi dua' dengan dua identitas keagamaan, siang hari mereka [terpaksa] pergi ke masjid, malam harinya mereka berdoa di gereja.

"Itu adalah bumbu untuk bertahan hidup. Mereka tidak dapat menunjukkan iman mereka secara umum, namun dengan keras hati mereka melaksanakan iman Kristen mereka di rumah," ujar Gjergij, seorang editor majalah Kristen di Kosovo, Drita, yang berarti terang.

Sementara itu di desa Llapushnik di Kosovo Tengah dimana mayoritas umat Katolik berada kini menjadi daerah mayoritas Kristen di negara itu, sebab sejak tahun 2008, saat Kosovo memproklamasikan kemerdekaan mereka dari Serbia, umat Kristen di negara itu mendapati angin kebebasan mereka untuk menunjukkan iman mereka setelah tujuh ratus tahun dikekang islamisasi dan komunisme.

Marjan Ukaj, salah seorang pengurus Gereja Katolik Kosovo menyatakan sejak tahun 2008 ribuan warga Kosovo yang sebelumnya menjadi muslim palsu kini mulai berduyun-duyun kembali dibaptis sebagai tanda kembalinya mereka kepada kepada Kristus.

Guna menghindari gesekan atas kembalinya warga Kosovo kepada Kristus, pihak Gereja Katolik memilih untuk tidak memberikan data spesifik terkait pembaptisan-pembaptisan tersebut, selain itu Gereja juga memilih untuk tidak sembarangan membaptis orang.

"Ada banyak orang yang menunggu untuk dibaptis. [Namun] kami tidak ingin membaptis siapapun tanpa adanya persiapan [katekisasi] yang berlangsung sekurangnya setahun," tutur Ukaj. (AFP/TimPPGI)