Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Gereja Orthodoks Rusia Diserang Kelompok Pro-Sekularisme.
MOSKOW (RUSIA) - Pemimpin Gereja Orthodoks Rusia, Patriakh Kirill dalam khotbahnya pada ibadah Minggu (09/09/2012) di Katedral Kristus Penebus di Moskow, mengungkapkan Gereja sedang diserang dari musuh yang takut dengan adanya pengaruh gereja dalam negara Rusia.
Serangan gencar yang mengkhawatirkan lemahnya sekularisme di Rusia pasca keruntuhan komunis Soviet pada 1991 berlangsung dalam beberapa tahun terakhir ini. Serangan terbaru dari kelompok sekular dilakukan oleh sekelompok band bernama Pussy Riot yang melakukan sebuah pelecehan terhadap gereja dengan membuat lagu berisi sebuah 'doa punk' di altar Katedral Moskow yang mengaku melakukannya untuk mengkritis Presiden Valdimir Putin.
Sejak ditahan pada 17 Agustus 2012 lalu berbagai aksi lanjutan yang mengecam gereja terus berlangsung, belasan tugu salib besar di beberapa kota di Rusia Barat dan Ukraina yang terbuat dari kayu dipotong oleh para pendukung sekularisme, anggota band yang mendengar kabar itu mengecam aksi tersebut dan mengklaim tidak memiliki kaitan dengan para pelaku.
Patriakh Kirill menyatakan, para penentang yang digambarkan sebagai "penyerang terhadap intisari budaya dan peradaban" mencoba untuk melemahkan pengaruh Gereja Orthodoks Rusia, agama mayoritas sejak zaman kekaisaran Rusia, dan menyatakan mereka tidak akan berhenti menyerang.
"Saya tidak habis pikir bahwa ini adalah serangan berkelanjutan ... untuk mencoba kedalaman iman dan komitmen Orthodoksi di Rusia," ujar Patriakh Kirill saat memimpin ibadah peringatan perang Borodino yang terjadi pada tahun 1812, seperti diberitakan Reuters.
Dihadapan ribuan jemaat dan undangan yang hadir, ia menyatakan, serangan terhadap gereja merupakan penistaan. "Mereka yang ingin mengajak kita semua menghina biara, menolak keimanan dan, jika dapat, mengajak menghancurkan gereja-gereja kita, adalah mereka yang ingin mencobai kesanggupan umat dalam melindungi tempat suci."
Anggota Pussy Riot, Nadezhda Tolokonnikova, Maria Alyokhina dan Yekaterina Samutsevich dihukum dua tahun penjara akibat tindakan mereka menggunakan Perawan Maria sebagai bagian dari unjuk rasa mereka terhadap Putin yang dipilih menjadi presiden.
Mereka menyangkali tuduhan 'melakukan keributan dengan kebencian agama' berdasarkan tujuan mereka yang ingin menentang posisi gereja yang masuk dalam ruang politik di Rusia, yang dalam konstitusinya tertulis sebagai negara sekuler.
Presiden Putin, adalah seorang mantan perwira mata-mata Rusia, KGB, pada 2000, beberapa tahun terakhir ini ia mencoba menyeimbangkan promosi kesetaraan antara gereja dan negara, sebab 70 persen warga Russia merupakan jemaat Gereja Orthodoks Russia, ini belum termasuk denominasi Kristen lainnya, dan menyatakan hal ini sebagai perayaan sebuah negara sekuler yang mempunyai agama.
Sedangkan Patriakh Kirill menolak tuduhan eratnya hubungan gereja dan negara akibat tujuan gereja untuk menjadikan Rusia sebagai negara Kristen.
"Ini bukanlah upaya penggabungan [gereja dan negara] tapi tentang mulai mengkristennya masyarakat [negara Rusia]. Hal inilah yang menjadi ketakutan lawan kami [sekularis]... ketakutan atas kenyataan bahwa Orthodoksi (Gereja Rusia) yang secara nyata dimusnahkan pada masa Soviet mampu untuk kembali menghidupkan orang-orang - walau tidak sebanyak yang diinginkan, namun tentu saja, hal inilah yang membuat kemarahan ini memuncak dan mencoba menghentikan kami," jelasnya sembari melanjutkan, "saya ingin mengatakan: Kami tidak akan berhenti." (TimPPGI)
Eropa
isu politik
luar negeri
masalah gereja
orthodoks
orthodoks rusia
pelecehan institusi gereja
Peristiwa
Rusia